10 Anggota DPRD Muara Enim Didakwa Terima Fee Proyek Rp2,3 M dari Kontraktor
Sepuluh anggota dan mantan anggota DPRD Muara Enim, Sumatera Selatan, mulai diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Jumat (20/1). Mereka didakwa menerima suap fee proyek dari kontraktor Robi Okta Fahlevi.
Sepuluh anggota dan mantan anggota DPRD Muara Enim, Sumatera Selatan, mulai diadili di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri (PN) Palembang, Jumat (20/1). Mereka didakwa menerima suap fee proyek dari kontraktor Robi Okta Fahlevi.
Sidang digelar di PN Palembang secara online, Jumat (20/1). Para terdakwa adalah Indra Gani, Ishak Joharsah, Piardi, Subahan, Mardiansyah, Fitrianzah, Marsito, Muhardi, Ari Yoca Setiaji, dan Ahmad Reo Kosuma.
-
Siapa yang ditahan KPK terkait kasus dugaan korupsi? Dalam kesempatan yang sama, Cak Imin juga merespons penahanan politikus PKB Reyna Usman terkait kasus dugaan korupsi pengadaan software pengawas TKI di luar negeri.
-
Apa yang ditemukan KPK terkait dugaan korupsi Bantuan Presiden? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan adanya dugaan korupsi dalam bantuan Presiden saat penanganan Pandemi Covid-19 itu. "Kerugian sementara Rp125 miliar," kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardika, Rabu (26/6).
-
Mengapa kasus korupsi Bantuan Presiden diusut oleh KPK? Jadi waktu OTT Juliari itu kan banyak alat bukti yang tidak terkait dengan perkara yang sedang ditangani, diserahkanlah ke penyelidikan," ujar Tessa Mahardika Sugiarto. Dalam prosesnya, kasus itu pun bercabang hingga akhirnya terungkap ada korupsi bantuan Presiden yang kini telah proses penyidikan oleh KPK.
-
Kapan Kejagung mulai mengusut kasus korupsi impor emas? Kejagung tengah mengusut kasus dugaan korupsi komoditas emas tahun 2010-2022.
-
Bagaimana Kejagung mengusut kasus korupsi impor emas? Di samping melakukan penggeledahan kantor pihak Bea Cukai, tim juga masih secara pararel melakukan penyidikan perkara serupa di PT Aneka Tambang (Antam).
-
Apa yang jadi dugaan kasus KPK? Pemeriksaan atas dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN Bupati Sidoarji Ahmad Muhdlor Ali diperiksa KPK terkait kasus dugaan pemotongan dan penerimaan uang, dalam hal ini dana insentif ASN di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Rikhi Beindo Maghaz mengungkapkan, para terdakwa didakwa menerima suap dari terpidana Robi Okta Fahlevi dengan total Rp2,3 miliar. Kebanyakan dari para terdakwa menerima Rp200 juta.
Rinciannya, Indra Gani menerima Rp460 juta; Ishak Joharsah menerima Rp300 juta; Piardi, Subahan, Mardiansyah, Fitriansyah, Marsito, Muhardi, Ari Yoca Setiaji, dan Ahmad Reo Kosuma masing-masing menerima komitmen fee Rp200 juta.
Dengan demikian, JPU mendakwakan mereka dengan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan korupsi dan juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
"Kami mendakwakan para terdakwa karena menerima komitmen fee dengan total Rp2,3 miliar. Rata-rata terdakwa menerima Rp200 juta," ungkap Rikhi.
Perkara ini merupakan pengembangan dari fakta sidang yang menjerat mantan Bupati Muara Enim, Ahmad Yani dan sejumlah pihak lain. Pemberian fee 16 paket proyek di Muara Enim tahun 2009 diberikan secara bertahap. Para terdakwa menerima setelah terpidana Robi memberikan fee kepada Ahmad Yani; mantan Wakil Bupati Muara Enim, Juarsah; mantan Ketua DPRD Sumsel, Aries HB; dan sejumlah pejabat di Dinas PUPR Muara Enim.
Setelah pembacaan dakwaan, sidang yang dipimpin ketua majelis hakim Efrata Happy Tarigan itu ditunda hingga Rabu, 26 Januari 2022.
Siapkan Eksepsi
Penasihat sejumlah terdakwa, Husni Chandra meminta persidangan digelar secara offline karena sering terkendala jaringan. Para terdakwa diminta dipindahkan dari Jakarta ke Palembang.
"Kami minta para terdakwa dipindahkan agar sidang digelar secara offline, jaringan sering macet jadi sidang tidak optimal," ujarnya.
Terkait dakwaan, pihaknya menyiapkan eksepsi pada sidang berikutnya. Alasannya, sejumlah terdakwa sudah mengembalikan uang suap dari kontraktor.
"Uangnya sudah dikembalikan, makanya kami yakin klien kami tidak bisa lagi diproses secara hukum," ungkap dia.
(mdk/yan)