Bayi Orangutan 'Edelweiss' Lahir di Pusat Reintroduksi Jantho, Aceh
Manager Pusat Reintroduksi Orangutan Jantho, Mukhlisin menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan induk bayi tersebut adalah orangutan yang bernama 'Edelweiss'.
Satu bayi orangutan ditemukan telah lahir di Pusat Reintroduksi Orangutan Cagar Alam Hutan Pinus Jantho, Aceh Besar, Rabu (26/9).
Bayi itu jenis kelamin jantan ditemukan bersama induknya diperkirakan berusia 3-5 bulan dan yang ketiga lahir di Jantho sejak Program Reintroduksi Orangutan dimulai pada tahun 2011.
-
Bagaimana orangutan menunjukkan kecerdasannya? Para peneliti mengamati bagaimana orangutan dengan cekatan menggunakan alat improvisasi dari lingkungan sekitarnya dan membangun struktur serupa untuk mendapatkan perlindungan dari hujan. Tingkat adaptasi dan pemahaman 'mengapa' ini menjadi sorotan unik dari kecerdasan orangutan.
-
Kenapa orangutan induk itu diduga sakit? "Jadi, induk Orangutan yang kita amankan dan selamatkan ini, kecurigaannya punya penyakit," Ari menambahkan.
-
Kapan garis keturunan Gigantopithecus terpisah dari orangutan? Garis keturunan kera besar diketahui berpisah dari sepupunya itu sekitar 12 juta-10 juta tahun lalu, kata peneliti.
-
Kapan video orangutan kurus itu viral? Viral video 28 detik memperlihatkan dua Orangutan induk dan anaknya dalam keadaan kurus beredar sejak Rabu 20 September 2023 di grup WhatsApp maupun media sosial.
-
Bagaimana cara tim di lapangan mengevakuasi induk Orangutan? "Tim di lapangan berhasil evakuasi induknya hari Sabtu sekitar jam 9 pagi. Tapi anaknya, saat tim mengevakuasi, memisahkan diri dari induknya dan masuk cepat ke dalam hutan," kata Kepala BKSDA Kalimantan Timur, Ari Wibawanto, dikonfirmasi merdeka.com, Senin (25/9).
-
Di mana orang utan bisa ditemukan? Ketiga spesies ini hanya dapat ditemukan di alam liar di pulau Borneo dan Sumatra.
Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh, Agus Arianto mengatakan, keadaan induk dan bayi dalam kondisi yang sehat, dengan perilaku layaknya orangutan liar. Kondisi bayi masih digendong oleh induknya dan menyusui, belum terpantau mengkonsumsi buah atau daun.
Agus menyatakan, kelahiran bayi ketiga ini merupakan pertanda bahwa populasi orangutan berjalan dengan baik. Namun semua pihak harus tetap waspada terhadap adanya ancaman perburuan orangutan dan satwa yang dilindungi lainnya.
Kata Agus, selama pandemi Covid-19 aktivitas pengambilan data orangutan di Jantho dengan metode dari sarang ke sarang sedang dihentikan sementara. Hal ini untuk meminimalisir resiko penyebaran Covid-19 ke orangutan dan satwa lainnya.
Sedangkan aktivitas pemantauan, sebutnya, tetap dijalankan dengan menerapkan protokol kesehatan. Seperti menggunakan masker, menjaga jarak.
"Dan salah satu hasilnya adalah terpantaunya bayi orangutan baru tersebut bersama dengan induknya," kata Agus, Selasa (29/9).
Kata Agus, orangutan adalah jenis satwa liar yang sangat terancam punah dan dilindungi. Sesuai pasal 21 ayat (2) huruf (a) dan pasal 40 Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup.
"Sanksi pidananya adalah penjara maksimal 5 (lima) tahun dan denda sebesar Rp. 100.000.000," katanya.
Manager Pusat Reintroduksi Orangutan Jantho, Mukhlisin menjelaskan bahwa berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan induk bayi tersebut adalah orangutan yang bernama 'Edelweiss'.
Kata dia, orangutan Edelweiss merupakan salah satu orangutan pertama yang dilepas di Pusat Reintroduksi Orangutan Jantho pada tahun 2011, dan setelah itu dia langsung menjauh dari kandang dan masuk ke dalam hutan.
Disebutkan Mukhlisin, pada 11 Februari 2020 satu individu orangutan betina yang diduga kuat orangutan Edelweiss sempat terpantau di sekitar Kandang Habituasi di Pusat Reintroduksi. Pemantauan terhadap kondisi orangutan Edelweiss pada saat itu menunjukkan ciri-ciri orang utan hamil dengan perut membesar dan alat kelamin bengkak.
"Orangutan Edelweiss juga masih terpantau untuk beberapa hari berikutnya, tepatnya di area release sebelum akhirnya kembali lagi ke hutan dan menghilang," tutur Mukhlisin.
Sementara Head Ex-Situ, drh. Citrakasih Nente, menambahkan, tujuan program pelepasliaran orangutan di Cagar Alam Jantho adalah untuk membangun populasi liar yang baru bagi orangutan Sumatera sebagai “jaring keamanan” atau “backup”, jika sesuatu yang buruk terjadi pada sisa populasi liar aslinya di dalam dan di sekitar Kawasan Ekosistem Leuser.
Sampai saat ini, kata Nente, lebih dari 120 individu orangutan telah berhasil dilepasliarkan di Cagar Alam Jantho.
"Namun agar kita bisa semakin yakin bahwa populasi baru yang sedang dibangun ini akan bertahan dalam jangka panjang, jumlah nya harus terus bertambah banyak," katanya.
(mdk/ded)