4 Anggota DPRD DKI Jakarta kembali diperiksa KPK soal reklamasi
Selain Bestari, KPK juga memanggil anggota DPRD lainnya seperti Abdul Ghoni, Muhamad Guntur, dan Trinanda Prihantoro.
Beberapa anggota DPRD DKI Jakarta kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk dimintai keterangannya terkait penerimaan suap Mohamad Sanusi (MSN), Ketua Komisi D DPRD DKI sekaligus anggota Balegda. Hari ini KPK memanggil empat orang saksi untuk Sanusi.
"Diperiksa sebagai saksi untuk MSN," ujar pelaksana harian kabiro humas KPK Yuyuk Andriati, Rabu (15/6).
Bestari Barus yang hari ini menjalani pemeriksaan kesekian kalinya dalam kasus ini enggan berkomentar. Dia hanya berujar pemeriksaan terakhir masih dikonfirmasi soal rapat di Badan Legislasi Daerah (Balegda) DKI Jakarta soal pembahasan raperda reklamasi.
"Soal rapat di Baleg aja," kata Bestari setibanya di Gedung KPK.
Selain Bestari, KPK juga memanggil anggota DPRD lainnya seperti Abdul Ghoni, Muhamad Guntur, dan Trinanda Prihantoro, tersangka pemberi suap kepada Sanusi.
Pemanggilan para anggota DPRD DKI Jakarta setelah KPK melakukan tangkap tangan terhadap Sanusi. Diketahui pada awal tahun beberapa anggota DPRD DKI Jakarta seperti Mohamad Taufik, Mohamad Sangaji, Mohamad Sanusi, Prasetyo Edi Marsudi melakukan pertemuan di kediaman CEO Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan. Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Ariesman Widjaja pun hadir dalam pertemuan tersebut.
Diduga kuat dalam pertemuan tersebut membahas soal kontribusi yang semestinya dibayar oleh para pengembang ke Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Hal ini lantaran Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama, Ahok, berkeras menetapkan kewajiban kontribusi tambahan pengembang sebesar 15 persen, sedangkan pengembang menginginkan 5 persen saja.
Hal inilah yang masih didalami oleh penyidik KPK terkait pertemuan tersebut. Sanusi sendiri merupakan tersangka hasil operasi tangkap tangan KPK pada Kamis (31/3) di sebuah pusat perbelanjaan Jakarta Selatan. Dengan barang bukti uang pecahan 1.000 USD sebanyak 80 lembar dan 100 ribu USD sebanyak 11.400 lembar. Transaksi tersebut merupakan kali kedua setelah pemberian pertama pada 28 Maret sebesar Rp 1 Miliar.
Sanusi pun disangkakan melanggar pasal 12 a atau pasal 12 b atau pasal 11 UU Tipikor No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU No 20 Tahun 2001 jo Pasal 64 (1) KUHP.