Terpaksa menjadi gay
"Gue salah apa sih kok bisa kaya gini," kata D lirih.
Lelaki itu berkulit sawo matang. Tingginya sekitar 175 sentimeter. Wajahnya manis. Tetapi siapa sangka, jika pria kelahiran Surabaya, Jawa Timur, 25 tahun silam itu ialah seorang gay.
"Saya di antara terbuka dan tidak," ujar D, nama inisial membuka perbincangan dengan merdeka.com di kawasan Denpasar, Bali beberapa waktu lalu. "Kalau di Keluarga saya belum siap. Tetapi teman-teman rata-rata sudah pada tahu saya gay,".
Dandanan D memang tak terlihat layaknya seorang gay. Dia memelihara kumis dan berjambang. Badannya pun sama seperti lelaki normal kebanyakan. Namun di balik sikap maskulinnya, D mengakui jika dia adalah seorang gay. Apalagi ketika perbincangan mulai mencair. Lontaran khas bahasa kaum gay muncul. "Enggak bencong," katanya sambil terkekeh.
Menjadi seorang gay memang bukan pilihan jalan hidup bagi D. Namun dia tak kuasa melepas hasrat untuk menyukai sesama jenis. Sejak lulus Sekolah Menengah Atas, jiwanya menjadi seorang feminin. "Gue kok lempeng. Gue kalo liat cewe kok biasa aja," ujar D.
Dia baru menyadari menjadi penyuka sesama jenis ketika duduk di bangku kuliah tingkat dua. Sejak saat itu D mulai memiliki ketertarikan dengan sesama lelaki. "Kalau liat lelaki kok jadi tertarik,".
Awalnya memilih untuk menjadi seorang gay, D mengaku sempat menyembunyikan perasaan itu dari teman-teman kampusnya. Dia takut jika suatu hari nanti temannya bakal menjauhinya. Apalagi hingga kini tak banyak yang tahu jika dirinya merupakan seorang Gay. Kerahasiaan itu juga dia tutup rapat-rapat di depan keluarga besarnya.
'Tuhan tak adil' begitu kata D. Sampai-sampai dia pernah membenci dirinya sendiri. Dalam perenungan, hati kecilnya menangis diciptakan dalam tubuh yang salah. "Gue salah apa sih kok bisa kaya gini," kata D lirih. Namun seiring berjalannya waktu, D akhirnya menerima keadaannya seperti sekarang. Hidup sebagai seorang gay.
Dia pun berterus terang kepada teman-teman di kampusnya. Sulit memang buat mengatakan kejujuran menjadi seorang gay. Namun, hal itu memang harus dikatakan jujur oleh D. Awalnya memang berat karena resikonya harus dimusuhi. Tetapi itu adalah jalan pilihan D. Mau tak mau dia harus jujur.
"Saya bilang, kalau memang kalian merasa gak nyaman dengan keadaan saya silakan menjauh tapi kalau kalian bakal menerima saya, saya bakal terima kasih," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Kini D memilih menetap di Bali. Di pulau ini juga D menemukan tempatnya untuk hidup. Ada banyak komunitas dan senasib dengan D di pulau ini. "Saya banyak berteman dengan gay juga. Ada juga beberapa artis yang dekat sama saya," kata D.
D hanya menjadi contoh kecil kaum Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender memilih hidup di Bali. Hal itu juga kemudian diteliti oleh Akademisi FISIP Universitas Udayana, I Dewa Ayu Sugiarica Joni atau akrab disapa Ida Ayu.
Menurut Ida Ayu, butuh waktu lama, bahkan hingga belasan tahun bagi seorang gay untuk bisa membuka identitas aslinya. Apalagi seperti di Indonesia masih kental budaya timur. Kaum gay masih dimarjinalkan. Interaksi dengan kaum ini pun menjadi ada jarak.
Bukan perkara mudah bagi seorang gay untuk jujur pada orang-orang di sekitarnya. Ida Ayu mencontohkan, seorang sahabatnya bertahun-tahun dikenalnya, baru beberapa tahun terakhir mengakui bahwa dirinya seorang gay. "Dia cowok, baru ngaku kalau dia gay 2-3 tahun lalu setelah kami berteman 15 tahun," kata Ida Ayu saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu.
Dari hasil penelitian dilakukan Ida Ayu, kebanyakan kaum gay takut dijauhi ketika jujur membuka identitasnya mengakui suka sesama jenis. Apalagi orang-orang terdekatnya juga kebanyakan akan mundur menjauh. Karena itu mereka cenderung berpura-pura. Menjalani peran berbeda, layaknya aktor dalam sebuah peran.
Namun ada satu hal yang pasti. Kebanyakan kaum gay atau lesbi menyembunyikan identitas justru jika berhadapan dengan orang tua. Biasanya mereka menutup rapat rahasianya agar tidak diketahui keluarga. Caranya dengan memutus jaringan yang bisa membongkar identitas mereka.
"Hidup mereka kasihan, seperti drama. Mereka ingin buka diri tetapi takut kecewakan keluarga, teman, sahabat," tutur Ida Ayu.
Baca juga:
Jalur Gazza di Pulau Dewata
Bali surga LGBT
Mencari gay lewat radar
Mimpi LGBT pulih lagi
-
Apa yang dimaksud dengan LGBTQ? LGBTQ adalah singkatan dari Lesbian Gay Biseksual Transgender Queer. Ini merupakan sebuah kelompok atau komunitas yang mengarah pada jenis identitas seksual selain heteroseksual.
-
Kenapa penting untuk memahami LGBTQ? Penting bagi masyarakat untuk mnegedukasi diri sendiri terkait isu LGBTQ yang ada di masyarakat. . Dengan pemahaman ini, diharapkan setiap masyarakat bisa bijak dalam bersikap terhadap kelompok LGBTQ.
-
Kenapa gender dysphoria muncul? Timbulnya disforia gender sering terjadi pada masa kanak-kanak. Meskipun mekanisme pastinya tidak jelas, kita tahu bahwa anak-anak sudah diberi jenis kelamin sejak lahir. Jenis kelamin yang diberikan sejak lahir seharusnya menjadi penentu bagaimana mereka dibesarkan dan bagaimana orang lain berinteraksi dengan mereka. Seiring bertambahnya usia, mereka mungkin mulai merasakan ketidakcocokan antara identitas gender dengan jenis kelamin yang diberikan kepada mereka. Dalam beberapa kasus, ketidaksesuaian ini dapat menyebabkan perasaan gender dysphoria.
-
Apa itu gender dysphoria? Gender dysphoria mengacu pada perasaan tertekan dan ketidaknyamanan yang dialami seseorang ketika jenis kelamin yang ditetapkan tidak sesuai dengan identitas gender yang mereka miliki.
-
Bagaimana istilah LGBTQ digunakan untuk mengakui dan menghormati keragaman? LGBTQ digunakan untuk mengakui dan menghormati keragaman identitas gender dan orientasi seksual, serta untuk memperjuangkan hak-hak, penerimaan, dan kesetaraan bagi individu-individu dalam kelompok ini.
-
Bagaimana konflik antar kelompok terjadi? Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.