Perma 3/2017 Jawaban atas Kompleksitas Disparitas Hak Perempuan di Mata Hukum
Penerapan asas persamaan kedudukan di muka hukum masih sering menjadi momok bagi para pencari keadilan, khususnya bagi kaum wanita.
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum tanpa adanya diskriminasi ataupun perbedaan gender. Kalimat tersebut merupakan prinsip dasar dalam hukum dan hak asasi manusia.
Penerapan asas persamaan kedudukan di muka hukum masih sering menjadi momok bagi para pencari keadilan, khususnya bagi kaum wanita yang cenderung mendapat perlakuan yang mengarah pada kasus diskriminasi. Pada faktanya, dalam usaha pemenuhan haknya perempuan seringkali menghadapi rintangan seperti diskriminasi dan pandangan stereotip negatif berdasarkan gender.
-
Apa contoh kesetaraan gender di bidang hukum dan peradilan? Salah satu contoh nyata dari kesetaraan gender dalam hukum dan peradilan adalah hak dan perlindungan terhadap kekerasan dalam rumah tangga. Sebelumnya, kasus kekerasan dalam rumah tangga sering kali dianggap sebagai masalah pribadi yang tidak perlu campur tangan hukum. Namun, sekarang ini ada undang-undang yang jelas dan melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga, tidak peduli apakah korban tersebut adalah pria atau wanita.
-
Kapan Malaysia merdeka? Negara monarki konstitusional ini baru memperoleh kemerdekaannya pada 31 Agustus 1957.
-
Apa yang dimaksud dengan kemerdekaan? Hari ini, tepat 78 tahun yang lalu, Indonesia menyatakan diri sebagai sebuah negara merdeka. Merdeka dari segala penjajahan fisik dan mental kolonialisme yang telah beratus tahun bangsa ini alami.
-
Kapan Indonesia merdeka? Hari ini, tepat 78 tahun yang lalu, Indonesia menyatakan diri sebagai sebuah negara merdeka.
-
Mengapa penting untuk menerapkan kesetaraan gender? Penerapan kesetaraan gender di masyarakat memiliki sejumlah manfaat yang signifikan, di antaranya: 1. Peningkatan Kesejahteraan Sosial: Dengan memberikan kesempatan yang sama kepada semua individu tanpa memandang jenis kelamin, kesetaraan gender dapat mengurangi kemiskinan, meningkatkan akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pekerjaan, serta menciptakan masyarakat yang lebih inklusif dan adil.
-
Kapan pujian yang berfokus pada gender bisa menjadi merendahkan? Kalimat ini seolah-olah menyiratkan bahwa pencapaian tertentu jarang terjadi pada kelompok tertentu, sehingga keberhasilan individu tersebut dianggap sebagai pengecualian yang langka.
Dalam Pasal 1 Convention on the Elimination of All Form of Discrimination Against Women (CEDAW) yang menyatakan bahwa diskriminasi terhadap perempuan artinya adalah setiap pembedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil, atau apapun lainnya oleh wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita.
Perbedaan gender sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang perbedaan tersebut kemudian tidak dipahami sebagai suatu persepsi yang mengarah kepada ketidakadilan gender (gender inequality). Namun yang menjadi persoalan, ternyata perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, baik terhadap laki-laki maupun perempuan. Ketidakadilan gender merupakan bentuk perbedaan perlakuan berdasarkan alasan gender, seperti pembatasan peran, pemikiran atau perbedaan perlakuan yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran atas pengakuan hak asasi, persamaan hak antara perempuan dan laki-laki maupun hak dasar dalam berkehidupan sosial, budaya dan lain-lain.
Meskipun pada dasarnya hukum kita telah menjamin tentang perlindungan terhadap hak-hak perempuan, terlebih dalam rangka mengedepankan asas persamaan hak warga negara di hadapan hukum, namun pada realitanya hal ini masih sangat sulit untuk diterapkan. Dalam penyelesaian perkara pidana yang melibatkan perempuan, penerapan hukum masih sering hanya berfokus pada hak-hak tersangka/terdakwa sementara hak korban diabaikan, sebagaimana diungkapkan oleh Andi Hamzah “Dalam membahas hukum acara pidana khususnya yang berkaitan dengan hak asasi manusia, ada kecenderungan untuk mengupas hal-hal yang berkaitan dengan hak-hak tersangka tanpa memperhatikan pula hak-hak para korban.” Walaupun pelaku dihukum, ada putusan Hakim yang belum mempertimbangkan dampak fisik, psikis dan trauma yang dialami perempuan korban. Selain itu penggantian ganti rugi dan proses pemulihan dalam sistem peradilan pidana terpadu belum maksimal.
