Bupati Morotai dan kuasa hukum didakwa suap Akil Rp 2,98 miliar
Suap kepada Akil diberikan dengan tujuan mempengaruhi sidang sengketa Pilkada Kabupaten Morotai, Maluku Utara pada 2011.
Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) mendakwa Bupati Morotai Rusli Sibua bersama kuasa hukumnya, Sahrin Hamid menyuap mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Akil Mochtar sebesar Rp 2,98 miliar.
Suap kepada Akil diberikan dengan tujuan mepengaruhi putusan perkara permohonan keberatan hasil Pilkada Kabupaten Morotai, Maluku Utara pada 2011.
Jaksa Ahmad Burhanuddi menyatakan, awalnya pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Morotai Rusli Sibua dan Weni R Paraisu bersaing dengan lima pasangan lainnya dalam Pilkada Morotai pada 2011 lalu. Kemudian pada 21 Mei 2011, KPU Pulau Marotai menetapkan pasangan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai pemenang dalam Pilkada periode 2011-2016.
"Pada 24 Mei 2011 terdakwa dan Weni R Paraisu mengajukan permohonan keberatan atas keputusan KPU Kabupaten Morotai yang menetapkan Arsad Sardan dan Demianus Ice sebagai kepala daerah kepada Mahkamah Konstitusi dan menunjuk Sahrin Hamid selaku penasihat hukum atas saran Muchlis Tapitapi dan Mochammad Djuffry" kata Burhanuddin saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (13/8).
Lanjut dia, saat panel hakim MK Akil memeriksa permohonan keberatan hasil Pilkada Morotai mengambil kesempatan dengan menghubungi Sahrin via telepon untuk menyerahkan uang sebesar Rp 6 milyar agar gugatan Rusli dikabulkan.
Sahrin kemudian melakukan pertemuan dengan Rusli dan Muchlis Tapitapi. Akhirnya Rusli menyanggupi untuk memberikan uang sebesar Rp 3 miliar.
Lantaran takut mengantarkan uang tersebut secara langsung, Akil meminta Sahrin untuk mentransfer uang tersebut ke rekening tabungan CV Ratu Samagat milik istrinya. Uang sebanyak Rp 2,98 miliar itu ditransfer sebanyak tiga kali.
"Permohonan perkara keberatan hasil pilkada pasangan terdakwa dan Weni R Paraisu dikabulkan dan diputus oleh MK setelah terdakwa memberi uang kepada M Akil Mochtar pada 20 Juni 2011," katanya.
Atas perbuatannya, Rusli dijerat dengan Pasal 6 ayat 1 huruf a dan Pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana. Dia diancam dengan hukuman maksimal 15 tahun penjara.