Beredar Kabar Minta Jabatan Komisaris Inalum, Ini Klarifikasi Denny JA
Dalam tulisan yang mengatasnamakan Denny JA itu dijelaskan, menagih Luhut untuk bertanya kepada Meneg BUMN Erick Thohir soal posisi komisaris Inalum. Di situ juga, tulisan tersebut mengungkit usaha Denny memenangkan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Sejak pagi, Rabu (15/1), beredar tulisan di berbagai WhatsApp Grup yang diyakini milik Pemilik LSI, Denny JA. Isi tulisan itu tentang permintaan jabatan menjadi komisaris di Inalum kepada Menko Kemaritiman Luhut B Panjaitan.
Narasi tulisan itu, Denny JA disebut salah kirim pesan dan masuk ke grup tokoh nasional.
-
Kapan survei LSI Denny JA dilakukan? Sebagai informasi, survei LSI Denny JA ini dilakukan mulai 26 Januari hingga 6 Februari 2024.
-
Bagaimana cara LSI Denny JA melakukan survei tentang elektabilitas partai? Sebagai informasi, survei ini menggunakan metodologi sampling multi-stage random sampling pada 1.200 responden. Adapun survei ini memiliki margin of error kurang lebih 2,9 persen.
-
Berapa elektabilitas PSI menurut survei LSI Denny JA? Elektabilitas PSI hanya sebesar 1,5 persen. Direktur Citra Publik Indonesia (CPI) LSI Denny JA Hanggoro Doso Pamungkas menilai, kehadiran Kaesang Pangarep sebagai Ketua Umum PSI belum membuat elektabilitas partai tersebut naik.
-
Siapa yang melakukan survei LSI? Lembaga Survei Indonesia (LSI) merilis peta dukungan apabila Pilpres 2024 berlanjut ke putaran kedua. Dengan posisi pasangan nomor urut dua Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka dipastikan melaju ke putaran kedua.
-
Kapan LSI melakukan survei? “Kalau melihat data-data ini, yang belum menentukan pilihan untuk pilihan kedua masih sangat besar. Itu berarti dinamika dukungan masih sangat tinggi,” Adapun survei ini dilakukan pada awal Desember 2023, memakai metode random digit dialing (RDD) dengan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.
-
Apa yang terjadi pada Pilkada Jateng berdasarkan survei LSI? Survei LSI: Kaesang Unggul di Pilkada Jateng Berkat Pengaruh Presiden Jokowi Djayadi menegaskan, Pilkada Jawa Tengah masih sangat cair.
Dalam tulisan yang mengatasnamakan Denny JA itu dijelaskan, menagih Luhut untuk bertanya kepada Meneg BUMN Erick Thohir soal posisi komisaris Inalum. Di situ juga, tulisan tersebut mengungkit usaha Denny memenangkan Jokowi di Pilpres 2014 dan 2019.
Berikut tulisan yang viral itu;
Lagi rame, Denny JA salah kirim ????
Bung Denny JA apa info yang saya dapat dari grup WA yg saya ikutin benar WA pribadi anda kepada Pak LBP yg salah kirim ke WAG Tokoh Nasional?
Komandan, Pak Luhut yang baik
Semoga tahun baru membawa berkah baru.
FOLLOW UP yang sudah kita diskusikan tempo hari. Masih adakah kemungkinan dan kabar soal kemungkinan saya menjadi komisaris di Inalum?
Sudah ada jawaban dari Erick Tohir?
Saya cepat belajar dan get things done.
Banyak yang bisa saya kerjakan di sana, untuk mengeksplor soal tambang kita, menarik investasi, termasuk mensumulasi kepala daerah wilayah tambang, yg banyak juga sudah saya menangkan selama di LSI.
Komandan dapat meyakinkan Erick Tohir atau Jokowi, saya bisa membantu komandan soal investasi soal tambang, di posisi komisaris. Terbukti pula saya sudah berhasil membantu komandan ikut memenangkan Jokowi dua kali: 2014; 2019.
Sangat ditunggu arahan pak Luhut berikutnya
Denny JA
Di grup Tokoh Nasional
Jam 07:08 wib, 14/1/2020
merdeka.com sudah mencoba mengkonfirmasi tentang tulisan ini kepada Denny JA, namun belum dibalas. Kami juga coba mencari tahu kebenaran itu kepada peneliti LSI Denny JA, Rully Akbar.
