Anggota Pansus Revisi UU Terorisme: Pelibatan TNI jangan menabrak UU
Anggota Pansus Revisi Undang-Undang Terorisme, Risa Mariska menegaskan tak ada persoalan dengan pelibatan TNI masuk dalam pemberantasan terorisme asalkan sesuai dengan UU TNI No 34 Tahun 2004. Pansus harus patuh pada UU TNI agar tidak terjadi tumpang tindih undang-undang.
Anggota Pansus Revisi Undang-Undang Terorisme, Risa Mariska menegaskan tak ada persoalan dengan pelibatan TNI masuk dalam pemberantasan terorisme asalkan sesuai dengan UU TNI No 34 Tahun 2004. Pansus harus patuh pada UU TNI agar tidak terjadi tumpang tindih undang-undang.
"Saya kira Pansus akan lebih melihat kepada ketentuan hukumnya. Kita tidak bisa menabrak UU yang berlaku," kata Risa, Jakarta, Rabu (7/6).
Politikus PDIP ini menegaskan, dalam UU TNI jelas diatur operasi militer selain perang. Hal itu menjadi acuan Pansus dalam membahas Revisi UU Terorisme.
Dalam draft Revisi UU Terorisme yang diserahkan pemerintah ke Pansus, keterlibatan TNI juga masih sebatas dalam fungsi perbantuan.
"Kita perkuat saja. UU ini memperkuat atau mengisi ruang-ruang yang memiliki kelemahan saja. Kemudian memperkuat dari apa yang sudah ada dan berjalan seperti operasi Tinombala. Itu cukup di apresiasi dunia internasional," jelasnya.
Risa mengungkapkan, pembahasan soal pelibatan TNI di Pansus masih jauh. Hingga saat ini Pansus belum tahu seperti apa keinginan pemerintah melibatkan TNI dalam memberantas terorisme.
Selama ini, kata Risa, penyidik dari Polri dan Densus 88 hanya perlu menambah jangka waktu penyidikan terhadap terduga terorisme.
"Karena ini menjadi kesulitan penyidik. Kesulitan di lapangan secara geografis sulit, kemudian teroris begitu ditangkap belum tentu bisa ngomong. Mereka pasti diam dulu. Enggak mungkin mau mereka bicara satu atau dua hari. Pasti butuh namanya pendekatan emosional. Hal itu yang dilakukan Pak Tito (Kapolri) saat menjadi kepala Densus 88," jelasnya.
Menurutnya, Pansus hanya memperkuat apa yang sudah ada dalam UU Terorisme. Masa penahanan penangkapan terduga teroris yang selama ini hanya 7 hari kini telah disepakati penambahan 7 hari dan dapat diperpanjang hingga 21 hari.
"Tadi sudah disetujui di Pansus penangkapan 14 hari dan dapat diperperpanjang 7 hari jadi totalnya 21 hari. Inilah yang menjadi masalah atau kendala di teman-teman Densus selama ini," katanya.
Saat ini, kata dia, Pansus masih fokus membahas fungsi penindakan yang jadi domainnya densus 88 dan penyidik Polri.
"Kalau kemudian beberapa Minggu lalu, keluar statement dari Presiden, TNI harus dilibatkan atau diberi kewenangan maka kita masih tunggu rumusannya seperti apa dari pemerintah," ujar Risa.
Menurutnya, fraksi PDIP bukan anti TNI dimasukkan dalam pemberantasan terorisme. Kalau kemudian itu membuat kewenangan baru bagi TNI maka harus dipikirkan fungsi penegakan hukumnya.
Kata dia, negara kita memakai kriminal justice system. Kalau kemudian TNI masuk maka tidak bisa lagi memakai penegakan hukum itu.
"Kita berbeda seperti di Malaysia pakainya sistem itu. Mereka kolaborasi antara dua sistem penegakan hukum dengan militer. Malaysia berbeda dengan kita," tandasnya.