PB HMI Tuntut Kenaikan PPN 12% Dibatalkan, Bikin Rakyat Kecil Semakin Sengsara
PB HMI menolak rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI) menolak rencana pemerintah menaikkan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari 11% menjadi 12% mulai 1 Januari 2025.
Ketua Umum PB HMI, Bagas Kurniawan, menilai kebijakan ini tidak berpihak pada rakyat kecil dan hanya akan memperburuk kesenjangan sosial-ekonomi di Indonesia.
“Kenaikan PPN ini adalah kebijakan regresif yang membebani masyarakat kecil, karena mereka mengeluarkan proporsi pendapatan lebih besar untuk membayar pajak. Kebijakan ini akan menekan daya beli dan mendorong lebih banyak keluarga jatuh ke dalam kemiskinan,” ujar Bagas, Jumat (29/11).
PB HMI menyoroti dampak kenaikan PPN terhadap inflasi dan sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Bagas menjelaskan bahwa UMKM, sebagai tulang punggung ekonomi nasional, akan kesulitan bertahan akibat kenaikan biaya produksi dan turunnya daya beli masyarakat.
“Jika UMKM tertekan, pengangguran akan meningkat, dan ini berdampak buruk bagi perekonomian nasional,” tambahnya.
Pajak Progresif
Sebagai alternatif, PB HMI menyarankan pemerintah menerapkan pajak progresif yang lebih adil. Pajak kekayaan dan peningkatan pengawasan terhadap perusahaan besar dinilai lebih efektif untuk meningkatkan penerimaan negara tanpa membebani rakyat kecil.
“Pajak progresif adalah solusi yang adil, karena membebankan lebih kepada mereka yang mampu secara finansial,” tegas Bagas.
PB HMI juga menyerukan pemerintah untuk lebih aktif menyosialisasikan kebijakan fiskal kepada masyarakat. Menurut Bagas, edukasi yang inklusif dan kolaborasi dengan berbagai pihak sangat penting untuk meningkatkan pemahaman dan dukungan terhadap kebijakan yang adil dan pro-rakyat.
Sebagai organisasi mahasiswa yang peduli pada masa depan bangsa, PB HMI berkomitmen untuk mengawal kebijakan pemerintah yang berpihak pada keadilan sosial.
“Kami mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menolak kebijakan yang memberatkan rakyat kecil dan memperjuangkan kebijakan fiskal yang adil dan inklusif,” tutup Bagas.