Target Pertumbuhan Ekonomi 8 Persen Bisa Gagal karena Ini
Insentif yang diberikan pemerintah melalui APBN 2025 relatif lebih kecil untuk meredam dampak dari kenaikan tarif PPN.
Wakil Ketua Umum Analisis Kebijakan Makro-Mikro Ekonomi Kadin Indonesia, Aviliani, menilai kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen berpotensi menggagalkan terwujudnya target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen pemerintahan Prabowo Subianto. Kenaikan tarif PPN tersebut efektif berlaku mulai 1 Januari 2025.
"Jadi, walaupun (kenaikan) PPN sampai hari ini belum keluar terkait dengan implementasinya seperti apa," ujar Aviliani dalam acara Kadin Global dan Domestic Economic Outlook 2025 di Menara Kadin, Jakarta, Senin (30/12).
Aviliani bilang kenaikan tarif PPN 12 persen suka tidak suka akan dirasakan pelaku usaha. Mengingat, kenaikan tarif PPN tersebut bersamaan dengan berlakunya kenaikan upah minimum provinsi (UMP) secara nasional menjadi 6,5 persen.
Dalam pandangannya, kenaikan tarif PPN menjadi 12 persen dan UMP nasional di waktu yang bersamaan akan membebani pelaku usaha. Efisiensi biasanya akan menjadi salah satu solusi untuk menyelamatkan bisnisnya.
"Tetapi paling tidak ini juga harus menjadi perhitungan bagi pengusaha karena apakah akan berdampak pada kos atau melakukan efisiensi. Karena biasanya itu ada hubungannya menurunkan cost, dengan efisiensi atau melakukan hal yang lain," bebernya.
Aviliani memproyeksikan kenaikan tarif PPN sebesar 12 persen hanya akan menambah penerimaan negara sekitar Rp71 triliun. Di sisi lain, insentif yang diberikan pemerintah melalui APBN 2025 relatif lebih kecil untuk meredam dampak dari kenaikan tarif PPN tersebut.
"Saya rasa itu tantangannya. Kemudian insentif, kalau kita lihat insentif di dalam APBN kita memang relatif sangat terbatas. Karena memang dana dari pendapatan pemerintah walaupun kemungkinan ada tambahan Rp71 triliun dalam PPN yang akan naik," ucapnya.
Oleh karena itu, dia meminta pemerintah untuk mengantisipasi potensi lonjakan inflasi akibat dari kenaikan tarif PPN 12 persen. Hal ini bertujuan agar daya beli masyarakat tetap terjaga untuk mewujudkan target pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8 persen di masa pemerintahan Prabowo.
"Karena kalau tidak ini akan bisa menciptakan inflasi di luar dari PPN. Kalau tidak ada maka akan berjalan sendiri-sendiri itu akan membahayakan. Membahayakan buat pengusaha tentunya karena yang harus mengorkestrasi adalah pemerintahnya," tandasnya.
Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto menanggapi santai soal banyaknya kritikan terkait kebijakan pemerintah menaikkan pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi 12 persen. Prabowo menyebut kritikan tersebut merupakan hal wajar.
"Biasalah, biasa," kata Prabowo kepada wartawan di Indonesia Arena Jakarta, Sabtu (28/12).
Prabowo mengatakan pemerintahannya baru berjalan dua bulan. Namun, kata dia, banyak pihak yang menggoreng dan membuat isu negatif terkait pemerintahannya.
Dia tak mau ambil pusing terkait banyaknya kritikan kepada pemerintahannya. Prabowo meyakini masyarakat dapat memilah informasi yang benar dan tidak.