PKPI tanpa harapan, PBB tunggu kepastian
April nanti pemilu memasuki tahap pencalonan. Tapi belum ada kepastian peserta pemilu.
Kisruh status kepesertaan Partai Keadilan dan Persatuan atau PKPI mulai reda. Memang, Ketua Umum PKPI Sutiyoso dkk terus bergerak agar bisa menjadi peserta Pemilu 2014. Tetapi banyak pihak mulai paham akan substansi masalah, sehingga keputusan KPU untuk menolak perintah Bawaslu, mulai dipahami.
Meredanya kisruh PKPI, segera diganti oleh ketidakjelasan nasib Partai Bulan Bintang atau PBB. Meskipun, Kamis (7/3) kemarin, Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) Jakarta, mengabulkan gugatan PBB atas keputusan KPU tentang partai politik peserta Pemilu 2014, bukan berarti PBB pasti jadi peserta Pemilu 2014. Nasib PBB masih menggantung.
Dalam keputusan KPU tentang peserta pemilu, nama PBB memang tidak ada. Menurut KPU, PBB tidak lolos verifikasi administrasi dan faktual, sehingga tidak memenuhi syarat menjadi peserta pemilu.
Atas keputusan KPU itu, PBB bersama PKPI dan 12 partai lainnya mengajukan sengketa ajudikasi ke Bawaslu. Setelah sidang maraton, Bawaslu memutuskan, PBB dan 12 partai politik lainnya memang tidak layak menjadi peserta pemilu, sehingga keputusan Bawaslu menguatkan keputusan KPU. Hanya PKPI memenuhi syarat, sehingga Bawaslu minta agar KPU menyertakan PKPI sebagai peserta Pemilu 2014.
Putusan Bawaslu tersebut membuat Sutiyoso percaya diri, seakan-akan partainya sudah pasti menjadi peserta Pemilu 2014. Padahal beberapa hari kemudian, KPU menolak menjalankan perintah Bawaslu. Artinya, KPU tetap tidak menyertakan PKPI dalam daftar peserta pemilu.
Banyak pihak menyarankan agar PKPI menggugat KPU ke PTTUN. Namun PKPI memilih jalan lain, menekan KPU dengan beragam aksi sambil meminta fatwa MA. PKPI merasa keputusan Bawaslu sudah final dan mengikat, sehingga tidak ada alasan untuk tidak dijalankan. Jadi, PKPI tidak perlu menempuh jalur hukum lagi.
Kini situasi berbalik. PBB lagi beruntung karena PTTUN mengabulkan gugatannya, sementara PKPI sudah kehilangan harapan. MA belum menjawab permintaan fatwanya. Namun fatwa MA kepada Bawaslu –secara diam-diam Bawaslu juga minta fatwa ke MA– tidak secara tegas membenarkan keputusan Bawaslu. Wajar saja kalau KPU tetap pada putusannya: tidak menyertakan PKPI pada Pemilu 2014.
Tetapi nasib PBB juga belum jelas. Meskipun mantan Ketua Umum PBB yang juga kuasa hukum partai itu, Yusril Ihza Mahendra, menegaskan bahwa KPU tidak bisa banding atas putusan PTTUN, KPU berpandangan lain. Menurut Ketua KPU Husni Kamil Manik, pihaknya mempertimbangkan untuk kasasi ke MA.
Apakah MA akan menerima kasasi KPU? Pertanyaan ini penting, karena jika membaca peraturan MA tentang tata cata penyelesaian sengketa pemilu, sepertinya MA tidak membuka peluang KPU untuk kasasi. Sebab, kesempatan banding ataupun kasasi hanya diberikan kepada partai politik sebagai pihak yang dirugikan oleh putusan KPU.
Namun jika membaca fatwa MA kepada Bawaslu, tersirat bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu berhak untuk mempertahankan keputusannya. Dengan demikian, bisa saja KPU kasasi atas putusan PTTUN. Lagi pula, dogma hukum mengatakan, demi keadilan dan kepastian hukum, para pihak yang merasa dirugikan putusan lembaga peradilan (tingkat rendah) berhak banding dan kasasi.
Dengan demikian, nasib PBB belum pasti, bisa-bisa semakin tidak jelas seperti terjadi pada PKPI. Padahal tahapan pemilu terus berjalan. Pertengahan bulan ini KPU akan menetapkan daerah pemilihan DPRD, lalu pada awal April akan memasuki tahap pencalonan anggota DPR, DPD dan DPRD.
Inilah kelemahan sistem hukum pemilu: semakin banyak aturan semakin tidak ada kepastian hukum, semakin banyak lembaga terlibat semakin hasilnya tidak jelas.