Berapa Banyak Peluru Yang Dibawa Prajurit Kopassus TNI AD Saat Bertempur?
Dalam setiap pertempuran, peluru atau amunisi sangat diperlukan prajurit TNI untuk menghancurkan lawan. Lalu berapa banyak peluru yang dibawa seorang prajurit Kopassus TNI AD ke medan tempur?
Dalam setiap pertempuran, peluru atau amunisi sangat diperlukan prajurit TNI untuk menghancurkan lawan. Lalu berapa banyak peluru yang dibawa seorang prajurit Kopassus TNI AD ke medan tempur?
Jumlahnya ternyata beragam. Berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan misi yang diemban.
-
Apa yang menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD? Soegito lulus Akademi Militer dan bergabung dengan Korps Baret Merah yang saat itu bernama Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD). Pasukan elite ini menjadi cikal bakal Kopassus TNI AD. Berbagai penugasan tempur pernah dijalani oleh Soegito. Termasuk terjun ke Dili saat Indonesia menyerbu Timor Timur.
-
Siapa sosok penemu ransum TNI? Pencipta ransum TNI ternyata bukanlah seorang tentara, melainkan seorang dokter.
-
Di mana TNI dibentuk? Dahulu TNI dibentuk dan dikembangkan dari sebuah organisasi bernama Badan Keamanan Rakyat (BKR).
-
Siapa yang kagum dengan kekuatan TNI? Gamal Abdul Nasser Adalah Sahabat Dekat Presiden Sukarno Keduanya menjadi pelopor gerakan Non Blok. Karena dekat, Nasser bicara terus terang pada Presiden Sukarno.
-
Apa yang terjadi pada anggota TNI di Bekasi? Seorang anggota TNI Angkatan Darat (AD) berinisial Praka S (27) tewas dengan luka-luka dan berlumuran darah di tubuhnya. Korban tewas setelah menjalani perawatan di Unit Gawat Darurat RSUD Kota Bekasi.
-
Siapa menantu Panglima TNI? Kini Jadi Menantu Panglima TNI, Intip Deretan Potret Cantik Natasya Regina Ini potret cantik Natasya Regina, menantu panglima TNI.
Berikut beberapa contoh bekal peluru yang dibawa saat prajurit TNI bertempur:
750 Butir Saat Merebut Dili
Komandan Nanggala V/Kopasandha Letkol Inf Soegito diterjunkan untuk merebut Dili. Perwira Kopassus itu diserahi tiga sasaran penting: Bandara Dili, pelabuhan dan pusat pemerintahan tanggal 7 Desember 1975.
Pasukan baret merah itu dilengkapi dengan parasut utama T-10 dan senapan serbu AK-47. Setiap orang menerima 750 butir peluru kaliber 7,62 mm. Mereka juga membawa dua buah granat, ransum tempur untuk tiga hari. Para personel juga membawa ransel berisi baju loreng, baju kaos, sepatu lapangan dan topi rimba.
Letkol Soegito membawa senapan AK-47 dengan popor lipat. Karena perokok berat, Soegito memilih meninggalkan 100 butir peluru dan menggantinya dengan empat slof rokok demikian ditulis dalam biografi 'Letjen (Purn) Soegito: Bakti Seorang Prajurit Stoottroepen', yang ditulis Beny Adrian dan diterbitkan PT Gramedia, Jakarta.
Bekal dan 750 butir peluru itu dialokasikan untuk tiga hari pertempuran. Target mereka, seluruh sasaran harus dikuasai sebelum tiga hari. Atau kalau perlu merebut amunisi dan makanan dari musuh.
10 butir Peluru
Jenderal Agum Gumelar mengisahkan penugasannya di Timor-Timur tahun 1982-1983.
Saat itu Agum menemui pemimpin Fretilin Vincencio Vieras yang bersarang di Gunung Kablaque. Agum ingin menggunakan cara persuasif mengajak Vincencio untuk meletakan senjata dan kembali ke masyarakat. Dia mengaku selalu menggunakan cara persuasif untuk mengajak para gerilyawan fretilin.
Kisah ini dituturkan Agum dalam biografinya yang berjudul Jenderal Bersenjata Nurani. Diterbitkan Pustaka Sinar Harapan tahun 2004.
Tak cuma itu, Agum pun tak mengizinkan anak buahnya membawa senjata, granat dan amunisi yang banyak. Menurutnya hal itu tak berguna dan malah menciptakan kesan menakutkan bagi warga desa.
Setiap prajurit hanya dibekali 10 butir peluru. Selesai patroli dicek lagi berapa jumlah peluru yang terpakai.
"Karena sebagai pasukan khusus, satu peluru itu ya satu nyawa," kata Agum.
Tak Satu Butir Pun
Dalam sebuah misi, kadang malah prajurit Kopassus tak membawa senjata dan peluru. Kisah ini diceritakan seorang perwira Kopassus yang mendapat tugas masuk ke sarang GAM.
Dia tak membawa senjata dan satu butir peluru pun. Masuk ke pedalaman jauh ke daerah yang saat itu merupakan basis Gerakan Aceh Merdeka. Tujuannya membujuk sekelompok pengikut GAM menyerah.
Untuk menunjukkan itikad baik, dia tak membawa senjata. Hal ini sangat berisiko, namun cara tersebut harus tetap ditempuh.
Upayanya tak sia-sia. Dia berhasil membujuk kelompok GAM itu untuk turun gunung dan kembali ke pangkuan NKRI. Kadang untuk mengalahkan musuh, tak perlu satu butir peluru pun meletus.