Anisa dan Mega, Duo Perempuan Penakluk 'Burung Besi' dari TNI AU
Anisa menjadi pilot untuk pesawat angkut berat jenis Hercules. Sementara Mega pilot pesawat angkut ringan jenis Cassa.
Letda Pnb Anisa Amalia Octavia (25) dan Letda Pnb Mega Coftiana (24) memiliki profesi tidak lazim bagi kaum hawa. Kedua dara muda ini sama-sama sebagai pilot penerbang di lingkungan militer.
Anisa menjadi pilot untuk pesawat angkut berat jenis Hercules. Sementara Mega pilot pesawat angkut ringan jenis Cassa. Usai lulus Akademi Angkatan Udara (AAU) tahun 2017 dan Sekolah Penerbang (Sekbang), masing-masing ditempatkan di Skuadron Udara 32 (Hercules) dan Skuadron Udara 4 (C-212) Pangkalan Udara (Lanud) Abdulrachman Saleh Malang.
-
Siapa yang menjadi pilot pesawat dan helikopter tempur TNI AD? Bagi Cahyo, Joy adalah copilot terbaik dalam rumah tangga mereka. Cahyo sendiri adalah seorang pilot pesawat dan helikopter tempur TNI AD.
-
Apa tujuan utama TNI dalam membebaskan pilot Susi Air? Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto mengatakan bahwa pihak Selandia Baru mendukung langkah TNI dalam melakukan pembebasan pilot Susi Air Phillip Mark Mehrtens dari kelompok bersenjata di Nduga, Papua Pegunungan."Sangat mendukung apa yang dilakukan TNI dengan pendekatan soft power," kata Agus seperti dilansir dari Antara, Jumat (14/4).
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Bagaimana strategi TNI dalam membebaskan pilot Susi Air? Pendekatan soft power yang dimaksud Agus adalah dengan dialog yang dilakukan tokoh masyarakat dan beberapa pejabat daerah kepada pihak penyandera, yakni kelompok kriminal bersenjata (KKB).
-
Siapa yang menjadi pilot pesawat jet tersebut? Penerbangan ini dipiloti oleh Donald Myers dan George Nikita, dengan penumpang Richard Windsor, Robert Williams, dan Frank Wilder.
-
Kapan penyerahan pesawat C-130J-30 Super Hercules ke TNI AU? Acara serah terima dihadiri langsung oleh Presiden Jokowi dan Menhan Prabowo Subianto. Momen Menarik Kasad Hormat ke Prabowo
"Terbang semuanya sama. Cowok-cewek sama. Instruktur juga memperlakukannya sama," kata Mega bercerita soal profesinya saat ditemui di Lanud Abdulrachman Saleh Malang, Selasa (1/10).
"Pesawat tidak memilih gender, dia emergency, trouble kan enggak milik cowok atau cewek yang mengendarai. Kita diperlakukan sama untuk pembinaannya di sana," sahut Anisa di sampingnya.
Jenis kelamin bagi keduanya bukan persoalan selama belajar dan bekerja. Kendati memang lingkungan profesinya didominasi para pria. Keduanya juga tidak mungkin mendapatkan dispensasi di lingkungan profesi yang menuntut kemandirian dan disiplin tinggi.
"Tidak mungkin kalau kita minta dispensasi terus. Kita yang berusaha untuk menyamakan, bagaimana bisa mengikutinya," tambah Mega diamini karibnya itu.
Kali pertama AAU menghasilkan pilot perempuan. Keduanya masuk tahun 2013 dan lulus 2017, bersama 123 orang lulusan lain seangkatannya. Dari 125 lulusan, 12 orang di antaranya perempuan termasuk Anisa dan Mega.
Tiga tahun menempuh pendidikan AAU, keduanya mengikuti KIBI (Kursus Intensif Bahasa Inggris) dan tes Sekbang bersama 10 perempuan lulusan lainnya. Namun hanya Anisa dan Mega yang lulus tes dan berhak mengikuti tahapan pendidikan lanjutan yang ditempuh selama 18 bulan.
Masing-masing mendapatkan latihan dasar penerbangan dengan menggunakan pesawat grop, pesawat latih jenis TP-120. Selanjutnya dilakukan penjurusan antara fix wing (pesawat) atau rotary wing (hellycopter).
"Kami berdua dapat fix wing. Latihan selanjutnya menggunakan pesawat KT1B yang warna merah itu," tegas Mega.
Anisa dan Mega memiliki pengalaman unik saat awal menerbangkan pesawat angkut masing-masing. Karena sebelumnya, selama latihan mereka hanya menggunakan pesawat latih yang tidak butuh tenaga besar.
Kalau pesawat latih, kendalinya menggunakan joystick yang hanya dengan satu tangan. Pesawatnya pun ringan dengan satu engine dan propeler di depan.
Sekarang, pesawat Cassa yang dikendalikan Mega menggunakan dua engine. Bahkan untuk Hercules yang dipoliti Anisa memiliki empat engine. Semakin banyak engine tentunya semakin berat. Kontrolnya pun menggunakan stik yang control colum.
