Pahit getir di Hari Kebebasan Pers
Pembunuh Udin tak ketemu, pemilik televisi terus intervensi, eh Ketua PWI tertahan di Imigrasi AS.
Peringatan Hari Kebebasan Pers, 3 Mei tahun ini terasa getir bagi sebagian wartawan. Bagaimana tidak, sudah 15 tahun berlalu, pembunuh Udin belum juga ketemu; beberapa wartawan jadi korban kekerasan karena berita, sebagian yang lain jadi korban intervensi pemilik stasiun televisi.
Sudah begitu, saat mana sejumlah eksponen media merenung dan memaknai kemerdekaan pers pada Hari Kebebasan Pers, dari negeri seberang terdengar kabar: Ketua PWI Margiono dan beberapa pemimpin redaksi ikut ditahan Imigrasi AS karena ketua rombongan kedapatan membawa dolar berlebih. Sedih.
Tentu tidak ada yang salah dengan keikutsertaan mereka dalam rombongan Gubernur Sumsel Alex Noerdin. Apalagi tujuannya mulia: menandatangani MoU dengan Missouri School of Journalisme untuk mengembangkan pendidikan jurnalistik. Yang membuat terhenyak adalah keterangan Humas Pemda Sumsel, bahwa dolar yang berlebih itu adalah uang saku untuk Margiono dkk.
Apa salahnya mereka mendapatkan uang saku dari sebuah perjalanan panjang dengan tujuan mulia? Ya tentu saja tidak ada yang salah, jika uang itu dari kantong pribadi Alex yang memang peduli dengan kehidupan pers. Jangan pernah menolak kebaikan orang lain, itu pesan dari para tetua. Tunggu saja penjelasan Alex.
Nah, sambil menunggu, sebaiknya perhatikan penyataan Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sumsel, Nofran Marjani. Katanya, orang yang diperbolehkan mendapatkan uang saku dari APBD adalah pejabat daerah atau PNS yang melakukan perjalanan dinas. Itu pun harus dianggarkan sebelumnya. "Jika tidak pernah dianggarkan, lalu mereka menerima uang APBD, jelas ini pelanggaran," tegasnya.
Semoga Margiono dkk tidak tersangkut pelanggaran sebagaimana disebutkan Nofran. Berpikir positif saja. Sekali lagi niatnya mulia: mengembangkan pendidikan jurnalistik. Alex tidak sedang bersekongkol dengan Ketua PWI dan pemimpin redaksi. Alex tidak mendikte Margiono dkk untuk membikin berita yang menyokongnya.
Bandingkan dengan kelakuan beberapa pemilik televisi yang juga pemimpin partai dan calon presiden. Sudah sejak dua tahun lalu mereka mengintruksikan para pemimpin redaksi di medianya untuk membuat berita yang menguntungkan diri dan partainya. Jika tidak bikin berita promosi diri, jangan buat berita tentang partai dan calon lain.
Tindakan pemilik televisi itu lebih nyata dalam mengintervensi ruang redaksi. Jika mereka menggunakan media cetak atau pun online, mungkin masih bisa dipahami. Sebab, mereka mengeluarkan duit sendiri untuk membayar kertas, mesin cetak, server, dan bandwith. Tapi karena mereka menggunakan frekuensi, maka dengan dalih apapun tindakan mereka tidak bisa diterima.
Frekuensi adalah milik negara sehingga harus digunakan untuk kepentingan orang banyak. Kontrak mereka dengan negara yang menyewakan frekuensi juga jelas: dilarang menggunakan frekuensi untuk kepentingan pribadi atau golongan. Nah, jika ketentuan ini dilanggar tentu negara bisa bertindak: mencabut izin penggunaan frekuensi.
Tapi rupanya aparat negara yang punya otoritas itu tidak berkutik. Mereka diam saja dengan bermacam alasan. Soalnya yang sederhana, seakan menjadi rumit berbelit-belit. Padahal yang dibutuhkan hanyalah keberanian menyelamatkan frekuensi demi kepentingan publik.
Nah, itu semua kontras dengan apa yang dilakukan Alex Noerdin kan? Apalagi jika segepok dolar untuk uang saku Ketua PWI dan para pemimpim redaksi itu benar-benar dari kantong pribadi.
Baca juga:
Sepuluh tahun politik tanpa ideologi
Konflik partai rebutan calon presiden
Manipulasi konvensi berujung frustrasi
Tak pede, partai dan calon terjebak politik uang
Sinar KPK dalam kegelapan dana pemilu
-
Kapan Indonesia merdeka? Hari ini, tepat 78 tahun yang lalu, Indonesia menyatakan diri sebagai sebuah negara merdeka.
-
Siapa yang bersama Soekarno memproklamasikan kemerdekaan Indonesia? Pada tanggal 17 Agustus 1945, Hatta bersama Soekarno resmi memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta.
-
Siapa yang berjuang untuk kemerdekaan Indonesia? Bukan hanya tanggal yang kita rayakan, tetapi semangat dan cita-cita yang diwariskan oleh para pahlawan. Merdeka! Selamat HUT RI ke-79!
-
Apa yang bisa dilakukan untuk merayakan Hari Kemerdekaan Indonesia? Berbagai cara bisa dilakukan untuk turut serta memeriahkan Hari Kemerdekaan Indonesia. Mulai dari ikut lomba 17 Agustus, ikut upacara bendera, membagikan kata ucapan Hari Kemerdekaan hingga mengunggah foto setelah menggunakan link twibbon.
-
Siapa yang berperan dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia? Peringatan Hari Santri seyogyanya sebagai pengingat bahwa para santri punya andil besar dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia, teruslah berjuang di jalan dakwah untuk memelihara persatuan dan kerukunan Tanah Air. Selamat Hari Santri Nasional 2023!
-
Kapan Indonesia memperingati Hari Kemerdekaan? Masyarakat sebentar lagi akan memperingati Hari Kemerdekaan Indonesia yang jatuh pada tanggal 17 Agustus. Tahun ini, Indonesia akan memperingati Hari Kemerdekaan yang ke-78.