Untuk mengabdi pada rakyat tak perlu mencari jabatan
"Sampai detik ini dari mulut saya, belum pernah tercetus saya mau nyalon. Itu belum." kata Susno Duadji.
Nama Komisaris Jenderal (Purn) Susno Duadji kini belakangan hangat menjadi bahasan di media sosial. Bukan tanpa sebab, foto kegiatan di sawah sambil memegang pacul itu menjadi perbincangan. Lama tak terlihat, Susno menampakkan diri dalam dinding akun facebook miliknya sedang bertani. Foto itu pun menjadi viral.
Saking viralnya, banyak yang menyebut, mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian Republik Indonesia itu mau maju dalam Pemilihan Gubernur. Namun kepada merdeka.com, lulusan Akademi Polisi tahun 1977 itu mengaku tak terbesit hingga kini untuk maju kepala daerah.
Dia pun blak-blakan soal aktivitasnya setelah menghirup udara bebas. Menurut Susno, sebagai rakyat dia juga berhak untuk menyuarakan keluhan para petani.
"Sampai detik ini, dari mulut saya belum pernah tercetus mau nyalon. Itu belum," katanya saat berbincang dengan merdeka.com di Restoran Pulau Dua, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis kemarin. Meski demikian Susno pun mengakui jika ada desakan dari pendukungnya untuk maju dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Selatan.
-
Kapan Susno Duadji menjabat sebagai Kabareskrim? Ia menduduki jabatan tersebut sejak 24 Oktober 2008 hingga 24 November 2009 silam.
-
Di mana Susno Duadji bertemu dengan Dedi Mulyadi? Susno Duadji menghadiri sidang Saka Tatal terkait kasus pembunuhan Vina di PN Cirebon. Di sana ia tak sengaja bertemu dengan Dedi Mulyadi yang juga turut mengawal kasus almarhum Vina.
-
Kapan Sujiwo Tejo tampil di acara Jagong Budaya di Bojonegoro? Budayawan Sujiwo Tejo menyemarakkan acara Jagong Gayeng bertemakan "Budaya Rasa Melu Handarbeni" di Pendopo Kecamatan Gayam, Kabupaten Bojoengoro, akhir pekan lalu.
-
Siapa yang menuding Soebandrio sebagai Durno? Di media massa saat itu Soebandrio dilabeli Durno, tokoh pewayangan yang culas dan licik.
-
Siapa Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo? Kartosoewirjo merupakan tokoh populer di balik pemberontakan DI/TII pada tahun 1948.
-
Siapa Serka Sudiyono? Serka Sudiyono adalah anggota TNI yang bekerja sebagai Babinsa di Desa Kemadu, Kecamatan Sulang, Rembang.
"Tetapi kemarin rakyat desak saya, kalau saya nomor satu, Insya Allah," ujarnya.
Ditemani pisang goreng, tahu isi dan kopi hitam, Susno menjawab pertanyaan merdeka ajukan. Berikut petikan wawancara Susno kepada Didi Syafirdi, Wisnoe Murti, Arbi Sumandoyo dan juru kamera, Nuryandi Abdurohman sebelum bertolak ke Solo, Jawa Tengah buat melepas kangen dengan cucunya.
Apa kesibukan Anda Sekarang?
Jadi sebenarnya kalau kita diruntut sekarang, di akun media sosial saya. Kan saya selalu berbicara soal rakyat kecil ya. Masalah petani, pedagang kaki lima, pedagang asongan, kemudian masalah nelayan, itu yang saya bicarakan. Tidak pernah saya bicara bahwa ini, pakai jas atau apa. Saya selalu bicara ini.
Kenapa begitu?. Pertama kecintaan saya dengan petani. Kemudian kedua saya adalah bagian dari mereka. Saya ini petani sejak kecil. Bapak saya petani, ibu saya adalah petani. Kemudian menjelang saya SMP ibu saya buka warung. Mungkin karena tidak kuat lagi bertani. Anaknya banyak delapan. Nah kemudian bapak saya pindah, profesinya tetap petani merangkap jadi sopir.