"Mungkin karena tenaga cewek, ngerasanya berat, sama sistemnya. Belum biasa seberapanya, masih training juga, saya belum bawa cargo, itu saja terasa berat," kisah Mega.
©2019 Merdeka.com/Darmadi Sasongko
Tak kalah kaget dengan pengalaman Anisa, yang menyangka kekuatan Hercules ringan-ringan saja. Tetapi saat didorong dengan sekuat tenaga, ternyata sama sekali tidak bergerak.
"Pertama kali terbang Hercules, saya kira cuma biasa saja, eh saya dorong ternyata enggak bisa, masukin power itu. Sampai friction yang meringankan dan memberatkan, itu yang di posisi paling ringan banget, saya dorong enggak bergerak juga," ungkapnya.
Pasca terbang pertama, keduanya pun direkomendasi untuk push up dan angkat barbel secara rutin. Sehingga setiap hari, baik bangun tidur dan akan tidur harus mainan barbel.
"Kami pakai yang di skuadron beratnya sekitar 2,5 Kg, ada ruang fitnesnya. Tangannya ini besar sebelah," kata wanita kelahiran Ujungpandang, 6 Maret 1995 itu.
Sudah lama berkarib
Duo pilot Anisa dan Mega mengaku sejak lama bersahabat dan sama-sama lulusan SMA Taruna Nusantara. Kendati selisih satu angkatan di atasnya.
Anisa lebih dulu lulus SMA Taruna Nusantara, kemudian bersama Mega masuk AAU tahun 2013. Karena memang baru tahun itu, pertama kali AAU membuka untuk Taruni.
Selama 3 Tahun menyelesaikan AAU, keduanya tinggal dalam satu asrama. Setahun di Magelang dan dua tahun di Yogyakarta. Keduanya juga bersamaan menjalani sekolah penerbang selama 18 bulan. Dan saat ini pun tinggal bersama di sebuah mess di Lanud Abdulrachman Saleh Malang.
"Saya juga tidak habis pikir (bersama terus), Sudah berapa tahun ya bersama," kata Anisa yang lahir Yogyakarta, 13 Oktober 1994 itu.
"Sudah tahu dia bagaimana, keluarganya bagaimana. Kalau tidur bagaimana," sahut Mega tersenyum.
Kesibukan yang hampir sama membuat keduanya menjalani aktivitas banyak bersama-sama. Keduanya pun disibukkan dengan latihan dan berbagai urusan kantor yang menyita banyak waktunya.
Walaupun demikian sebagai perempuan memang tetap harus menjaga penampilan, meski tidak seberuntung perempuan di beberapa profesi lain.
"Kalau saat terbang, kalau hari biasa (penampilan) ya sewajarnya. Kalau punya me time itu waktu weekend saja. Itupun disesuaikan kalau tidak ada pekerjaan di kantor. Kita menyesuaikan, tidak bisa kita minta. Pinter-pinter kita ngatur waktu. Perawatan terakhir pas cuti lulus sekolah penerbang kemarin," akunya.
"Apalagi kita ini anytime and anywhere, Sabtu-Minggu tetap bekerja. Kalau saya, sudah beberapa tahun lalu (perawatan). Kalau nanti sudah punya adik (junior), mungkin akan banyak waktunya," tambah Anisa.
©2019 Merdeka.com/Darmadi Sasongko
Baik Mega maupun Anisa tidak pernah menyangka akhirnya memilih AU dan menjadi seorang penerbang. Banyak orang telah mengantarkan perjalanannya hingga suksesnya saat ini.
"Sama sekali tidak ada bayangan menjadi penerbang. Sepengetahuan saya pilot juga kebanyakan cowok. Belum ada lagi penerbang perempuan setelah sekian lama, tidak kepikiran," kata Mega.
Mereka merasa bangga dapat membuat orang-orang di sekitarnya ikut berbangga. Tetapi memang perjalanan dirasakan masih sangat jauh dan baru sebuah awal perjalanan.
Anisa dengan statusnya sebagai pilot muda, baru menempuh 6 Shorty penerbangan Hercules dengan 8 Jam terbang. Begitu pun Mega menempuh 17 Shorty penerbangan Cassa dengan menempuh 19 Jam terbang.
Baca juga:
Tugas Serba Guna TNI di Papua, dari Selamatkan Anak Tenggelam Hingga Jadi Guru
TNI AU Bantu Pencarian Pesawat Twin Otter yang Hilang di Papua
Perjuangan TNI Padamkan Kebakaran Hutan Hingga Salat Beralas Daun
Aksi Prajurit TNI dalam Latihan Gabungan Dharma Yudha 2019
Bom 125 Kg dari Pesawat Sukhoi TNI AU Jatuh di Kebun Warga Lumajang
Mengintip Deretan Senjata Canggih Koopssus TNI yang Baru Dibentuk