Kesetaraan Gender sering digemakan oleh para aktivis sosial, kaum perempuan hingga para politikus Indonesia hal ini dikarenakan kesadaran kaum perempuan akan kesetaraan gender semakin meningkat seraya mereka terus menuntut hak yang sama di hadapan hukum. Beberapa regulasi kemudian diterbitkan dalam rangka untuk memastikan peradilan yang bebas dari diskriminasi sehingga kemudian dapat mengafirmasi rasa keadilan bagi perempuan ketika berhadapan dengan hukum. Oleh karna itu dalam menjalankan tugasnya para aparat penegak hukum harus memberikan perlindungan kepada perempuan saat berhadapan dengan hukum dengan menerapkan asas-asas seperti:
Penghargaan atas harkat dan martabat manusia;
Non-diskriminasi;
Persamaan di depan hukum;
Keadilan;
Kemanfaatan;
Kepastian hukum.
Mahkamah Agung Republik Indonesia tahun 2017 menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) No. 3 tahun 2017 tentang Perempuan berhadapan dengan dengan hukum. Penerapan PERMA ini kemudian menjadi pedoman bagi para hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum (PBH) bertujuan:
Agar Hakim memahami dan menerapkan asas-asas di atas
Agar Hakim dapat mengidentifikasikan situasi perlakuan yang tidak setara sehingga mengakibatkan diskriminasi terhadap perempuan
Menjamin hak perempuan terhadap akses yang setara dalam memperoleh keadilan
Diharapkan dengan adanya Peraturan Mahkamah Agung Republik Indonesia (PERMA) Nomor 3 Tahun 2017 tentang Perempuan berhadapan dengan hukum tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum di Indonesia ini dapat mengoptimalkan aksesibilitas keadilan bagi perempuan berhadapan dengan hukum.
Perempuan berhadapan dengan hukum; solusi kedepannya
Kelahiran PERMA Nomor 3 Tahun 2017 telah menjadi simbol harapan dalam memberikan perlindungan hukum bagi perempuan terlebih saat berhadapan dengan hukum. Meskipun dalam pengimplementasinya masih belum begitu optimal dikarenakan adanya hambatan yang terjadi dan terkadang aparat penegak hukum sendiri yang tidak menerapkan peraturan terkait perlindungan hukum bagi perempuan itu sebagaimana mestinya.
Perlu dan penting untuk dilakukan pembaharuan peraturan perundang-undangan yang mengatur terkait perlindungan hukum bagi perempuan dan dilakukan upaya untuk mengatasi hambatan yang ada dengan cara sosialisasi yang berkelanjutan mengenai implementasinya disertai dengan pengawasan dan evaluasi, jangan sampai PERMA ini hanya menjadi pedoman manis tanpa implementasi karena semakin perempuan mengalami ketidakkesetaraan gender atau diskriminasi maka akan semakin terbatas akses perempuan terhadap berkehidupan di dalam masyarakat.
Dalam menegakkan keadilan diperlukan pemahaman yang sama antar lembaga aparat penegak hukum dan masyarakat untuk menjamin kesetaraan gender tersebut terlaksana di setiap tahap proses penyelesaian perkara yang melibatkan perempuan berhadapan dengan hukum.
Ke depannya, terdapat sebuah harapan bagi seluruh perempuan di mana kita tak perlu takut dan merasa lemah ketika menghadapi permasalahan yang berhadapan dengan hukum. Tunjukkan kita berani untuk menuntut keadilan, tunjukan kita paham tentang mekanisme hukum yang telah diatur. Bersama–sama kita bantu pemerintah dan saudara kita untuk memahami dan mensosialisasikan PERMA Perempuan Berhadapan dengan Hukum kepada perempuan Indonesia karna peran kita juga sangat penting untuk menegakan keadilan bagi perempuan.
Lawan kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan!
(mdk/has)