Benarkah Semprot Air ke Jalan Kurangi Polusi Udara Jakarta, Ini Penjelasan BRIN
Ada sejumlah catatan yang membuat penyemprotan air ke jalan tak sepenuhnya efektif mengurangi polusi udara.
Menurut Edvin, ada sejumlah catatan yang membuat cara itu tak sepenuhnya efektif.
Benarkah Semprot Air ke Jalan Kurangi Polusi Udara Jakarta, Ini Penjelasan BRIN
Profesor Bidang Iklim dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Edvin Aldrian, menanggapi soal penyiraman air di jalanan Ibu Kota guna menekan polusi udara dan suhu panas.
Menurut Edvin, ada sejumlah catatan yang membuat cara itu tak sepenuhnya efektif.
- Duh, Kualitas Udara Jakarta Terburuk Kedua Dunia di Akhir Pekan Ini
- Perbaikan Kualitas Udara, Pemprov DKI Bakal Minta Warga Jakarta Jalan Kaki 7.500 Per Hari
- Saluran Pipa Air Bersih Disetop Caleg Gagal, Walkot Cilegon Gandeng Pengelola PLTU Jawa 9&10 Bantu Warga
- Petugas Gabungan Kembali Semprot Air ke Jalan Kurangi Polusi Udara Jakarta, Reaksi Warga Bikin Ngakak
"Menurut saya penyemprotan (air di jalan) itu jadi seperti hujan, tapi satu waktu saja. Jadi hujannya tidak merata. Kalau hujan TMC (Teknologi Modifikasi Cuaca) agak merata,"
kata Edvin kepada Liputan6.com, Minggu (27/8).
merdeka.com
Penyemprotan Air Bikin Polusi Makin Parah?
Edvin menjelaskan, penyemprotan air yang hanya dilakukan di situasi tertentu itu dikhawatirkan justru menguap bersama polutan yang ada di tanah.
"Takutnya ini yang kecil tadi kan karena disemprot pada situasi tertentu dan waktu tertentu air yang disemprot itu bisa naik lagi karena menguap, takutnya begitu," jelas Edvin.
Adapun kekhawatiran Edvin bukan tanpa alasan. Dia menyebut, berdasarkan hasil sebuah riset di China yang terbit di jurnal National Library of Medicine pada Mei 2021, menemukan penyemprotan air malah membuat polusi udara makin parah.
"Iya saya mengkhawatirkan karena ada catatan dengan yang dari China. Dia kan menyimpulkan begitu kalau sekali saja (penyemprotan) tidak efektif ya,"
ungkap Edvin.
Selain itu, kata Edvin metode menekan polusi udara dengan menyiram jalanan juga membuang-buang air. Di musim kemarau ini, kata dia air harusnya disimpan.
"Catatannya adalah bahwa airnya itu dibuang-buang. Itu kan hanya sekali semprot, sudah langsung dipakai dan dibuang saja,"
ujar dia.
Ketimbang penyiraman jalan, Edvin menyarankan pemerintah menempuh cara lain. Dia mengusulkan, dibuat tirai air dari ketinggian untuk menghilangkan debu atau polusi di udara.
"Sebenarnya saya mengusulkan pakai jalan lain yang hampir sama juga. Air yang dipakai itu menjatuhkan debu, maka saya mengusulkan semacam water curtain atau tirai air," terang Edvin.
"Itu contoh yang nyata kalau anda pernah ke Bandara Changi, ada yang namanya jewel. Air terjunnya langsung terjun ke bawah, airnya ditampung dan diputar lagi ke atas jadi recycle," sambung dia.
Lebih lanjut, Edwin berujar bahwa cara paling efektif adalah menurunkan hujan buatan dengan melakukan TMC. Namun, kata dia tak adanya awan hujan menyulitkan TMC dilakukan.
"Iya, ini kan kita sudah mencoba TMC, hujan buatan. Memang hujan buatan efektif, tapi dengan catatan ada ketersedian awan. Beberapa hari ini susah awannya kan. Lalu pemerintah memikirkan pakai yang di darat," ujar dia.