Bung Kecil, Bapak bangsa yang jago lakukan diplomasi kancil
Bukan Sukarno, bukan Hatta tapi Bapak pendiri bangsa yang satu ini jago berdiplomasi dengan dunia internasional.
Bukan Sukarno, juga bukan Hatta tapi salah satu Bapak pendiri bangsa yang satu ini jago berdiplomasi dengan dunia internasional demi pengakuan Indonesia di mata dunia. Siapakah sosoknya?
Beliau adalah sosok pria berpostur tubuh kecil kelahiran tanggal 5 Maret, 107 tahun yang lalu. Meski memiliki postur badan yang kecil hingga dipanggil Bung Kecil, namun perannya sangat besar dalam mewujudkan kemerdekaan Indonesia. Beliau adalah Sutan Sjahrir (baca: Syahrir).
Pasca kemerdekaan di rentang waktu tahun 1945-1949, Indonesia masih tergolong negara yang 'rapuh' karena belum memiliki sistem pemerintahan yang jelas dan terstruktur. Saat itu Sukarno diangkat menjadi presiden, sedangkan posisi wakil presiden dipercayakan pada Hatta dan keduanya berperan sebagai lembaga eksekutif. Kemudian dibentuk Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi sebagai badan legislatif (DPR) sebagai penyeimbang keberadaan eksekutif.Sjahrir pun dipercaya penuh untuk menjabat sebagai ketua KNIP. Akhirnya pada tanggal 14 November 1945 Sjahrir diangkat sebagai Perdana Menteri Indonesia yang pertama saat usianya 36 tahun.
Pasca kemerdekaan, Indonesia memiliki tujuan besar yang harus dicapai. Salah satunya yaitu berjuang keras untuk bisa memenangkan pengakuan dunia internasional melalui perundingan dan perjanjian.
Tujuan besar yang penuh perjuangan tersebut dilakukan oleh dua Bapak Bangsa yakni Sjahrir dan Bung Hatta. Keduanya yakin bahwa kemerdekaan yang realistis hanya bisa dicapai secara bertahap, rapi, dan elegan, bukan frontal dengan angkat senjata.
Dalam upaya menjalankan misi untuk mendapatkan pengakuan dunia internasional ini, ada dua prestasi besar Sjahrir yang membuatnya dikenang sebagai diplomat ulung dan sangat cerdik membaca situasi dunia internasional. Pertama adalah keputusannya untuk memberikan bantuan pada India yang sedang mengalami krisis pangan. Tak tanggung-tanggung, sebanyak 500,000 ton beras dikirim pada tanggal 20 Agustus 1946. Bantuan ini pun membuat India yang saat itu masih berada dalam koloni Inggris menyambut baik. Efeknya, Inggris yang memiliki kekuatan politik yang besar di Eropa, mulai menaruh simpati pada Indonesia yang notabene hanya sebuah negara baru. Sambutan dari Inggris ini membuat Belanda gigit jari.
Tak hanya itu, Sjahrir prediksi Sjahrir bahwa India akan segera merdeka dari dari kolonisasi Inggris dan menjadi negara dengan kekuatan politik yang besar pun terwujud nyata. Hal ini dibuktikan saat India merdeka dari Inggris pada tanggal 15 Agustus 1947.
Keuntungan lainnya pun datang melalui Jawaharlal Nehru, Bapak Bangsa India sekaligus Perdana Menteri pertama yang masih ingat dengan bantuan dari Sjahrir. Beliau akhirnya mengundang Indonesia berpartisipasi sebagai peserta dalam di Konferensi Hubungan Negara-negara Asia di New Delhi.
Melalui acara ini, diplomasi internasional Sjahrir makin dikenal dan akhirnya beliau mendapatkan undangan ke berbagai negara untuk memperkenalkan Indonesia. Setelah India, Sjahrir kemudian melanjutkan rangkaian diplomasinya ke Kairo, Mesir, Suriah, Iran, Burma, dan Singapura. Semuanya memiliki tujuan yang sama, yaitu untuk membangun hubungan baik serta mendapatkan dukungan dan pengakuan dunia internasional pada Indonesia. Strategi diplomasi Sjahrir ini dikenal dengan sebutan diplomasi kancil. Memang cerdik Bapak Bangsa Indonesia yang satu ini!