Lagu saya itu gambaran kegelisahan dan kemarahan
"Mengkritik diri sendiri sama juga saya mengadili diri saya. Jadi saya bismillah saja," kata Iwan Fals.
Suaranya lamat-lamat terdengar dari luar pintu gerbang. Tetabuhan drum berpadu gitar seirama dengan nada suara sang penyanyi. Saban Selasa hingga Kamis, rumah seluas hampir dua hektare itu riuh dengan alunan musik.
Si empunya rumah, Virgiawan Listanto lebih tersohor dengan nama Iwan Fals, memang dikenal konsisten menggelar latihan rutin. Entah mau ada konser atau tidak. Saat merdeka.com menyambangi kediamannya dua pekan lalu di Leuwinanggung, Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat, dia menyambut dengan senyuman seraya mengocok senar gitar berwarna coklat.
Lagu berjudul Nyanyian Jiwa mengantarkan merdeka.com duduk di bangku depan studio tempat Iwan Fals berlatih. Latihan hari itu sedikit berbeda. Dia meminta untuk latihan di luar studio. Di sana ada Toto Tewel dan Sawung Jabo, dua personel Kantata Takwa, ikut dalam latihan. Keduanya ikut bermain untuk konser Nyanyian Raya, album terbaru Iwan Fals.
Nama album itu diambil dari nama anak ketiganya, Raya Rambu Rabbani. Dua album sebelumnya juga memakai nama anaknya: Galang Rambu Anarki dan Cikal Rambu Basae. Iwan mengaku butuh satu dasawarsa untuk merilis album itu. Dia menunggu Raya dewasa untuk meminta izin memakai namanya dalam album itu. "Saya tunggu sampai dia umur 10 tahun. Karena Saya nggak mau terulang lagi seperti Galang dan Cikal dulu," kata Iwan Fals.
Sambil menunggu latihan selesai, Iwan menawarkan kopi dan kelapa hijau. Selama 90 menit menunggu, Iwan pamit untuk salat dan menepati janjinya berbincang soal album berikut lagunya berisi kritik sosial.
Berikut penuturan Iwan Fals kepada Arbi Sumandoyo dan juru foto Imam Buhori dari merdeka.com.
Apa pesan ingin disampaikan lewat album Raya?
Saya sebagai orang tua Raya, yang ada kalo capek peluk anak itu kembali terinspirasi dan banyak lagi. Cerita dalam 18 lagu itu soal cinta, renungan tentang negeri. Lagu Katanya tentang ini nggak selesai dengan mengeluh tapi harus berbuat.
Secara keseluruhan?
Pesan secara keseluruhan, ini soal eksistensi saya bekerja di situ. Seperti kalian menulis, apa artinya kalau nggak menulis. Saya juga sama, apa artinya kalau nggak bikin lagu. Menghayati semua dan Tuhan juga memberikan kemampuan bekerja secara penuh dengan senang hati. Pesannya kerja. Saya sebagai musikus memberikan yang terbaik.
Apa benar untuk merilis album ini butuh izin dari Raya?
Oh iya, saya tunggu sampai dia umur sepuluh tahun. Karena saya nggak mau terulang lagi seperti Galang dan Cikal dulu. Kan anak-anak nggak tahu apa-apa. Mentang-mentang bapak saya bikin lagu aja, nggak tahu dia suka atau nggak.
Boleh dibilang semacam utang sama Raya?
Oh nggak. Saya proses sebagai manusia. Itukan nama orang, Galang memang anak saya. Saya merasa namanya anak perlu diajak ngomong. "Nanti kamu didenger lo sama orang-orang."
Apa jawaban Raya ketika mau dibikinkan album?
Seneng dia, nggak apa-apa. Mas Galang dan Mbak cikal aja dibikin lagu, masak saya nggak. Tapi kemudian dia menuntut, setelah Raya nanti mamah juga dibikinin album.
Berarti setelah Raya akan ada album lagi?
Setelah Raya saya pinginnya bikin album untuk ibunya, Rosana.
Apa makna Raya buat Anda?
Raya sebagai jiwa dan semangat. Arti Raya sesungguhnya adalah cahaya kehidupan. Jadi saya memaknai Raya seperti itu. Kalau nggak ya, sebagai filosofi. Tanpa ada semangat Raya, untuk apa.
Album itu lebih menggambarkan tentang apa?
Ada manusia dengan manusia, manusia dengan Tuhan, manusia dengan alam, dan kritik sosial. Semangatnya itu. Tapi terus terang sampai saat ini saya masih melangsungkan konser menuju Nyanyian Raya.
