Amandemen UUD 1945 dinilai bikin benturan antar-lembaga negara
Akibat amandemen UUD 1945 di antaranya MPR tidak lagi menjadi lembaga tertinggi negara.
Kelompok Muda untuk Indonesia menilai pemberlakuan 4 kali amandemen UUD 1945 (1999-2002) membuat kerancuan tata negara di Indonesia. Sebab, dari adanya amandemen, di antaranya Pasal 33 telah memberikan keleluasaan untuk pihak asing berekspansi besar-besaran di Indonesia.
"Federalisme, jadi integrasi," kata koordinator Kelompok Pemuda untuk Indonesia, Gigih Guntoro di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Jl. Gajah Mada, Jakarta, Kamis (13/8).
Lanjut dia, amandemen UUD 1945 juga telah meniadakan kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), yang justru memberikan ruang terjadinya benturan antara lembaga negara di Indonesia. Amandemen tersebut membuat kedudukan MPR menjadi setara dengan lembaga negara lainnya, seperti Dewan Perwakilan (DPR), Mahkamah Agung, dan Badan Pemeriksa Keuangan.
"(Amandemen UUD 1945) Membuat benturan antar lembaga tinggi itu akan sering terjadi. KPK, DPR, tidak ada lembaga yang mendamaikan," tukas Gigih.
Sebelumnya, sekelompok pemuda yang bergabung dalam Kelompok Muda untuk Indonesia melayangkan gugatan hukum ke Pengadilan Jakarta Pusat untuk menggugat amandemen UUD 1945 yang dilakukan oleh MPR sejak tahun 1999 hingga 2002.
Gigih Guntoro, salah satu anggota Kelompok Muda untuk Indonesia mengatakan amandemen tersebut hanya merupakan risalah sidang umum MPR pada 14-21 Oktober 1999, dan tanpa memberikan penomoran serta tidak dimasukkan sebagai Lembaran Negara. Hal ini, kata dia tentu saja tidak sah secara hukum tata negara dan hukum administrasi.