Kanker kakak berkah Warsito
Dia pertama kali membuat rompi terapi kanker buat mengobati kanker payudara kakaknya.
Warsito Purwo Taruno tidak ingin terjebak pada pembuatan alat medis semata dan melayani konsumen. Dia ingin terus mengembangkan penelitiannya hingga batas kemampuan terjauh untuk bidang medis.
Dengan keahlian bidang gelombang listrik ditekuni selama dua dasawarsa terakhir, dia akan memfokuskan risetnya soal mendeteksi penyakit melalui pemindaian tubuh. Dia juga bakal memusatkan perhatian pada penelitian deteksi gelombang otak manusia untuk mengenali penyakit kanker payudara dan otak.
Ini bermula tiga tahun lalu setelah menerima kabar kanker payudara stadium keempat menimpa kakaknya berusia setengah abad, Suwarni, tinggal di Sukoharjo, Jawa Tengah. Warsito saat itu Warsito menjabat staf khusus Menteri Riset dan Teknologi Suharna Surapranata.
Sejatinya, Suwarni mengidap penyakit itu sejak pertengahan 2009. Namun, dia tidak mau memberi tahu adiknya itu karena tidak ingin mengganggu kesibukannya.
Selepas diberi tahu, Warsito meminta kakaknya menunda operasi pengangkatan tumor dan kemoterapi atas rujukan dokter di sebuah rumah sakit Surakarta. Dia berpesan kakaknya supaya menjaga kondisi kesehatan, tetap tenang, dan jangan sampai stres.
“Sel kanker itu berkembang saat tertekan secara psikologis atau stres, kecapekan, daya tahan tubuh rendah,” kata Warsito saat ditemui merdeka.com di kantornya di Alam Sutera, Tangerang Selatan, Banten, Jumat pekan lalu.
Dia yakin bisa menyembuhkan kanker payudara kakaknya menggunakan teknologi tomografi kapasitansi listrik berbasis medan listrik statis/Electrical Capacitance Volume Tomography (ECVT) dia kembangkan.
Dia menjelaskan bila ada medan listrik kecil saat pembelahan sel kanker, sel akan mudah terpengaruh dan buyar, sehingga tidak jadi terbentuk. Dengan terus membangkitkan medan listrik, sel kanker bakal meletus karena barisan senyawa mengatur pembelahan menjadi kacau.
Dia kemudian meminta bantuan temannya pakar biologi molekuler di Jepang untuk membiakkan sel kanker. Lantas sel hasil pembiakan itu dialiri medan listrik tiga hari. Hasilnya, 30 persen sel kanker bisa bertahan.
Warsito memperkirakan perlu tiga bulan buat menghancurkan sel kanker lewat penembakan gelombang listrik dari medan listrik statis. “Begitu data itu kita peroleh, bentuk medan listriknya kita sesuaikan jenis kanker,” ujarnya.
Sekitar awal Juni 2010, Warsito membuat rompi sebagai prototipe untuk terapi kanker payudara diidap kakaknya. Bahannya dari kain berbahan khusus dan ukurannya harus sesuai pasien.
Dalam rompi itu, dipasang satu panel kontrol elektronik terhubugn ke elektroda untuk menciptakan gelombang listrik kecil. Sumber listriknya dari baterai isian berdaya sembilan volt dan frekuensi antara 50 kilohertz hingga lima megahertz. Dua kutub elektroda dipasang di antara lokasi kanker.
Ketika baru digunakan pemakai bakal merasa kegerahan. Rompi terapi kanker harus digunakan terus menerus karena sulit menebak waktu pembelahan sel kanker. Dengan pancaran gelombang listrik statis tetap mengalir diharapkan akan menghancurkan jaringan sel kanker akan mengembang.
Selama sebulan penuh Suwarni mengenakan rompi itu. Setelah diperiksa lagi, kanker Suwarni dinyatakan negatif. Namun dia diminta rutin mengecek ke dokter. Akhiur 2011, dia memutuskan berhenti periksa ke dokter karena merasa telah sembuh.
Sejak itu, rompi terapi kanker ciptaan Warsito tersohor. Wily Saputra termasuk pemakai rompi ini lantaran kanker dia derita sejak berusia 20 tahun. “Kanker otak saya keturunan. Tiap pagi saya jungkir balik, tidak bisa menggerakkan organ tubuh," tuturnya. "Bangun pagi terasa sangat menyiksa. Otak saya terasa ada di depan, belakang, atau di samping."
Dengan helm terapi kanker buatan Warsito, Willy mengaku sudah mulai pulih.