Beda dari Ahli Kubu Sambo, LPSK Tegaskan Bharada E Penuhi Syarat Justice Collaborator
Pemberian justice collaborator kepada Bharada E telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tak mau ambil pusing terkait status justice collaborator (JC) Bharada E alias Richard Eliezer dipersoalkan tim penasihat hukum Ferdy Sambo.
Wakil Ketua LPSK Susilaningtyas menilai status justice collaborator dipersoalkan ahli pidana yang dihadirkan kubu Ferdy Sambo saksi meringankan dalam persidangan digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis (23/12) kemarin.
-
Apa sanksi yang diterima Ferdy Sambo? Ferdy Sambo diganjar sanksi Pemecetan Tidak Dengan Hormat IPTDH).
-
Siapa yang memimpin Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Siapa Fredy Pratama? "Enggak (Tidak pindah-pindah) saya yakinkan dia masih Thailand. Tapi di dalam hutan," kata Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa, Rabu (13/3).
-
Bagaimana proses Sidang Kode Etik Polri untuk Ferdy Sambo? Demikian hasil Sidang Kode Etik Polri yang dipimpin jenderal di bawah ini: As SDM Polri Irjen Wahyu Widada.
-
Apa yang dilakukan Fredy Pratama? Nur Utami berubah sejak menikah dengan pria berinisial S, yang dikenal sebagai kaki tangan gembong narkoba Fredy Pratama.
-
Dimana Fredy Pratama bersembunyi? Bareskrim Polri mengungkap lokasi dari gembong narkoba Fredy Pratama yang ternyata bersembunyi di pedalaman hutan kawasan negara Thailand.
"Itu kan ahli yang meringankan Ferdy Sambo dan dihadirkan dari pihak Ferdy Sambo. Tentu keberpihakannya jelas kepada Ferdy Sambo," kata Susilaningtyas saat dihubungi, dikutip Jumat (23/12).
Susi mengatakan, peran Bharada E dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J telah membuat terangnya kasus hingga proses hukum bisa berjalan.
Susi melanjutkan, pemberian justice collaborator kepada Bharada E telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perubahan atas Undang-Undang 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Nah untuk jenis tindak pidana yang diatur di pasal tersebut adalah tindak pidana lainnya, yang saksi dan/atau korbannya mengalami ancaman yang membahayakan nyawanya, bisa disematkan status JC. Jadi sudah memenuhi syarat di Pasal 28 ayat (2) UU 31 Tahun 2014,” kata Susi.
Secara terpisah, Wakil Ketua LPSK Edwin Partogi Pasaribu juga menjelaskan syarat justice collaborator selayaknya sudah diatur dalam Pasal 28 ayat 2 Undang-Undang 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"LPSK memiliki kewenangan memutuskan perlindungan sebagai JC kepada Bharada E (Richard)," ujar dia.
Edwin mengatakan, terkait justice collaborator dalam persidangan nantinya akan ditentukan oleh Majelis Hakim setelah diajukan permohonan dari Tim Penasihat Hukum dan LPSK.
"Nanti hakim akan putuskan di dalam putusannya apakah Bharada E penuhi syarat sebagai JC,” kata Edwin.
Justice Collaborator Bharada E Dipersoalkan Saksi Ahli Kubu Sambo
Sebelumnya, Kubu Ferdy Sambo kembali mempersoalkan pemberian Justice Collaborator (JC) atau saksi pelaku kepada Bharada E dalam perkara pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J. Pengajuan JC pada Bharada E diberikan LPSK karena dianggap memenuhi syarat.
Di persidangan kali ini, kubu Sambo sempat bertanya pada ahli hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII), Mahrus Ali, yang dihadirkan sebagai saksi meringankan atau A de Charge.
"Nah pertanyaan sederhananya, apakah klausul justice collaborator ini bisa digunakan untuk Pasal 340 (Pembunuhan Berencana) atau Pasal 338 (Pembunuhan) (KUHP)?" tanya Tim Penasihat Hukum, Febri Diansyah saat sidang di PN Jakarta Selatan, Kamis (22/12).
Mahrus menjelaskan jika Pasal 28 Undang-Undang Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menerangkan justice collaborator hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu untuk beberapa jenis pidana.
"Persoalannya itu adalah karena di Pasal 28 itu kan JC itu hanya diberikan kepada pelaku tindak pidana tertentu. Di situ dijelaskan pelakunya kan banyak tuh jenisnya tindak pidananya, cuma di situ ada klausul yang umum lagi termasuk kejahatan-kejahatan lain yang ada potensi serangan dan itu harus berdasarkan keputusan," kata Mahrus.
Sepengetahuannya, hanya tersangka tindak pidana kasus pencucian uang, korupsi, narkotika, dan kasus kekerasan seksual yang boleh diberikan status justice collaborator. Bukan untuk tersangka pembunuhan.
"Dalam konteks ini, maka sepanjang tidak ada keputusan ya ikuti jenis tindak pidana itu, apa tadi pencucian uang, korupsi, narkotika kemudian apa lagi perdagangan orang, kekerasan seksual, pembunuhan tidak ada di situ," ujar Mahrus.
(mdk/gil)