Rully hanya menjawab singkat. Bosnya sudah mengklarifikasi lewat sebuah cerpen.
"Pak Denny sudah klarifikasi dalam bentuk cerpen," kata Rully kepada merdeka.com.
Berikut klarifikasi Denny JA;
KETIKA GOSIP KOMISARIS BUMN PUN DIJADIKAN ISU
Klarifikasi Denny JA Dalam Bentuk Cerpen
Pastilah sebagian masyarakat ini kehilangan isu besar. Gosip pun dijadikan isu. Tanpa cek and rechek lagi, gosip itu diforward kemana- mana. Dan viral pula.
Itulah responnya yang pertama ketika membaca teks di WA. Dengan senyum, sambil menyerumput kopi, ia baca sekali lagi pesan beruntun di ponselnya.
Diberitakan, WAnya ke salah satu mentri bocor. Ia menawarkan diri menjadi komisaris salah satu BUMN. Entah apa yang salah? Atau apa yang penting dari soal itu hingga dijadikan isu yang viral?
Dalam hidupnya sebagai aktivis, tak sekali ia menerima gosip itu. Sebelumnya di era Pilpres 2019, ia dikabarkan menerima uang dari Jokowi sebesar 45 Milyar rupiah untuk memenangkan Jokowi mengalahkan Prabowo.
Waktu itu, Ia santai saja menjawab. Itu fitnah karena angka 45 Milyar kok kecil sekali. Padahal saya TIDAK sedang banting harga.
Sebagai konsultan politik yang ikut memenangkan presiden tiga kali berturut- turut (kini empat kali), apa Iya saya dibayar hanya 45 milyar? Celotehan santai darinya saat itu terasa pas. Agaknya lebih efektif merespon gosip politik dengan celotehan saja.
Apa daya. Ia tumbuh sebagai aktivis. Berdebat di publik menjadi nafasnya. Berdebat dengan data, angka dan hasil riset memang hobinya. Tapi berceloteh pun oke juga.
Sejak lama, Ia memang rindu. Ia berharap ruang publik lebih diisi oleh debat gagasan. Ia ingin para elit heboh oleh inovasi. Ia angankan kembali datang era berpolitik gaya Founding Fathers yang pejuang tapi juga pemikir.
Tapi yang marak dan heboh di ruang publik, acapkali hanya soal skandal tokoh, gosip dan hoax. Apa daya.
Ia teringat teks WA yang Ia terima semalam. Isi WA itu gosip tentang dirinya. Ia digambarkan seolah berkomunikasi dengan seorang menteri untuk jabatan komisaris BUMN.
Ia forward gosip itu ke beberapa, hanya untuk info. Ternyata, itu malah diforward beberapa kali oleh mereka yang senang bergosip ke aneka grup. Tanpa ada check and rechek dan mengelaborasi konteksnya dulu.
Di era media sosial, apapun mudah menjadi isu. Apalagi jika masyarakat yang kehilangan isu besar. Gosip pun menjadi isu. Lebih sensasional lebih asyik. Tak penting benar atau salah.
Ia teringat lirik lagu Michael Jackson: Beat it! beat it! No matter who is wrong or right. Just beat it!
-000-
Apa yang salah dengan seseorang yang ingin berperan ikut memajukan negaranya dengan mengajukan diri menjadi komisaris BUMN? Bukankah itu memang jabatan terbuka yang bisa diisi siapa saja yg kompeten?
Apa yang salah orang yang mengajukan diri menjadi rektor, menjadi menteri, menjadi direktur TV, menjadi bintang sinetron?
Bukankah tak ada pelanggaran hukum di sana? Tak ada skandal di sana? Bukankah semua orang pada dasarnya bagus bagus saja melakukan lobi, meyakinkan aneka pihak? Kok masalah itu saja bisa dijadikan isu dan viral?
-000-
Ia kembali minum itu kopi. Dinyalakannya Smart TV, dan masuk ke Neflix. Kembali ia lanjutkan serial docu drama tentang kisah para genius mengubah peradaban.
Kisah tentang Bill Gates, Pulitzer, Thomas Alfa Edison. Kadang mereka sedikit berkotor tangan, melobi sana dan sini untuk realisasi gagasan.
Perlukah Ia klarifikasi isu soal dirinya mengajukan diri sebagai komisaris BUMN itu? Baiklah, ujarnya. Klatifikasi saja dalam bentuk cerpen.
Dan jadilah cerpen ini.
15 Jan 2020