(Tak) Akan Rujuknya China-Taiwan
Kita tidak ingin melihat ada konflik antara China di satu sisi melawan Taiwan dan AS di sisi lainnya.
Kala terjadi pertemuan resmi pertama kali antara China dan Taiwan di Nanjing, China Selasa (11/2) lalu, kedua pihak membawa harapan membuncah sekaligus kehati-hatian. Pertemuan bersejarah mengagetkan dan tak terbayangkan sejak 'perceraian' 65 tahun lalu itu memang babak baru dan kedua pihak menyadari untuk berlaku pragmatis dan konkret dalam menyusun agenda di tahapan dini ini.
Pengaturan tempat pertemuan mencerminkan hal itu. Di ruang pertemuan tak ada bendera nasional masing-masing dan papan nama peserta pertemuan di meja tidak mencantumkan jabatan atau afiliasi setiap peserta, meski pertemuan itu ‘resminya’ di pihak China dipimpin oleh Wakil Menteri Luar Negeri, Zhang Zhijun yang juga Kepala Kantor Urusan Taiwan dan pihak Taiwan oleh Wang Yu-Chi, Menteri Urusan China Daratan.
Apa yang melatarbelakangi pertemuan di Nanjing itu? Dari sisi politik dan keamanan kita tahu China dan Taiwan telah berseteru selama lebih dari enam dekade. Partai Komunis China memandang Taiwan sebagai provinsi yang memberontak dan tak pernah menghapus kemungkinan penggunaan senjata untuk membawa kembali pulau itu di bawah kekuasaan China Daratan setelah berakhirnya perang saudara di tahun 1949.
Di tahun 1995-1996, China menembakkan rudal, melakukan latihan militer di lepas pantai Taiwan dan mencoba mempengaruhi politik dalam negeri Taiwan. Dalam perkembangan terakhir, China makin pragmatis dan makin kurang konfrontasional dalam memandang saudaranya di seberang pantai itu khususnya sejak satu dekade lalu di bawah Presiden Hu Jintao.
Di bulan Oktober 2013, Presiden China, Xi Jinping menyatakan bahwa solusi politik untuk mengakhiri ‘jothakan (stand off)‘ antara keduanya tak boleh ditunda-tunda lagi. Pemilihan tempat pertemuan di Nanjing juga mencerminkan konsesi dan sikap ‘rujuk‘ China terhadap Taiwan, karena secara historis, Nanjing adalah ibukota kaum Nasionalis yang akhirnya lari ke Taiwan.
Begitu juga dengan Taiwan. Hubungan keduanya sangat memburuk di tahun 2000-2008 di bawah Presiden Chen Shui-bian, seorang tokoh yang sangat vokal memperjuangkan kemerdekaan formal Taiwan. Namun di tahun 2008, Presiden Taiwan, Ma Ying-jeou sebagai presiden baru Taiwan menjanjikan akan menghangatkan kembali hubungan dengan China dan menghentikan dorongan sebagian warganya agar Taiwan memproklamirkan kemerdekaan.
Dorongan ke arah perbaikan hubungan secara formal juga datang dari sisi ekonomi. Sejak 2008 nilai perdagangan lintas Selat Taiwan telah meningkat dua kali lipat menjadi 197,2 miliar USD pada tahun 2013. Taiwan menikmati surplus perdagangan sebesar 116 miliar USD. Tapi perusahaan-perusahaan Taiwan juga telah berinvestasi besar-besaran di China.
Bagaimana prospek perkembangan baru ini, mengingat keduanya masih terganjal oleh perbedaan pandangan yang sangat tajam? China Daratan menginginkan unifikasi dan Taiwan masih ingin menjaga status quo. Boomingnya perdagangan kedua pihak belum juga membawa kemajuan dalam hal rekonsiliasi politik atau mengurangi kesiagaan militer keduanya.
Di sisi lain Presiden baru China, Xi Jinping nampak sekali ingin terlihat memiliki otoritas substansial dan hal ini tidak hanya dicerminkan dalam kebijakan dalam negeri, melainkan juga bagaimana ia menjalankan politik luar negeri. Jika ada kemajuan dalam isu Taiwan, maka hal itu akan makin memperkokoh kredensialnya.
Karenanya wajar bila Beijing nampak sekali serius mengkonsolidasikan kemajuan saat ini ketika Presiden Ma masih berkuasa. Pemilu Taiwan akan diselenggarakan tahun 2016. Beijing menyadari bahwa popularitas Presiden, Ma Ying-jeou makin merosot dan oposisi terhadap unifikasi makin menguat. Sekitar 80% rakyat Taiwan mendukung status quo dan kemerdekaan de-facto.
Jadi apakah kita akan segera melihat rujuk dan bersatunya China dan Taiwan? Tampaknya masih sangat jauh dan sangat banyak kemungkinan. Meski demikian kita patut berharap tidak ada ketegangan militer di Selat Taiwan karena ada unsur AS di sana. Kita tidak ingin melihat ada konflik antara China di satu sisi melawan Taiwan dan AS di sisi lainnya.
Baca juga:
Berbagai sisi El-Sisi
Pemberontakan Karzai
Syarat sukses perundingan Jenewa II
Warisan Sang Jagal
Mengabadikan derita Palestina
-
Bagaimana tanggapan Taiwan terhadap tuduhan China? Dalam pernyataannya kepada wartawan di parlemen, yang dikutip oleh Reuters pada Rabu (25/9), Menteri Pertahanan Taiwan Wellington Koo menyatakan bahwa China merupakan peretas utama di dunia. "China adalah negara yang pertama kali melancarkan serangan siber setiap hari, yang ditujukan kepada Taiwan dan negara-negara lain yang memiliki aspirasi demokrasi serupa. Mereka adalah pelaku utama," ujarnya.
-
Apa yang ditemukan di China selatan? Sebuah fosil buaya yang telah punah ditemukan dengan kondisi terpenggal di China selatan.
-
Apa tujuan serangan siber yang dituduhkan China kepada Taiwan? Kementerian Keamanan Nasional China menuduh kelompok hacker yang diduga didukung oleh militer Taiwan, yaitu Anonymous 64, melakukan serangan siber dengan tujuan sabotase antipropaganda terhadap sejumlah target di China.
-
Mengapa Tembok Raksasa Cina termasuk dalam daftar tujuh keajaiban dunia? Pekerjaan tembok ini dilakukan pada abad ke-7 SM dan berlanjut selama dua milenium. Tembok raksasa cina masuk dalam daftar tujuh keajaiban dunia.
-
Dimana Timnas Indonesia akan melawan China? Pada bulan depan, Timnas Indonesia akan kembali bertanding di Putaran Ketiga Grup C Kualifikasi Piala Dunia 2026 Zona Asia. Skuad Garuda dijadwalkan menghadapi tuan rumah Bahrain pada 10 Oktober 2024 di Bahrain National Stadium, Riffa, dan kemudian akan melawan China pada 15 Oktober 2024 di Qingdao Youth Football Stadium, Qingdao.
-
Kenapa cecak diekspor ke China? China adalah importir besar cecak, tokek, dan spesies kadal yang diyakini berkhasiat meringankan berbagai penyakit.