Mengapa saya memposting masalah petani dan lain sebagainya. Saya ini adalah bagian dari petani dan rakyat kecil dan saya lahir dari keluarga petani, anak kedua dari delapan bersaudara. Menjelang saya SMP, kedua orang tua saya pindah provinsi dan buka warung, karena mungkin tidak kuat. Bapak saya tetap petani dan merangkap jadi sopir. Makanya kadang-kadang saya tulis sopir dan petani. Nah saya SMA, bapak saya terpilih menjadi kepala marga di situ. Tidak ada gaji. Hanya orang yang dituakan di situ.
Kenapa orang dituakan? Iru kan berdasarkan silsilah. Terpilih lah bapak saya. Lulus SMA saya inginnya masuk pertanian, karena saya tidak punya duit dan juga adik saya banyak. Saya cari sekolah gratis. Kenapa saya ingin masuk sekolah pertanian? Selain saya suka bertani, saya juga terpesona melihat penyuluh pertanian yang menggunakan sepeda motor trail. Sepeda motor itu pada tahun 1970-an sangat populer. Saya pikir kalau saya punya motor itu, gadis desa pasti lirik saya semua.
Playboy lah. Alhamdulillah tidak punya duit kemudian cari sekolah gratis. Akhirnya saya cari sekolah gratis. Waktu itu buka AKABRI, daftar lah saya dan diterima di Akademi Kepolisian. Saya tidak tahu mau jadi apa. Apa mau jadi apa, tamat-tamat, berharap jadi kopral, tahu-tahu jadi bintang tiga. Terus jadi setelah saya pensiun, saya kan lebih banyak di desa. Apakah saya benar bertani macul sendiri, tidak. Jelas saya tidak kuat. Kalau ada yang mengatakan itu, itu bohong. Sawah itu saya garap bagi hasil. Apakah saya benar turun ke sawah, ya karena saya juga harus merasakan.
Seminggu berapa kali?
Hampir tiap hari. Kalau tidak ke sawah, saya ke kebun. Makanya ada wartawan yang mau lihat, silakan lihat. Harga Kopi harga beras tidak cocok, tetapi karena saya senang. Damai di situ. Tidur, bangun lalu ngobrol dengan petani di situ. Tidak ada saya dengar berita DPR di sana..Hahahahaha.. Jadi senang. Saya senang angkat itu, silakan angkat facebook saya di situ. Banyak di sana sejarah tentang banyak hal. Banyak memang yang mengatakan ini karena Pilkada, tetapi saya sudah jauh melakukan sebelum itu. Bagaimana mau maju, saya punya partai saja tidak.
Saya ini non partai, cuma anehnya, aneh bin ajaib, saya memposting pertanian, pasti komentarnya untuk Sumatera Selatan satu. Makanya saya bingung jawabnya. Apa jawabnya? Terima kasih sudah di doakan. Lebih aneh lagi karena banyak yang mengatakan untuk Sumsel satu, beredar posko-posko itu. Saya hanya bilang, asal jangan pasang gambar saya, di baliho atau spanduk-spanduk di tempat umum, saya enggak mau. Kenapa? Saya ini sudah tua, pensiun dan senang dengan cucu, apalagi yang saya cari. Yang saya cari sudah ketemu, kedamaian menjadi petani. Nah kenapa saya selalu ungkap, masalah petani dan lain sebagainya itu kan . Kalau ada yang tanya, kenapa tidak tahun lalu. Tahun lalu kan di penjara, masa BBM-an. Setelah saya bebas kemudian saya mulai, main twitter kemudian facebook, instagram. Kenapa tidak dulu? Emang bisa di penjara.
Bukannya bisa di penjara?
