Perajin: Terus terang, kualitas cangkul China lebih baik
Soal harga, harga cangkul impor sama murahnya dengan produk lokal
Bunyi mesin las nyaring terdengar dari sebuah bengkel. Segelintir pekerja terlihat tengah menyambung gagang besi dengan mata garukan, pesanan Dinas Kebersihan DKI Jakarta.
Sejatinya, bengkel kerja terletak di Desa Cibatu, Kecamatan Cisaat, Kabupaten Sukabumi itu tak hanya memproduksi penggaruk besi. Pabrik kecil milik Endin Sapriudin itu juga membuat alat-alat pertanian. Cangkul, salah satunya.
-
Bagaimana Kemendag membantu UMKM untuk merambah pasar ekspor? Dalam kesempatan itu Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor mendukung kepada Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UMKM) untuk merambah pasar ekspor supaya produk mereka dikenal dunia, dengan memberikan berbagai kemudahan. "Salah satunya akses permodalan, pelatihan pemasaran, sampai fasilitasi UMKM Sidoarjo go to export.
-
Apa yang diukur oleh Indeks Bisnis UMKM? Indeks Bisnis UMKM merupakan indikator yang mengukur aktivitas UMKM di Indonesia yang dilakukan setiap kuartal oleh BRI Research Institute.
-
Di mana produk lokal dan UMKM mendapatkan peningkatan pesanan ekspor? Tercatat, ada peningkatan pesanan ekspor yang mencapai lebih dari 4 kali lipat pada puncak kampanye 11.11 Big Sale. Dengan sejumlah pencapaian dan tren menarik di sepanjang kampanye, baik dalam pengaplikasian strategi bisnis para pelaku usaha lokal di Shopee maupun perilaku belanja online pengguna setia menjadi dasar dan landasan bagi Shopee untuk terus berinovasi.
-
Bagaimana Kemendag memfasilitasi eksportir Indonesia di pameran EIM? “Kemendag memfasilitasi puluhan eksportir Indonesia untuk memamerkan produk-produk potensial melalui pameran EIM agar pangsa pasar produk Indonesia di negara Meksiko semakin luas,” tambahnya.
-
Kenapa UMKM penting? UMKM tidak hanya menjadi tulang punggung perekonomian di Indonesia, tetapi juga di banyak negara lain karena kemampuannya dalam menciptakan lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
-
Di mana saja Disperindagkop UKM Paser meninjau pengerjaan pasar? Peninjauan dimulai di Pasar Kapitan Wasel Desa Tepian Batang, Kecamatan Tanah Grogot; kemudian pasar Keresik Bura dan terakhir pasar rakyat Desa Petangis, Kecamatan Batu Engau.
Ya. Cangkul, alat bertani sederhana yang belakangan disadari publik ternyata masih harus dipasok dari luar negeri. Terutama China. Kenyataan yang kemudian mengundang cibiran publik di media sosial kepada pemerintah.
"Sekarang, kami sedang tidak ada produksi cangkul," kata Asep, pekerja bengkel saat berbincang kepada merdeka.com, pekan lalu.
"Karena kami baru menyelesaikan 100 cangkul untuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta."
Hal tersebut diamini Endin. Pria 45 tahun itu mengaku masih berutang 200 cangkul lagi ke ibu kota. Untuk melunasinya, dia masih harus menunggu kiriman mata cangkul dari Bandung.
"Kalau mata cangkulnya dari kolega saya di Ciwidey, dikirim ke sini dan dirakit di bengkel kerja kami."
Endin sudah memproduksi cangkul sejak 1970. Kendati sudah puluhan tahun, tetap saja volume cangkul yang dihasilkan tak menentu.
Cangkul ©2016 Merdeka.com
Dia hanya memproduksi alat menggali tanah itu jika ada pesanan. Celakanya, pesanan semakin sepi seiring membanjirnya produk serupa buatan luar negeri.
Endin mengakui kualitas cangkul impor lebih baik ketimbang bikinan lokal. Ini membuat cangkul lokal kian minim peminat.
"Terus terang saja, masalah kualitas, China lebih bagus," kata pria bisa memproduksi lima hingga tujuh cangkul per hari tersebut.
Endin Sapriudin memerlihatkan cangkul lokal dan impor ©2016 Merdeka.com
Dia menjelaskan, mata cangkul China terbuat dari pelat baja khusus yang dicetak. Kemudian, penyambungan mata cangkul dengan gagang sudah dilakukan dengan menggunakan laser sehingga terlihat rapi.
Sedangkan, mata cangkul lokal berbahan pelat besi dan penyambungannya dengan pengelasan.
Soal harga, harga cangkul impor sama murahnya dengan produk lokal. Kalau sudah begini, jangan salahkan masyarakat jika lebih meminati cangkul impor.
"Kalau konsumen inginnya impor karena kualitas. Bajanya rapi," katanya.
"Kalau dulu-dulu selisih harganya jauh, hampir 100 persen, yang lokal Rp 10 ribu yang impor Rp 20 ribu."
Endin mengakui, impor cangkul berdampak negatif pada perajin tradisional. Dia pun kini lebih banyak menjual cangkul impor ketimbang lokal.
Toko alat pertanian ©2016 Merdeka.com
"Untuk lokalnya agak kurang, produk perajin kalah dengan impor."
Endin meyakini, perajin lokal mampu memenuhi kebutuhan cangkul berkualitas di Tanah Air. Asalkan, pemerintah optimal merangkul dan memberdayakan mereka.
"Untuk kebutuhan dalam negeri saya rasa mampulah, nggak di impor dari luar juga. Asal sentra produksi seperti di Klaten, Bandung, bisa dikerahkan dan untuk produksi lebih banyak."
Beberapa waktu lalu, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto menegaskan industri nasional dengan menggandeng usaha kecil menengah siap memenuhi kebutuhan cangkul di dalam negeri yang mencapai 10 juta unit per tahun. Untuk itu diperlukan peningkatan kapasitas produksi dan akses bahan baku yang lebih mudah. Semoga.
Baca juga:
Impor dihentikan, apa kabar proyek cangkul nasional?
'Jangankan cangkul, korek kuping pun diimpor'
Pemerintah sebut impor cangkul bukti tak ada sinergi antar BUMN
Impor cangkul dari China tak pengaruhi penjualan perajin lokal
5 Pro kontra Indonesia impor cangkul dari China