Alat Diagnosa DBD di NTT Rusak, DPR Minta Kemenkes Kerja Cepat
Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) menimpa Nusa Tenggara Timur (NTT). Informasi terakhir, 37 warga NTT meninggal dunia akibat DBD. Kemenkes menyebutkan, salah satu faktor penyebab telatnya penanganan, dikarenakan alat diagnosis yang tidak dapat digunakan.
Wabah Demam Berdarah Dengue (DBD) menimpa Nusa Tenggara Timur (NTT). Informasi terakhir, 37 warga NTT meninggal dunia akibat DBD. Kemenkes menyebutkan, salah satu faktor penyebab telatnya penanganan, dikarenakan alat diagnosis yang tidak dapat digunakan.
Menanggapi hal ini, Anggota Komisi IX Fraksi PDIP, Rahmad Handoyo mengatakan, evaluasi terhadap kesiapan menghadapi DBD sudah selaiknya dilakukan. Tentu dengan harapan, penanganan ke depan menjadi lebih baik.
-
Kapan gejala DBD muncul? Setelah terinfeksi, seseorang dapat mengalami gejala DBD dalam beberapa hari.
-
Apa yang dimaksud dengan DBD? Demam berdarah dengue (DBD) masih menjadi penyakit yang sering disalahpahami oleh masyarakat. Banyak yang beranggapan bahwa seseorang yang pernah terkena DBD tidak akan terinfeksi lagi karena sudah kebal terhadap virus dengue.
-
Bagaimana cara DBD ditularkan? Penyakit ini menjadi salah satu masalah kesehatan utama di berbagai negara tropis dan subtropis, terutama di Asia Tenggara, Amerika Selatan, dan Afrika.
-
Kapan kasus DBD biasanya meningkat? Tren peningkatan kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) selalu terjadi di musim hujan, dan penyakit ini masih menjadi salah satu masalah kesehatan masyarakat Indonesia.
-
Apa saja gejala DBD pada anak? Gejala penyakit DBD atau demam berdarah dengue pada anak antara lain adalah sebagai berikut: Demam tinggi. Anak akan mengalami demam tinggi hingga mencapai 40°C selama 2-7 hari. Demam ini bisa memiliki pola pelana kuda, yaitu demam naik turun dengan fase kritis di saat suhu menurun.
-
Bagaimana cara Pemprov DKI Jakarta menangani kasus DBD? Heru menyampaikan, Dinas Kesehatan (Dinkes) telah menangani kasus DBD yang cenderung meningkat dengan melakukan fogging atau tindakan pengasapan dengan bahan pestisida yang bertujuan membunuh nyamuk khususnya pembawa (vektor) penyakit DBD.
"Saya nggak akan bicara kelambatan atau tidak. Ini sudah bergema dan menjadi di banyak saudara kita. Segeralah lakukan tindakan saja. Kalau kita bicara karena begini, ya kita semua harus mengukur diri. Sosialisasinya kurang masif. Kalau kita saling menyalahkan, ini sudah terjadi. Korbannya saudara kita sendiri sehingga kita harus bertindak ke depan," kata dia di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (12/3).
Dia menegaskan, tindakan cepat untuk menangani DBD harus dilakukan. Pemerintah pusat perlu memberikan perhatian, terutama bagian yang menjadi tanggung jawabnya.
"Itu harus penanganan cepat, pusat harus mengirimkan apa yang perlu dibantu dan saya kira Pak Menteri (Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto) sudah langsung ke sana tanggap cepat sekali," urainya.
"Saya kira kita harus hormati dan memang harapan kita dalam beberapa hari ini kita sudah tidak ingin mendengar saudara kita tidak tertolong karena ini sebenarnya bisa diatasi kok," tandasnya.
Sebelumnya, Direktur Pelayanan Kesehatan Primer Kemenkes, Saraswati mengatakan, Kemenkes telah mengirim tim dokter spesialis ke NTT untuk menangani kasus DBD.
"Kemarin Pak Menteri (Menkes Terawan Agus Putranto) bersama tim dari Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (P2P), sudah menambah tenaga dokter spesialis sehingga diagnosisnya lebih cepat. Kalau tidak salah ada 20 dokter," kata dia, di Manhattan Hotel, Jakarta, Rabu (11/3).
Selain dokter spesialis, Kemenkes juga mengirim lima alat diagnostik untuk menguji sampel pasien yang diduga terkena DBD. Menurut Saraswati, alat diagnostik yang ada di NTT tak dapat digunakan lagi.
Sebabnya, selama ini alat diagnostik dipaksa bekerja tidak sesuai dengan kapasitasnya. Misalnya, alat diagnostik berkapasitas 80 sampel dipaksa untuk menguji lebih dari 300 sampel pasien diduga terpapar DBD.
"Akibatnya apa yang mungkin dilihat trombositnya harusnya sudah drop, sudah harus segera dilakukan penanganan transfusi misalnya jadi kelihatannya ternyata belum. Akhirnya terlambat dalam memutuskan tindakan penanganan karena alat diagnostiknya ada kelemahan," kata dia.
Saraswati memastikan, Kemenkes akan melibatkan sejumlah pihak untuk menangani kasus DBD di NTT. Baik melibatkan unsur kepolisian, TNI, maupun masyarakat setempat.
Ihwal penanganan terhadap DBD di NTT menggunakan pengasapan, Saraswati menyebut sudah sesuai SOP. Berdasarkan protap program P2P, hal pertama yang dilakukan ketika menemukan warga terpapar DBD adalah pengasapan.
"Memang protapnya seperti itu," ucapnya.
Ia mengimbau seluruh masyarakat tidak hanya NTT untuk menjaga kebersihan lingkungan. Setiap keluarga juga harus memastikan tak ada sarang nyamuk di rumahnya masing-masing.
"Di musim seperti ini jaga hidup bersih," pungkasnya.
(mdk/rnd)