Anda punya banyak penggemar dan sempat dilarang berkonser. Apa harapan Anda terhadap presiden mendatang?
Izin lebih lancar. Kenapa sih mesti dilarang. Coba lihat, hubungan musik dengan kesehatan kan banyak manfaatnya. Mungkin karena lihat massa, mungkin khawatir. Tapi saya rasa kalau pengamanannya baik, massa cenderung nggak galak. Kadang polisi punya ketakutan sendiri. Ketakutan gitu, mungkin punya teori-teori pengendalian massa. Sekarang sudah beda kok, dunia di jempol kok. Orang mau tonton musik ya tonton musik.
Mencari hiburan bukan mencari kerusuhan?
Bukan semata hiburan, ada renungan. Contohnya, harusnya kalau politik kemarin nggak boleh larang-larang musik dong. Nyatanya begitu musik-musik pop dilarang, pemusik ikut partai boleh. Bahkan banyak yang joget dangdut. Besok-besok penguasa terpilih biarin aja, musik-musik, ya politik-politik. Itu kan rezeki orang, kalau dilarang-larang gimana.
Di album ini ada berapa lagu soal kritik sosial?
Di Raya ada syair istri saya tentang ekspresinya terhadap saya. Lalu Aku Ada tentang setiap manusia memanggul bebannya masing-masing. Kamu sebagai jurnalis punya persoalan sendiri. Saya sebagai musikus juga punya beban sendiri. Itulah beban saya, itulah hidup saya.
Kenyataannya kita harus memanggul itu. Tidak bisa leyeh-leyeh menyatakan kita ada. Jadi kita harus bekerja keras. Lalu ada Bangsat menganggap koruptor seperti bangsat. Tinggal dipites aja mati. Walau baunya menyengat kemana-mana tapi gimana.
Lalu renungan tentang cinta. Cinta itu adalah ..bla..bla. Nggak bisa dibilang dong cemburu itu cinta. Atau cinta itu mulia kasih sayang ada di dalamnya. Menarik juga sih. Saling memberi, melayani, tidak menyakiti, dan memberikan kehidupan. Cinta air matanya bahagia, bukan air mata buaya.
Dalam membuat lagu kritik sosial, itu gambaran perasaan Anda?
Tentu dong ada kegelisahan, kemarahan. Kadang suka jadi lelucon, kita memang sudah gila semua. Kalau lihat media, banyak berita tentang korupsi, moral berminggu-minggu.
Boleh dibilang album Raya ini gambaran nilai-nilai orang Indonesia mulai hilang?
Saya nggak ada persepsi begitu. Yang saya tangkap, yang saya lihat itu ekspresi saya sebenarnya. Kalau nanti tafsirnya seperti itu ya silakan saja. Saya nggak tahu karena kapasitas saya tidak menganalisa diri saya. Saya nggak berani juga. Mengkritik diri sendiri sama juga saya mengadili diri saya. Jadi saya bismillah saja.
Apa insipirasi Anda dalam membuat lagu?
Keseharian kayak gini. Kayak tadi aja sudah lebih dari seminggu jam-jam segini kodok selalu keluar. Gila ini udah ada semingguan. Teman-teman lihat Selasa, Rabu, Kamis. Kita kalah sama kodok tentang manajemen kodok.
Ratusan orang kalau punya kesetiaan terhadap waktu seperti apa negara ini. Balik lagi ke nyanyian Raya tadi. Album itu disponsori oleh Top Kopi. Kebetulan saya suka kopi makanya saya bikin lagu tentang kopi.
Boleh dibilang isi album ini teguran terhadap pemimpin?
Ya terserah. Tapi saya berharap para pemimpin ini dengerin album Raya serta lebih bermutu dan bagus lagi. Kemudian Raya sendiri, kalau besar jangan jadi penipu, tolong orang tak mampu.
Nah ini juga ada problem soal sampah. Bayangkan satu orang menghasilkan dua kilo sampah. Bisa kelelep kita dengan sampah. Tidak jauh dari sini ada tempat mengolah sampah, penghasilannya Rp 100 juta per bulan.
Bayangkan dari sampah saja bisa menghasilkan uang. Ini kan persoalan mental, mau nggak menjalani ilmu itu. Tapi kalau dipikir-pikir kan enak, siapa sih nggak pengen bersih. Setiap konser saya selalu omong sama temen-temen, "Nanti tolong ambilin sampahnya ya."