Alasan mahal & takut rugi, Menkes ogah teliti manfaat ganja
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek memastikan tak akan melakukan penelitian terhadap tanaman ganja sebagai obat. Sebab, dia menyebut penelitian itu menelan biaya mahal dan ada baiknya dilakukan untuk meneliti hal lain. Apalagi diyakininya ganja tak memiliki benefit besar sehingga tak akan melakukan.
Menteri Kesehatan Nila F Moeloek memastikan tak akan melakukan penelitian terhadap tanaman ganja sebagai obat. Sebab, dia menyebut penelitian itu menelan biaya mahal dan ada baiknya dilakukan untuk meneliti hal lain. Apalagi diyakininya ganja tak memiliki benefit besar sehingga tak akan melakukan.
"(Penelitian) mahal kan, jadi kita harus prioritas lah. Penelitian yang menghasilkan benefitnya besar kita lakukan tapi kalau penelitian sudah mahal dan benefitnya kecil rugi dong. Dan kita masih bisa pikir yang lain. Dan penelitian yang lain masih banyak," kata Nila di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/4).
Nila mengatakan, penelitian terhadap ganja telah dilakukan banyak. Namun, dia mengklaim, penelitian di negara lain membuktikan ganja bukan menghilangkan penyakit namun hanya dapat mengurangi rasa sakit.
"Sudah ada penelitian tapi enggak pernah bisa berhasil. Ini bukan kita (yang meneliti) di luar negeri sudah melakukan. Di Amerika sangat berhati-hati dari uji klinik pada ratusan ribu manusia lebih besar pada resikonya. Jadi enggak gitu bagus sih, jadi saya rasa belum bisa ya (diteliti)" katanya.
"Karena itu setahu kita memang hanya mengurangi simtoma, rasa sakit, rasa ini, itu yang kita pake. Jadi bukan untuk penyembuhan. Jadi sekali lagi belum bisa dibuktikan," sambung dia.
Penelitian terhadap tanaman ganja atau cannabis sebagai obat pernah diajukan ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan pada 9 Oktober 2014. Surat diajukan Yayasan Sativa Nusantara dengan nomor surat 10/LGN/RH/X/2014 tentang Optimasi Kandidat Obat (Lead) Diabetes Menggunakan Ekstrak Akar, Bunga dan Biji Cannabis.
Pada tanggal 30 Januari 2015, Kementerian Kesehatan mengeluarkan surat balasan yang ditandatangani oleh Kepala Balitbangkes dengan nomor LB.02.01/III.03/885/2015 tentang Izin Penelitian Menggunakan Cannabis.
Direktur Pelaksana Yayasan Sativa Nusantara, Inang Winarso menjelaskan dalam surat balasan dari Kementerian Kesehatan tersebut tertulis izin melakukan penelitian harus berdasarkan dari dua pihak. Yaitu pihak pertama dari Tim Peneliti yang dibentuk oleh Yayasan Sativa Nusantara dan pihak kedua yang dibentuk oleh Balitbangkes Kementerian Kesehatan. Namun, penelitian belum dilakukan karena Balitbangkes sampai sekarang belum membentuk tim peneliti.
"Nah Balitbangkes Kemenkes belum menunjuk tim peneliti, padahal surat perintah keluar 2015," kata Inang kepada merdeka.com, Senin pekan lalu.
Inang menjelaskan penelitian terkendala hanya pada belumnya Balitbangkes membentuk tim peneliti. Padahal, dalam surat lokasi penelitian telah ditetapkan yaitu di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Tanaman Obat dan Obat tradisional milik Kementerian Kesehatan di Jalan Raya Lawu no 11, Tawangmangu Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah.
Yayasan Sativa Nusantara sendiri sejak surat dikeluarkan telah menunjuk Prof. Dr. Musri Musman M.Sc ahli kimia bahan alam Universitas Syah Kuala sebagai pemimpin tim ahli. Sedangkan, Inang Winarso menjadi Ketua Pelaksana Penelitian.
Inang mengatakan kembali menindaklanjuti ikhwal kejelasan penelitian terhadap ganja sebagai obat usai peristiwa Fidelis Ari, Pegawai Negeri Sipil (PNS) Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, yang ditangkap Badan Narkotika Nasional (BNN) karena menanam ganja di halaman rumah.
Fidelis menanam ganja untuk mengobati istrinya, Yeni Riawati (39) yang menderita penyakit sumsum tulang belakang atau yang biasa dikenal Syringomyelia.