BPK beri opini Wajar Dengan Pengecualian terhadap APBN 2015
BPK beri opini Wajar Dengan Pengecualian terhadap APBN 2015. Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan IHPS I tahun 2016 memuat ringkasan hasil pemeriksaan pemerintah pusat yang terdiri atas 100 hasil pemeriksaan laporan keuangan. Hasilnya, sesuai dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I Tahun 2016 kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). IHSP itu disampaikan BPK dalam sidang Paripurna DPR hari ini.
Ketua BPK Harry Azhar Aziz mengatakan IHPS I tahun 2016 memuat ringkasan hasil pemeriksaan pemerintah pusat yang terdiri atas 100 hasil pemeriksaan laporan keuangan. Hasilnya, sesuai dengan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015, pihak BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap APBN 2015.
"Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015 yang merupakan pertanggungjawaban atas tahun APBN 2015, BPK memberikan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)," kata Harry di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/10).
Hasil pemeriksaan tersebut, BPK menyampaikan simpulan berupa opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas 385 Laporan Keuangan (60%), tidak termasuk Laporan Keuangan BPK yang diperiksa oleh Kantor Akuntan Publik (KAP) yang memperoleh WTP.
Diberikannya opini WDP tersebut bukan tanpa alasan. Sebab, BPK mendapat 10.198 temuan yang termuat dalam 15.568 permasalahan, dengan rincian 49 persen permasalahan adalah kelemahan sistem pengendalian intern dan 51 persen permasalahan ketidakpatuhan terhadap ketentuan perundang-undangan senilai Rp 44,68 triliun.
Ditambahkannya, permasalahan ketidakpatuhan yang berdampak finansial ini disebutkan objek yang diperiksa (entitas) telah ditindaklanjuti dengan menyerahkan aset atau diselamatkan ke kas negara sebesar Rp 442,2 miliar (1 persen).
"Dari permasalahan ketidakpatuhan itu, sebanyak 60 persen permasalahan berdampak finansial senilai Rp 30,62 triliun. Permasalahan berdampak finansial tersebut terdiri atas 66 persen permasalahan yang mengakibatkan kerugian negara senilai Rp 1,92 triliun, 9 persen permasalahan berpotensi kerugian negara senilai Rp 1,67 triliun dan 25 persen masalah mengakibatkan kekurangan penerimaan senilai Rp 27,03 triliun," paparnya.
Lebih lanjut, Harry memaparkan IHPS I tahun 2016 adalah ringkasan dari 696 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang terdiri dari 116 LHP, pada pemerintah pusat (17 persen), 551 LHP pada pemerintah daerah (79 persen), dan 29 LHP BUMN serta badan lainnya (4 persen).
Berdasarkan jenis pemeriksaan, LHP tersebut terdiri dari 640 LHP Keuangan (92 persen), 8 LHP Kinerja (1 persen), dan 48 LHP dengan tujuan tertentu (7 persen). Harry menyebut sebagian besar hasil pemeriksaan merupakan pemeriksaan di sektor keuangan.
"Hasil pemeriksaan BPK pada semester I sebagian besar atau hampir seluruhnya adalah hasil pemeriksaan keuangan. Karena sesuai dengan ketentuan BPK memeriksa laporan keuangan pemerintah pusat dan daerah yang disampaikan sebagai pertanggungjawaban pelaksanaan APBN tahun sebelumnya pada semester I tahun ini," jelasnya.
Oleh karena itu, Harry meminta DPR untuk menyediakan waktu khusus agar BPK bisa menjelaskan dan mengaudit pemberian opini WDP atas APBN 2015. Pihaknya pun siap memberikan keterangan.
"Kami berharap agar DPR tiap komisi mengundang kami untuk memperjelas dan juga untuk menyangkut audit dengan tujuan tertentu. Apalagi yang aspeknya pro yustisia yang tidak bisa dibuka ke publik," tandasnya.
Di lokasi yang sama, pimpinan sidang yang juga Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan memastikan akan menindaklanjuti pemberian opini WDP APBN 2015 oleh BPK itu sesuai aturan. Pasalnya, DPR juga berperan melakukan pengawasan pelaksanaan anggaran pemerintah.
"Tindak lanjut dari IHPS ini akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku," pungkas Taufik.