Bukti tak otentik, pengacara Setnov minta proses di MKD dihentikan
Firman juga mengkritik terkait soft copy barang bukti berupa rekaman yang sengaja dipotong-potong.
Salah satu anggota tim kuasa hukum Ketua DPR Setya Novanto (Setnov), Firman Wijaya mengkritisi beberapa celah dari proses persidangan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD). Firman menegaskan bahwa dalam rekaman yang diputar semalam, tak ada bukti bahwa Setnov catut nama Presiden Jokowi untuk memalak PT Freeport.
"Dalam transkip yang semalam diperdengarkan di MKD tidak ada yang menunjukkan bahwa secara tegas Pak Setya Novanto mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden meminta saham," kata Firman di Kompleks Parlemen DPR RI, Senayan, Jakarta, Jumat (4/12).
Selain itu menurut Firman, rekaman yang diputar dan diberikan pada MKD bukan rekaman asli. Selain menganggap bahwa proses merekam tanpa izin itu ilegal, Firman menegaskan bahwa rekaman tersebut tak punya nilai hukum yang kuat.
"Nah hal ini tentu menunjukkan sebenarnya dokumen bukti tersebut itu bias secara pembuktian subtansi orisinilitas juga bermasalah, karena MKD sudah menyatakan secara terbuka ini soft copy, karena di manapun soft copy itu tidak menjadi sebuah bukti apalagi kalau mengalami sebuah proses identifikasi," tuturnya.
Firman juga mengkritik terkait soft copy barang bukti berupa rekaman yang sengaja dipotong-potong. Dia menuding bahwa pemotongan itu sengaja untuk memojokkan Setnov.
"Potongan-potongan yang menunjukkan ada perbedaan bahwa transkip dengan rekaman kami duga ini bagian dari upaya menyudutkan Pak Setya Novanto. Sehingga hemat kami bukti ini tidak layak, secara prosedur formal pun mau pun secara kualitas originalitas, relevansi, akurasi jauh dari apa yang dituduhkan di dalam pengaduan oleh Pak Sudirman Said," ujarnya.
Firman menuding pula bahwa pengaduan dugaan pelanggaran etik yang dilaporkan Menteri ESDM Sudirman Said tidak sah secara hukum. Firman mengancam balik Sudirman dengan undang-undang ITE. Maka dari itu dia berharap proses adili Setnov di MKD harus segera dihentikan.
"Pak Setya Novanto menghormati proses hukum yang ada dan pasal 11 UU ITE bisa disetujui oleh MKD kalau sepertinya alat bukti tidak layak, validitasnya, validasinya otentikasinya, relevansinya maka bisa saja MKD tidak perlu melanjutkan karena pembuktian hasil sadapan rekaman jauh, bisa daya rusaknya ketimbang subtansi dan kebenarannya dan MKD sebenarnya bisa menentukan sikap kepada Pasal 11 karena bukti dan aduan ini meragukan secara hukum," pungkasnya.