25 Persen masyarakat Indonesia melakukan nikah siri
Banyak dampak buruk dari hasil nikah siri dan nikah di bawah umur.
Dalam beberapa pekan terakhir, publik digegerkan dengan pernikahan kilat Bupati Garut Aceng Fikri. Aceng yang menikahi siri Fany Octora saat masih di bawah umur itu langsung membuat publik geram.
Kasus nikah siri dan pernikahan di bawah umur ini bukan hal baru. Dalam sensus yang dilakukan oleh lembaga swadaya masyarakat (LSM) Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (Pekka), 25 persen masyarakat di Indonesia melakukan kawin siri dan nikah secara adat pada tahun 2012. Artinya pernikahan ini tidak tercatat di negara.
Sensus ini dilakukan di 111 desa dari 17 provinsi. Ada beberapa provinsi yang angka nikah sirinya di atas 50 persen. Di NTT 78 persen, Banten 65 persen, dan NTB 54 persen.
Sementara hasil penelitian dari Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama di sembilan kabupaten di Indonesia, banyak orang melakukan nikah siri dan perkawinan di bawah umur karena stigma masyarakat akan status perawan tua. Dari sembilan kabupaten itu di antaranya, Jawa Timur, Jawa Barat, NTB, Kalimantan Selatan dan Yogyakarta.
Anak perempuan-perempuan mereka segera dikawinkan di bawah umur yang kemudian tidak bisa dicatat negara karena tidak bisa memenuhi syarat. Padahal, dampak nikah siri dan kawin di bawah umur sangat banyak. Seperti secara hukum dan dampak kesehatan.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Mahasin mengatakan, dalam agama Islam pernikahan siri memang diperbolehkan. Tapi sebaiknya pernikahan harus tercatat juga di negara.
Menurutnya, ada banyak hal yang menyebabkan orang melakukan nikah siri. Salah satunya ingin menambah istri. "Seperti tidak ingin pernikahannya diketahui banyak orang, namun ingin memiliki istri lagi, akhirnya dengan jalan pintas karena tidak dapat izin makanya dilakonilah nikah siri," ujar Mahasin dalam acara Seminar Sehari yang bertajuk "Strategi Mengatasi Perkawinan Di bawah Umur dan Perkawinan Tidak Dicatat" di Hotel Haris, Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (26/12).
Biasanya, nikah siri dan kawin di bawah umur punya dampak luas. Secara hukum tidak diakui oleh negara. Ini berdampak pada tidak bisa dibuatnya kartu keluarga (KK) dan kartu tanda penduduk (KTP) dengan status nikah.
Sedangkan secara sosial, anak perempuan nikah di bawah umur akan mudah putus sekolah dan mudah cerai. Rentan juga pada penelantaran keluarga.
Dari sisi kesehatan, anak nikah di bawah umur juga rentan terinfeksi kanker mulut rahim, pendarahan hebat saat melahirkan. Sebab, reproduksi mereka belum matang.