Bawaslu Terima Laporan Dugaan Penggelembungan Suara di Mojokerto
Laporan itu berasal dari calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Mojokerto Dapil III dari Partai Demokrat, yaitu Surasa dan Ananda Ubaid Sihabuddin Arg
Penggelembungan dan penyusutan suara ini terjadi di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, JawaTimur.
- Gugatan PDIP soal Dugaan Penggelembungan Suara PAN di Dapil Asmat I Ditolak MK
- Diterpa Isu Pecah Kongsi, Bupati dan Wakil Bupati Mojokerto Berebut Rekomendasi Pilkada dari PKB
- Ribut Sesama Caleg PDIP, Petahana Kalah Suara Tuding Temannya Curang di Pemilu 2024
- Ada Dugaan Penggelembungan Suara di Bogor, Bawaslu Minta KPU Perbaiki Sesuai C Hasil
Bawaslu Terima Laporan Dugaan Penggelembungan Suara di Mojokerto
Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kabupaten Mojokerto menerima laporan dugaan penggelembungan dan penyusutan suara disejumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS).
Sejumlah TPS yang diduga mengalami penggelembungan dan penyusutan suara ini terjadi di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, JawaTimur.
"Saat ini kita lagi proses pidana pemilu di Desa temon. Kalau kemarin kita merunut terkait pelanggaran administrasi. Sedangkan hari ini kita proses pelanggaran pidana," kata Ketua Bawaslu Kabupaten Mojokero Dody Faizal, Kamis (29/2).
Ia menyebut, laporan itu berasal dari calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Mojokerto Dapil III dari Partai Demokrat, yaitu Surasa dan Ananda Ubaid Sihabuddin Argi. Awalnya, kedua caleg tersebut melaporkan dugaan kecurangan di 4 TPS Desa Temon, Kecamatan Trowulan pada 18 Februari 2024 lalu.
Keduanya mengklaim mendapat dukungan suara di TPS 12, 15, 16, 17. Namun saat proses penghitungan suara selesai, suara dukungan kepada mereka hilang. Indikasi lain dugaan kecurangan di empat TPS tersebut yakni proses penghitungan suara dilakukan tidak berurutan dan durasi waktu dipercepat.
Dari laporan itu, Bawaslu Kabupaten Mojokerto menanganginya melalui mekanisme penyelesaian pelanggaran administrasi. Sebab, kecurangan yang dilaporkan Caleg Partai Demokrat Kabupaten Mojokerto Dapil III tersebut, masuk dalam saran perbaikan (sarper). Hasil sidang administrasi cepat, Bawaslu memutuskan untuk dilaksanakan penghitungan ulang.
Proses perhitungan ulang pun digelar Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) pada Sabtu, 24 Februari 2024 lalu. Hasilnya, ditemukan penggelembungan suara di 18 TPS yang ada di Desa Temon. Dimana, penggelembungan suara itu menguntungkan salah satu Caleg di Dapil III dari Partai Demokrat.
Data dari Bawaslu Kabupaten Mojokerto, hasil perhitungan ulang total perolehan suara Ade Ria Suryani 2.292 ditulis 2.835. Caleg nomor urut 1, Surasa 82 ditulis 39. Caleg nomor 3, Ananda Ubaid 21 ditulis 6.
Kemudian, caleg nomor urut 4, Santi Liwindarti mendapat 3 suara namun ditulis 0, caleg nomor urut 5, Elsa Safitri mendapat 3 suara ditulis 0, dan caleg nomor urut 8 Nunuk Catur Sugiharti mendapat 2 suara ditulis 1. Semua caleg tersebut dari Partai Demokrat.
Berbekal hasil perhitungan ulang itu, Surasa dan Ananda Ubaid kembali membuat laporan terkait dugaaan pelanggaran pidana Pemilu. Mereka melaporkan jajaran penyelenggara Pemilu yakni Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS), Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) dari mulai tingkat Kecamatan hingga Desa di 18 TPS.
