4 Bahaya awan Cumulonimbus bagi penerbangan
Pilot Kapten Irianto sempat meminta izin pesawat melewati rute yang tidak normal akibat cuaca buruk.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) membenarkan terdapat gumpalan awal tebal pada jalur penerbangan pesawat AirAsia QZ8501, yang hilang pada Minggu (28/12) pagi. Kepala BMKG Andi Eka Satya menyebut, gumpalan awan tersebut bernama 'Cumulonimbus'.
Hal ini pun diperkuat oleh keterangan Direktur Angkutan Udara Kementerian Perhubungan Djoko Murjatmodjo, yang mengatakan Pilot Kapten Irianto sempat meminta izin pesawat melewati rute yang tidak normal akibat cuaca buruk, sebelum akhirnya hilang kontak.
Saat jumpa pers di Bandar Udara Soekarno-Hatta, Minggu (28/12), Djoko mengatakan, Air Traffic Controller (ATC) di Bandara Djuanda mengatakan hingga pukul 06.10 WIB, pesawat masih berada di ketinggian 32 ribu kaki, dan melewati jalur M635.
Baru kemudian ketika AirAsia melewati wilayah ATC Jakarta, pilot menghubungi otoritas di Soekarno-Hatta pada 06.12 WIB. Ada cuaca buruk sehingga idealnya harus keluar jalur normal.
"Pesawat kontak ATC dan di radar ada masalah, pada saat kontak pesawat menyatakan menghindari awan dari arah 35, meminta naik ke ketinggian 38 ribu kaki," kata Djoko.
Lima menit kemudian, atau tepatnya pada pukul 06.17 WIB pesawat hanya tampak sinyal di antara Tanjung Pandan-Pontianak.
"Lalu 06.18 WIB hilang dari radar hanya terlihat flight plan saja. Jadi pesawat itu ada rencana terbang ke mana, realisasinya juga ada sampai mana. realisasinya itu yang hilang," ungkap Djoko.
Pemerintah memastikan bahwa pesawat AirAsia yang mengudara berada dalam kondisi prima. Hanya saja, Djoko mengakui kondisi cuaca di sekitar lokasi hilangnya pesawat buruk. "Pesawat jelas baik, cuaca jelas sedang tidak baik. Makanya pilot minta left take," tandasnya.
Awan Cumulonimbus diduga menjadi penyebab hilangnya pesawat AirAsia nahas itu. Berikut bahaya awan tersebut:
-
Kapan AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 28 Desember 2014, pesawat AirAsia QZ8501 lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta menuju Singapura.
-
Apa yang menjadi penyebab jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501? Selain kesalahan dalam manajemen penerbangan, kurangnya pemahaman awak pesawat terhadap sistem kontrol penerbangan juga menjadi penyebab jatuhnya pesawat.
-
Bagaimana kondisi cuaca saat AirAsia QZ8501 jatuh? Kondisi cuaca yang buruk, termasuk awan tebal dan hujan deras, menjadi faktor yang sangat memengaruhi kejadian tersebut.
-
Kenapa AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata? AirAsia QZ8501 jatuh di Selat Karimata pada 28 Desember 2014 karena penyebab utamanya adalah kesalahan dalam manajemen penerbangan.
-
Dimana pesawat AirAsia QZ8501 jatuh? Pada 30 Desember 2014, badan pesawat dan puing-puing lainnya ditemukan di dasar laut Selat Karimata.
-
Kenapa kontrak kerja Qorry di Air Asia tidak diperpanjang? Pertemuan Zoom itu diadakan jam satu siang. Pertemuan itu berlangsung 30 menit. Di situ chief atau atasan Qorry meminta maaf karena situasi penerbangan tidak memungkinkan, sehingga kontrak Qorry tidak diperpanjang.
Awan Cumulonimbus terdapat petir dan angin
Cumulonimbus adalah awan vertikal menjulang yang sangat tinggi (2.000-16.000 meter), padat, dan di dalamnya mengandung badai petir serta cuaca dingin.
Cumulonimbus berasal dari bahasa latin "cumulus" berarti kumpulan dan "nimbus" berarti hujan. Awan ini terbentuk karena ketidakstabilan atmosfer. Awan-awan ini dapat terbentuk sendiri atau berkelompok. Awan ini membesar secara vertikal, bukan horizontal sehingga bisa berbentuk seperti jamur menjulang.
Petir yang berada di jantung awan bisa menimbulkan curah hujan tinggi dan angin kencang. Petir ini biasanya menghilang setelah 20 menit. Namun jika terdapat energi matahari di atmosfer, petir bisa makin banyak dan berlangsung hingga hitungan jam. Awan ini biasa ditemukan di kawasan tropis.
Awan Cumulonimbus bisa bikin pesawat goyang
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Andi Eka Satya menuturkan, bentuk awan Cumulonimbus memang tebal dan di dalamnya terdapat petir dan angin. Maka itu, tak heran bahwa jenis awan itu selalu dihindari pesawat.
"Awan itu biasanya dihindari oleh pilot. Bentuknya tebal sekali, dan ada ulakan-ulakan. Kalau lewat di dalamnya bikin pesawat goyang," kata Andi kepada merdeka.com, Minggu (28/12).
Andi menambahkan, lokasi awan Cumulonimbus saat kejadian hilang kontak pesawat AirAsia QZ 8501 itu berada di antara Belitung dan Kalimantan. "Dari lokasi itu yang kita punya, memang sedang ada kumpulan awan yang tebal. Itu terjadi di sekitar Belitung sampai Kalimantan," ujarnya.
Awan Cumulonimbus wajib dihindari pesawat
Dirut AirNav Indonesia Bambang Tjahjono menyatakan awan Cumulonimbus yang diduga dihindari pesawat AirAsia QZ 8501 memang bersifat berbahaya. Dalam rencana penerbangan pun telah jelas direkomendasikan guna menghindari awan jenis ini.
"Kalau namanya awan CB (Cumulonimbus) harus dihindari. Kan dari awal sudah ada rencana terbang peta cuaca satelit dan lain-lain sehingga dari awal dia harus menghindar," kata Bambang di kantor otoritas bandara Soekarno Hatta Tangerang, Senin (29/12).
Menurutnya, tak ada cara lain menghadapi awan cumulonimbus selain menghindarinya. Maka jika bertemu Cumulonimbus tak nekat untuk menerabas.
"Balik, jangan terbang ke situ. Kembali, menghindar yang ke tidak ada awannya," terang dia.
Musuh bersama, Cumulonimbus bisa banting pesawat
Dirut AirNav Indonesia Bambang Tjahjono menjelaskan, awan Cumulonimbus merupakan musuh bersama dalam penerbangan. Pesawat yang tahan badai pun disarankan tak melawan awan tersebut.
"Musuh dalam penerbangan kan awan CB. Kalau masuk ke awan bisa kebanting-banting," kata Bambang di kantor otoritas bandara Soekarno Hatta Tangerang, Senin (29/12).
Diketahui, Kejadian hilang kontak pesawat AirAsia QZ 8501 diduga dimulai ketika pilot menghindari awan. Kementerian Perhubungan juga mengakui saat kejadian cuaca memang tidak baik.