Berpegang pada Putusan Pidana, Jaksa Tetap Eksekusi Lahan di Pelalawan
Kasi Pidum Kejari Pelalawan, Riki Saputra mengatakan, putusan perkara itu sudah inkrah. Tidak ada alasan untuk menunda eksekusi, meskipun ada upaya hukum lanjutan, baik di PTUN maupun lainnya.
Kejaksaan Negeri Pelalawan, Riau, tetap akan melanjutkan eksekusi lahan di Desa Gondai, Kecamatan Langgam. Jaksa selaku eksekutor berpegang pada putusan pidana yang dikeluarkan Mahkamah Agung (MA) untuk menertibkan dan memulihkan ribuan hektare lahan sawit yang dikelola PT Peputra Supra Jaya (PSJ).
Kasi Pidum Kejari Pelalawan, Riki Saputra mengatakan, putusan perkara itu sudah inkrah. Tidak ada alasan untuk menunda eksekusi, meskipun ada upaya hukum lanjutan, baik di PTUN maupun lainnya.
-
Kenapa Kulat Pelawan mahal? Jika dijual, Kulat Pelawan amat mahal, harganya bisa mencapai jutaan rupiah per kilogram. Proses pertumbuhan jamur ini konon terbilang sulit, karena harus menunggu sambaran petir. Semakin jarang ditemukan, makin tinggi juga harganya di pasaran.
-
Kapan Desa Panggungharjo dibentuk? Desa Panggungharjo dibentuk berdasarkan maklumat monarki Yogyakarta tahun 1946 yang mengatur tentang tata kalurahan saat itu.
-
Kenapa KEK Singhasari penting? KEK Singhasari berkonsentrasi pada platform ekonomi digital untuk bersinergi dengan perkembangan antara bisnis pariwisata dan ekonomi digital.
-
Kapan Hari Lebah Sedunia diperingati? Setiap tahun pada tanggal 20 Mei, dunia merayakan Hari Lebah Sedunia, sebuah peringatan yang mengingatkan kita semua tentang makhluk kecil yang memiliki peran besar dalam kelangsungan hidup planet kita.
-
Apa yang ditemukan di Kota Lama Semarang? Dari ekskavasi itu, tim peneliti tidak hanya menemukan struktur bata yang diduga merupakan bagian dari benteng Kota Lama. Namun juga ditemukan artefak berupa fragmen keramik, botol, kaca, tembikar, serta ekofak berupa gigi, tulang, tanduk hewan, dan fragmen Batubara yang jumlahnya mencapai 9.191 fragmen.
-
Kapan Luweng Wareng terbentuk? Gua ini terbentuk ribuan tahun lalu akibat proses geologi amblasnya tanah dan vegetasi yang ada di atasnya ke dasar bumi.
"Menurut pandangan kami selaku eksekutor, putusan perkara pidana yang telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) maka pelaksanaan penertiban dan pemulihan kawasan hutan sebagai tindak lanjut eksekusi putusan Mahkamah Agung RI itu harus tetap dilaksanakan," ujar Riki, Jumat (19/3).
Eksekusi itu didasarkan pada putusan Mahkamah Agung RI No 1087 K/Pid.Sus.LH/2018 tertanggal 17 Desember 2018. Putusan itu berisi instruksi mengembalikan lahan kepada negara, melalui Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup, Provinsi Riau. Hutan Tanaman Industri (HTI) kemudian diserahkan kepada PT NWR yang memegang izin seluas 3.323 hektare.
Persoalan muncul setelah MA baru-baru ini juga mengeluarkan putusan lain, yakni di bidang Tata Usaha Negara (TUN). Isinya, surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit dinyatakan batal atau tidak sah. Putusan Nomor 595 K.TUN/2020 itu telah disampaikan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Pekanbaru.
Menurut Riki, putusan Mahkamah Agung RI dalam peradilan pidana dan putusan dalam peradilan TUN merupakan hal yang berbeda. Bahkan menurut dia, keduanya tidak ada hubungan. "Menurut hemat kami, dua putusan itu merupakan hal berbeda, sebab objeknya juga berbeda," ucap Riki.
Hal senada disampaikan pengamat hukum dari Universitas Riau, Mexsasai Indra. Dia berpendapat, tak ada korelasi atau kaitan antara putusan pidana (eksekusi) dan putusan TUN itu.
Menurutnya, jika dilihat dari peristiwa hukumnya, ada dua putusan pengadilan terhadap satu peristiwa hukum, yakni putusan pidana dan putusan TUN. "Yang perlu dipahami secara filosofis adanya putusan TUN tidak dimaksudkan untuk melakukan tindakan korektif terhadap putusan dalam peristiwa pidananya. Sebab, hal ini terkait dengan kompetensi absolut dari badan peradilan untuk memeriksa dan mengadili dalam perkara a quo," jelas Meksasai.
Berdasarkan pengamatannya, yang menjadi objek sengketa TUN adalah surat tugas yang dikeluarkan oleh DLHK Provinsi Riau, yang notabene merupakan implementasi atau tindak lanjut atas putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijs). Sementara dalam perkara pidananya, secara teoritis apa yang menjadi objek gugatan dalam perkara tersebut tidak memenuhi unsur sebagai Keputusan Tata Usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam UU No 5 Tahun 1986 sebagaimana beberapa kali dilakukan perubahan.
Menurut Mexsasai, DLHK Riau memiliki kewenangan untuk menindaklanjuti putusan itu, karena arena dari pendekatan kewenangan lingkup materi (bevoegdheid ratione materiae) merupakan kewenangan dari KLHK Cq DLHK Provinsi Riau.
"Karena dalam putusan pidananya secara eksplisit menyatakan bahwa areal yang menjadi objek sengketa dikembalikan kepada negara, sehingga keadaan hukumnya dikembalikan kepada negara dengan landasan filosofis Pasal 33 ayat (3) UUD 1945," kata dia.
"Jadi dari case posisinya saya berpandangan bukan privat to privat tapi adanya pelanggaran terhadap public domain yang dinormakan oleh negara sebagai sesuatu yang dilarang (verboden)," tambahnya.
Kemudian, Mexsasai menilai secara teoritis putusan TUN mengenai Keputusan TUN (surat tugas) bukan sengketa perdata yang kompetensi absolut untuk memeriksa dan mengadilinya berbeda. Sebab, dalam peritiwa ini sudah masuk dalam case kongkret.
"Sebaiknya bagi pihak-pihak yang mau memberikan pendapat, harus memberikan informasi dan pandangan yang obyektif. Jadi dalam perkara ini, saya menilai tidak ada korelasi antara putusan pidananya dengan putusan TUN-nya," tandasnya.
Baca juga:
Kebun Sawit Terlanjur Ditebangi, MA Putuskan Eksekusi Lahan di Riau Tidak Sah
Warga Langgam Pelalawan Resah Sengketa Lahan Semakin Berlarut
Beda Keterangan Polisi dengan Koperasi Terkait Penangkapan 4 Petani di Pelalawan
Buntut Rusuh Eksekusi Lahan di Pelalawan, 4 Petani Ditangkap
DPR Nilai Kunci Masalah Pertanahan dari SDM Bukan Digitalisasi Sertifikat
Sengketa dengan PTPN, Lahan Pesantren Milik Rizieq Bisa Disita Polisi