Dody menyampaikan telah menerima laporan dugaan pelanggaran pidana Pemilu 2024 tersebut pada Senin, 26 Februari 2024. Namun, pihaknya belum bisa meregristrasi karena masih ada kekurangan materi.
“Laporan yang pertama kita tindakjuti terkait administrasi dengan sidang cepat. Dari laporan itu ternyata ada selisih. Kemudian lanjut pidana pemilu. Laporan terkait pelanggaran pidana pemilu kita terima. Ketika laporan itu syarat formil dan materiilnya lengkap, kita akan register. Tapi yang ini belum kita reigister,” ungkapnya.
Ia menyampaikan, pelapor membawa barang bukti berupa salinan c hasil dan rekaman. Akan tetapi barang bukti itu dinilai belum lengkap. Oleh karena itu, Bawaslu Kabupaten Mojokerto meminta pelapor untuk memperbaiki kekurangan materi yang diajukan.
“Kelihatannya masih kurang sedikit. Yang dilaporkan itu proses waktu rekapitulasi ulang di tingkat PPK. Padahal itu dalam rangka penelusuran kebenaran laporan awal. Seharusnya yang dilaporkan itu ditingkat desa. Kita kembalikan untuk dilengkapi atau diperbaiki karena pembuktian kan ada di pelapor,” terang Dody.
Apabila pelapor sudah melengkapi syarat yang diminta, lanjut Dodi, pihaknya akan meregistrasi laporan serta mengklarifikasi dan kajian dengan melibatkan Sentra Gakkumdu.
“Ketika sudah register maka argo penanganan berjalan, 14 hari akan melakukan penyelidikan, memanggil saksi dan pelapor,” ujarnya.
Bawaslu Kabupaten Mojokerto merekomendasikan penghitungan suara ulang di 28 TPS, termasuk di TPS Desa Temon. Itu dilakukan setelah ditemukannya TPS yang melakukan pelanggaran prosedur penghitungan suara.
Divisi Penanganan Pelanggaran, Data, dan Informasi Bawaslu Kabupaten Mojokerto, Aris Fakhruddin Asy’at mengatakan, perhitungan suara ulang di lakukan di 28 TPS, yakni 18 TPS di Desa Temon, Kecamatan Trowulan, 1 TPS di Kecamatan Sooko, 2 TPS di Kecamatan Pungging, 5 TPS di Kecamatan Mojoanyar, dan 2 TPS di Kecamatan Puri.
Dijelaskan dia, temuan tersebut dilaporkan oleh masing-masing Panwascam. Panwascam melihat di berita acara form C hasil pemungutan suara. Ditemukan adanya selisih antara berita acara form C hasil dan daftar hadir serta berita acara lainnya.
“Ketentuan hitung ulang itu jika ditemukan selisih hasil antara c salinan dan c hasil, dan c daftar hadir beserta berita acara lainnya. Jika itu tidak bisa dijelaskan oleh PPK , maka panwas kecamatan merekomendasikan perhitungan ulang,” ungkap Aris.
Selain 18 TPS di Desa Temon, temuan tersebut hasil dari pengawasan jajaran Bawaslu Kabupaten Mojokerto dan Panwascam serta PKD. Sedangkan di TPS Desa Temon merupakan hasil tindak lanjut dari laporan dua Caleg Partai Demokrat.
“Hasilnya di TPS Desa Temon memang ada selisih perhitungan dibeberpa calon lainnya, ada sekitar 500 sekian suara. Jadi ibarat calon A mestinya dapat 5, tapi tidak dihitung oleh PPK. Mestinya calon b dapat 10 tapi dapat 5. Ini kan kaitannya dengan kesalahan prosedur dalam penulisan atau penjumlahan atau lainnya yang kita selesaikan dalam mekanisme sidang cepat,” papar dia.