Toyota Indonesia: Transisi Energi Dulu, Netralitas Karbon Kemudian
Toyota Indonesia siap berkolaborasi bersama kalangan akademis untuk memberikan edukasi dan menyelaraskan pemahaman masyarakat khususnya generasi muda, untuk berpartisipasi aktif mendukung peta jalan energi nasional.
Toyota Indonesia siap berkolaborasi bersama kalangan akademis untuk memberikan edukasi dan menyelaraskan pemahaman masyarakat khususnya generasi muda, untuk berpartisipasi aktif mendukung peta jalan energi nasional.
Implementasi transisi penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) berperan penting terhadap transformasi energi ramah lingkungan. Apalagi Indonesia memiliki sumber daya EBT berlimpah, seperti tenaga surya, angin, panas bumi, bioenergi, energi laut, dan sebagainya.
-
Kenapa Toyota Kijang dibuat sebagai mobil niaga? Lahir akibat kebijakan Presiden Soeharto bernama Kendaraan Bermotor Niaga Sederhana (KBNS) pada era 1970-an.
-
Kapan Toyota mulai memasukkan teknologi elektrifikasi ke mobil-mobil nya di Indonesia? Sebagai bagian dari Multi Pathway Strategy untuk berkontribusi menekan emisi karbon, Toyota telah menjadi pionir kendaraan elektrifikasi di Indonesia, dengan memasukkan teknologi elektrifikasi sejak tahun 2009.
-
Apa yang membuat Toyota menjadi merek otomotif No. 1 di Indonesia? Setiap tahun, Toyota jadi merek otomotif No 1 di Indonesia dengan pangsa pasar lebih dari 31 persen, setara penjulana sekitar 300 ribu unit per tahun.
-
Kenapa Toyota memutuskan untuk menjual Vios di Indonesia? Meskipun ragu karena popularitas Toyota Soluna yang tinggi, Toyota akhirnya memutuskan untuk menghadirkan Vios ke Indonesia pada tahun 2003.
-
Bagaimana Toyota dan Astra berhasil menjalin kerjasama? Dan dibantu lobi Soedjomo Hoemardani, asisten pribadi Presiden Soeharto, jadilah Toyota memilih Astra sebagai mitra di Indonesia (hlm 76).
-
Kapan Toyota Kijang pertama kali diproduksi? Bertahan selama 46 tahun di pasar otomotif Indonesia pada Juni tahun ini, dengan populasi lebih dari 2 juta unit Toyota Kijang lahir pada 9 Juni 1977.
Pemerintah Indonesia menargetkan netralitas karbon pada 2060 mendatang.
“Transisi menuju energi baru terbarukan berperan penting dalam menjaga ketersediaan energi dan lingkungan lebih hijau untuk generasi di masa datang. Kami meyakini netralitas karbon suatu keniscayaan. Harapannya, kita bersama-sama menyikapi perubahan yang tidak bisa dielakkan sebagai kesempatan baik untuk optimalkan pertumbuhan bangsa Indonesia,” ujar Bob Azam, Direktur Hubungan Eksternal PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), kemarin (12/10).
Menurut Bob, kalangan akademis sangat strategis untuk melahirkan inovasi-inovasi teknologi yang dapat diterapkan di industri otomotif, dari proses hulu hingga hilir oleh industri. Ini merupakan salah satu kunci keberhasilan untuk memperdalam pemahaman terkait peta jalan EBT di Indonesia. Seperti di industri otomotif melalui Life Cycle Assesment (LCA), yang menjadi bentuk kontribusi nyata terhadap pengurangan karbon emisi.
Melalui transformasi industri otomotif, Toyota Indonesia hadir dengan pendekatan multipathway. Ini sinergi ragam teknologi kendaraan elektrifikasi dan pemanfaatan energi rendah emisi, seperti biofuel, etanol, dan hydogren, serta optimalisasi implementasi energi baru dan terbarukan (EBT) dalam proses manufaktur lebih ramah lingkungan.
Transisi energi sebagai kunci penurunan emisi karbon di Indonesia menjadi fokus tema rangkaian Seminar Nasional tahap ke-3 di Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya, kemarin (11/10).
Seminar nasional ini mengangkat tema “Transisi Energi Baru Terbarukan Menuju Net Zero Emission (NZE) dan Tantangannya”. Seminar nasional tahap ketiga bersama ITS ini fokus pada pembahasan transisi EBT sebagai prioritas nasional pemerintah.
Seminar ini juga merupakan aksi nyata sinergi triple-helix antara pemerintah, akademisi, dan industri untuk bersama-sama berkolaborasi mewujudkan penurunan emisi karbon di Indonesia.
Setelah ITS, seminar nasional ini akan menyambangi Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Gajah Muda (UGM), Universitas Sebelas Maret (UNS), dan Universitas Indonesia (UI).
Seminar Nasional ke-3
©2022 Merdeka.com
Seminar nasional ke-3 di ITS ini terbagi menjadi dua sesi. Sesi pertama, ada 4 pembicara yang hadir dengan Dirjen Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kemenperin RI Taufiek Bawazier sebagai keynote speaker.
Narasumber lainnya, Co-Founder & Direktur Indonesia Research Institute for Decarbonization Paul Butarbutar, yang memaparkan kaitan dari sistem ekonomi rendah karbon dengan transisi EBT, serta implikasinya ke sektor industri manufaktur dan otomotif.
Joni Hermana dari ITS menjelaskan soal pengaruh energi terbarukan ke lingkungan dan perspektif akademi dalam tantangan/kesempatan untuk konsep transisi EBT.
Dan Yoshiaki Ishimoto, Vice President Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing, memaparkan informasi detail mengenai peran otomotif industri untuk transisi EBT menuju net zero emission (NZE) di Indonesia.
Pada sesi kedua, Direktur PLN Wiluyo Kusdwiharto menjelaskanmengenai strategi PLN untuk transisi EBT menuju NZE. Sementara Presiden Direktur PT Pertamina Gas Gamal Imam Santoso memberikan peta jalan dan strategi energi transisi di Pertagas untuk netralitas karbon.
“Dengan menggandeng peran aktif akademisi, seminar ini dapat mengedukasi dan memperdalam pemahaman mahasiswa sebagai generasi penerus mengenai peta jalan pemerintah memasuki era EBT dan implementasinya. Semoga semua elemen masyarakat dapat berkontribusi aktif dan turut serta memanfaatkan EBT sebagai upaya pengurangan emisi demi Indonesia yang lebih bersih dan dapat dinikmati secara berkelanjutan di masa depan,” pungkas Bob.
Toyota Indonesia meyakini peningkatan kualitas dan pengetahuan SDM nasional merupakan elemen penting untuk mencapai target netralitas karbon.