Berarti bisa-bisa ku dong. Nah apa tujuan saya, Tujuan saya ini supaya ada perhatian. Saya coba tuliskan harga karet, saya tuliskan harga ikan, saya tuliskan soal kaki lima. Saya ini ketua umum TP Sriwijaya, itu adalah organisasi lima provinsi, bekas kerajaan Sriwijaya. Jambi, Lampung, Bengkulu, Bangka Belitung. Kemudian siapa penasehat, siapa pelindung itu adalah tokoh-tokoh daerah yang ada di Jakarta, seperti Pak Zulkifli, Pak Hatta, Pak Taufik Kiemas, sebagai pembinanya. Saya terpilih sampai 2021.
Berarti Anda baru menjabat?
Iya kemarin baru dilantik di Taman Mini. Nah tugasnya apa?, tugasnya adalah mitra pemerintah dalam pembangunan. Nah bagaimana kita tidak bangun, kita hanya bagaimana masukan-masukan, bagaimana membangun ekonomi kerakyatan dan bagaimana agar pasar-pasar tradisional tidak tergusur. Kemudian bagaimana pasar tradisional dimodernisasi tetapi tidak ada penggusuran. Modernisasi yang becek dijadikan keramik, Yang sumpek dibikin Ac, tetapi jangan ditambah biaya, ditambah pungutan dan jangan di usir. Nah inilah kami berikan masukan-masukan kepada pemerintah. Itulah tugas-tugas Sriwijaya. Nah itu lah kenapa saya posting-posting itu.
Untuk siapa, ya paling tidak saya kebagian juga. Paling tidak kalau pupuk subsidi mudah didapat saya senang. Paling tidak kalau harga gabah bisa naik saya senang. harga karet bisa naik saya senang. Mengapa begitu? Ingin menaikkan harga beras di petani, tetapi tidak ingin menyengsarakan rakyat Indonesia. Kenapa? Beras sekarang itu mahal. Coba lihat di toko, beras sekarang itu harganya Rp 9500 sampai Rp 10.000. Beras yang sudah di plastik berapa, Rp 12.000. Tetapi kalau beli di petani, gabah itu hanya Rp 5800. Berarti siapa yang makan? Berarti ada sesuatu yang keliru. Ada pasar yang keliru.
Tolong lah yang berkuasa benahi ini. Kami tidak menghendaki harga beras Rp 50.000. Tetap seperti sekarang harganya, tetapi harga di petani dinaikkan. Terus kami juga tidak menghendaki harga karet murah. Dulu harga karet pernah mencapai Rp 25.000 kok, karetnya sama. Lah ada yang bilang kualitas karetnya beda? Lah sejak zaman Belanda kualitas karetnya sama kok. Pernah Rp 25.000, sekarang Rp 5.000 dan pernah menyentuh Rp 4.000. Ayo kita teriak, teriak lewat media, saya suarakan. Nah kalau ini kemudi pasarnya, harusnya pemerintah turun tangan dong. Massa yang menentukan harga karet Malaysia. Mobil bertambah dan ban tambah, ini kan karet semua.
Terus kemudian harga ikan, bagaimana mau kaya? Pagi hari ikan ditangkap dan dijual di jalan itu harganya mahal, kemudian makin sore harganya makin turun dan kalau tidak terjual, busuk kan?. Ya mbok dibantu lah, dibuat pendingin atau dibuat pasar ikan lah.
Berarti sekarang aktivitas Anda lebih banyak bertani?
Ya begitulah.
Bagaimana hasilnya?
Ya sebagian dijual karena itu kan bagi hasil, sisanya lagi ada untuk konsumsi. Kalau mau dilihat di rumah saya ada, kemarin saya bawa 50 Kilogram, dari sana. Saya bilang, kamu pakai mobil, saya pakai pesawat. Tiap bulan saya bawa beras, termasuk kopi juga. Saya minum kopi dari situ dan makan beras dari situ. Nah terus tidak ada sama sekali kaitannya dengan Pilkada, itu enggak. Bahkan, sampai detik ini dari mulut saya, belum pernah tercetus saya mau nyalon. Itu belum. Tetapi kemarin rakyat desak saya, kalau saya nomor satu, insya Allah.
