Misteri tukang kunci dan pencukur rambut asal Hebron
Israel mengumumkan Amir Abu Aisyah (kiri) dan Marwan Qawasmi sebagai penculik tiga warga mereka.
Bus-bus berisi prajurit dari sekolah komando Selasa siang pekan lalu berhenti di tengah jalan tol Trans-Judea. Ratusan tentara itu dengan hati-hati turun ke palung-palung sungai di utara jalan bagian dari Desa Bait Kahil, utara Hebron, Tepi Barat.
Calon-calon komandan ini, bersenjata dan beompi antipeluru, mulai menyusuri wilayah itu dengan seksama. Barisan serdadu lainnya menyisir dari rumah ke rumah, gua, sumur, dan halaman dikelilingi tembok.
Malam sebelumnya, pasukan Israel menemukan koleksi granat tangan dan senapan serbu dalam sebuah rumah, namun bukan para penculik Naftali Fraenkel, Eyal Yifrach, dan Gil-ad Shaar, atau ketiga pemuda dilaporkan hilang sejak 12 Juni lalu, seperti dilansir surat kabar Times of Israel pekan lalu.
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menuding Hamas mendalangi penculikan itu. Sejak kejadian itu, 1.600 tentara Israel diterjunkan untuk menyisir seluruh Tepi Barat, terutama Hebron, tempat terakhir ketiga pemuda Israel itu diketahui. Sejauh ini sudah 400 orang Palestina ditangkap, kebanyakan anggota Hamas.
Mantan Wakil Menteri Luar Negeri Hamas Ghazi Hamad menolak berbicara banyak mengenai peristiwa itu. Dia menegaskan semua faksi Palestina akan tetap bungkam. “Ini persoalan sangat sensitif dan berbahaya,” katanya saat dihubungi merdeka.com melalui telepon selulernya Selasa pekan lalu.
Yang diburu adalah Amir Abu Aisyah, 32 tahun, dan Marwan Qawasmi, 29 tahun, seperti diumumkan pihak berwenang Israel Kamis malam pekan ini. Keduanya pergi dari rumah mereka di Kota Hebron di hari Naftali, Eyal, dan Gil-ad dinyatakan hilang.
Keduanya tinggal di dekat jalan tol Tans-Judea, yakni kawasan Haris. Mereka biasa salat berjamaah di masjid yang sama. Mereka anggota Hamas. Abu Aisyah adalah tukang kunci dan Qawasmi merupakan tukang cukur langganan anak-anak Abu Aisyah.
Umar, ayah dari Abu Aisyah, pernah mendekam dalam penjara Israel karena aktif dalam Hamas. Abangnya Abu Aisyah, Zaid, juga orang Hamas dan terbunuh dalam bentrokan dengan pasukan negara Zionis pada November 2005 di Hebron.
Keluarga Qawasmi juga terkait Hamas. Pamannya, Abdullah Qawasmi, adalah komandan Brigade Izzudin al-Qassam (sayap militer Hamas). Dia terbunuh saat bertempur menghadapi serdadu Israel pada November 2003.
Negara Bintang Daud telah lima kali menangkap Qawasmi dan pada 2004, saat berumur 18 tahun, dia ditahan sepuluh bulan. Ketika dibekuk lagi pada 2010, dia mendekam dua tahun. Dalam interogasi, dia mengaku anggota Hamas. Dia bilang pernah dilatih dalam gua-gua di sekitar Hebron. Di sana pula dia melihat pengumpulan bahan baku untuk membikin bahan peledak. Dia kemudian ditugaskan merekrut anggota baru Hamas.
Abu Aisyah dua kali mengecap penjara Israel pada 2005 dan 2007.
Umar mengungkapkan putranya terakhir kali terlihat saat cara keluarga beberapa jam sebelum ketiga warga Israel itu hilang. Dia tiba-tiba saja pergi tanpa memberitahu tujuannya.
Umar meyakini penculikan Naftali, Eyal, dan Gil-ad karangan Israel belaka. Dia percaya putranya tidak terlibat. “Tidak ada penculikan atau apapun. Saya yakin putra saya ditahan oleh orang-orang Yahudi itu,” katanya saat diwawancarai surat kabar Israel Hayom.
Tuduhan Umar itu boleh jadi benar. Sebab, di malam penculikan pusat pengaduan polisi pukul 10:25 menerima telepon dari salah satu korban. Dia bilang mereka telah disekap. Hasil penyelidikan sementara menyebutkan polisi sudah delapan kali mencari tahu siapa pemilik nomor telepon itu, tapi gagal. Dua pejabat senior polisi bertanggung jawab atas insiden ini menyimpulkan kejadian itu cuma kelakar.
Menurut Umar, dua hari setelah Abu Aisyah menghilang, pasukan Israel menggerebek kediamannya. Tindakan ini membikin istri Abu Aisyah dan tiga anak mereka trauma. “Sejak itu istri dan anak-anaknya tinggal bersama kami. Kami yakin isu penculikan ini adalah sebuah pertunjukan buatan Israel,” ujar Umar.
Sang ibu mengatakan Abu Aisyah berbeda dengan Zaid. Dia orang rumahan, suami sekaligus ayah yang baik. Dia bekerja di Yerusalem dan Azaria, sekitar lima kilometer tenggara Kota Ramlah. Ketika acara kumpul bersama keluarga dia tidak melihat Abu Aisyah berlaku aneh.
Kalaupun benar Abu Aisyah menculik tiga warga Israel itu, ibunya mengaku bangga atas aksi ini. Dia berharap anaknya itu bisa terus lolos dari pasukan Israel dan Palestina.
Seorang pejabat intelijen senior Palestina membenarkan aparat keamanan Palestina tengah memburu kedua tersangka. “Hilangnya dua lelaki ini sejak penculikan adalah bukti kuat mereka terlibat,” tuturnya.
Tentu saja tidak mudah mencari tahu pelaku atau korban. Apalagi pihak berwenang baru menyadari hal itu tujuh jam setelah kejadian.
Menurut mantan pejabat keamanan senior Palestina, sebelum bertindak kelompok penculik sudah menyiapkan lokasi bersembunyi. Biasanya berupa ruang bawah tanah atau terowongan dan ada ribuan tempat semacam itu di bawah rumah-rumah di Hebron.
Pihak keamanan Palestina dua tahun lalu menemukan menemukan tempat persembunyian seperti itu di Desa Urif, Nablus, Tepi Barat. Kelompok penculik berencana menyekap korban mereka di sana.
“Ada listrik, mungkin juga sebuah televisi, tentu saja banyak makanan dan minuman,” katanya. “Para penculik masuk ke dalam sana dan bersembunyi. Pertanyaannya adalah kapan mereka perlu keluar.”
Persoalan lainnya adalah para penculik itu mematikan telepon seluler mereka. “Ini menyebabkan upaya mencari jejak mereka benar-benar terbatas,” ujarnya.
Kelompok-kelompok pejuang di Hebron biasa bertindak sendiri. Namun sangat mungkin mereka mendapat bantuan logistik dari pihak lain, setidaknya sokongan dana.
Seorang pejabat keamanan Israel pekan lalu menyebut Saleh al-Aruri sebagai dalang penculikan. Dia adalah anggota Hamas dari Tepi Barat kini menetap di Turki. Namun sumber-sumber keamanan menyatakan tidak ada bukti atas tudingan itu.