Tetapi Anda ada keinginan juga?
Belum terpikir.
Kalau ada desakan dan ada partai yang meminang?
Kalau partai ada. Tetapi kan yang menjadikan itu bukan partai. Misalnya seluruh partai dukung saya 100 persen, tetapi kalau rakyat tidak mendukung maunya apa. Misalnya begini, saya membawa dukungan kertas sekian kursi, memangnya kursi yang jadiin?. Jadi saya itu dan saya katakan berkali-kali untuk mengabdi kepada rakyat itu tidak perlu mencari jabatan. Tidak perlu menjadi gubernur, tidak perlu menjadi camat dan saya pesan juga yang saya posting itu jangan justru terpusat pada pribadi saya. Sekarang kan isunya jadi susno, padahal isunya yang saya angkat adalah petani menjerit. Tetapi enggak apa lah, setiap awal memang begitu dulu. Dari sosok dulu. Tetapi mari kita sama-sama wartawan, apa yang saya suarakan ini bukan hanya dari kampung saya, tetapi petani di seluruh Indonesia.
Kemarin saya baca tanggapan, Pak di tempat saya di Sulawesi begitu, pak kami di Jawa Barat begitu. Berartikan Indonesia. Kita hanya ingin bangun yang triliunan, yang mahal-mahal, padahal mereka tidak minta diperhatikan yang macam-macam. Dia pedagang di sektor informal itu, jangan digusur, ada kepastian. Tidak perlu diberikan modal ratusan miliar, kalau tidak ada modal ya tidak apa-apa. Dan itu candra dimuka untuk pribumi latihan kan, masuk ke pasar dan terbukti banyak yang sukses dan menjadi pedagang besar.
Itu saya baca riwayat hidup Chairul Tandjung, itukan masuk dari pasar kan?. Jangan dihilangkan dengan alasan modernisasi, dengan alasan mengganGgu keindahan. Kalau keindahannya diganggu ya diperindah, kalau kurang modern ya dimodernisasi,bila perlu. Tetapi mereka jangan digusur.
Jadi menurut Anda tidak perlu dengan penggusuran?
Ya tidak perlu lah.
Bagaimana tanggapan dari keluarga?
Kalau keluarga yang penting saya happy (senang), monggo (silakan). Istri juga dorong kok.
Berarti sekarang sudah menetap di Palembang?
Tidak, KTP saya Jakarta kok. Bukan Palembang tetapi Dusun Kota Pagar Alam. Kalau di Palembang itu saya sama seperti Jakarta.
Jadi memilih tinggal di dusun dibanding tinggal di Jakarta?
Kalau saya bisa milih saya inginnya di situ, apalagi kalau cucu saya ingin ikut. Kakak saya tinggal didusun yang bekas pensiunan Bupati dan saudara-saudara saya yang bekas anggota DPR juga tinggal di dusun. Bagi kami bertani adalah hal yang biasa. Justru aneh bagi kami kembali ke dusun tidak bertani.
Berarti setelah bebas langsung ke sana?
Masih bolak-balik. Pernah saya mengisi seminar juga, ketika itu sampai di Bali, di Denpasar, ada yang undang saya, itu saya isi. Begitu juga HMI, kemarin dia mengundang saya dan tidak bisa saya penuhi, kebetulan dia sedang ada pelatihan di Palembang. Mohon maaf, saya lebih penting cucu, mohon maaf termasuk temannya kemarin yang datang ke sana. Ada yang tidak bisa saya abaikan. Cucu adalah nomor satu. Kalau dulu waktu masih menjabat jelas, negara paling utama. Handphone itu ada di bawah bantal selalu. Tidak bisa mati. Tetapi kalau saya sekarang, saya selalu lihat handphone, ada tidak cucu saya panggil.