Calon Hakim Agung Nilai Hukuman Mati Masih Diperlukan Dalam Keadaan Khusus
Hal itu dilontarkan Suradi sebagai jawaban dari salah satu panelis saat mengikuti seleksi terbuka Calon Hakim Agung yang digelar Komisi Yudisial (KY) melalui chanel Youtube, Senin (3/8).
Calon Hakim Agung, Suradi menilai terkait hukuman mati yang saat ini dipakai Indonesia masih diperlukan dalam keadaan pidana khusus bukan sebagai pidana pokok. Walaupun hal tersebut memiliki pro kontra di masyarakat hingga dunia international.
Hal itu dilontarkan Suradi sebagai jawaban dari salah satu panelis saat mengikuti seleksi terbuka Calon Hakim Agung yang digelar Komisi Yudisial (KY) melalui chanel Youtube, Senin (3/8).
-
Kapan Lukman Hakim meninggal? Lukman Hakim meninggal di Bonn pada 20 Agustus 1966.
-
Kontroversi apa yang terjadi antara Atta Halilintar dan Tompi? Menurut penyanyi dan dokter bedah tersebut, apa yang dilakukan oleh kreator konten adalah sebuah kekeliruan besar. Terlebih saat mengetahui bahwa angka taksiran rumah senilai 150 miliar itu hanyalah trik untuk menarik perhatian penonton, bukan berdasarkan fakta yang sebenarnya.
-
Kenapa karmin kontroversial? Meskipun dibuat dari bahan alami, namun pewarna karmin tidak lepas dari kontroversi.
-
Apa yang menjadi kontroversi dari pernyataan Kartika Putri? Seperti yang sudah diketahui sebelumnya, Kartika sempat viral lantaran melontarkan ide tentang para capres yang harusnya ada tes mengaji.
-
Bagaimana konflik antar kelompok terjadi? Konflik adalah warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada berbangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara berterusan.
-
Mengapa modifikasi cumi-cumi darat kontroversial? Modifikasi cumi darat ini meningkatkan performa kendaraan, namun memiliki efek samping yang sangat kontroversial dan merugikan lingkungan serta kesehatan.
"Memang kita akui bahwa hampir di seluruh belahan dunia ini pro dan kontra terhadap pidana mati. Maka ada beberapa pidana secara faktual menghapuskan pidana mati dari Undang-Undang dan di Indonesia hukuman mati ini masih juga ada pro kontra," jawab Suradi.
"Namun secara hemat saya pidana mati ini masih tetap diperlukan, begitu juga dalam konsep KUHP masih diperlukan tetapi dibuat dalam hal keadaan yang khusus. Jadi tidak dimasukan dalam pidana pokok," imbuh dia.
Menurut dia, sebagaimana yang tertuang dalam KHUP saat ini pidana mati diperlukan tatkala hukuman tersebut dipadang untuk melindungi masyarakat sebagai tanggung jawab negara melindungi masyarakat terhadap hal yang paling mendasar yaitu Hak Asasi Manusia (HAM).
"Jangan sampai banyak nyawa yang terbunuh salah satunya seperti itu. Jadi memang ada dua pertentangan hak asasi, kalau kita menganut opsional seyogyakan dihapuskan pidana mati itu. Tetapi kalau menurut saya pribadi, kita masih perlu menetapkan hukuman dalam pidana mati dalam KUHP kita, cuma tidak di pidana umum (pokok)," ujar dia.
Karena tidak masuk dalam pidana pokok, Suradi berpendapat bahwa pidana mati masih relevan apabila ditempatkan pada situasi khusus sehingga syarat yang dipakai untuk menjatuhkan pidana mati lebih berat.
Mendengar jawaban tersebut, panelis kembali mencecar Suradi terkait kemandirian hukuman negara ketika dunia international meminta untuk pidana mati dihapuskam dalam hukuman pidana.
"Tapi yang saya tanyakan adalah kemandirian bagi negara ini yang memiliki kedaulatan ketika berhadapan dengan keinginan dari negara luar untuk berpengaruh terhadap hukuman di Indonesia (contoh hukuman mati)," tanya panelis kembali.
"Salah satu tujuan negara yang merdeka itu adalah bisa menetapkan kedaulatan negara sendiri, jadi artinya menentukan hal untuk haknya sendiri. Jangan sampai diatur-atur orang lain, karena itu sebagai wujud intervensi dari kedaulatan," katanya.
"Namun begitu, tidak serta-merta menolak, tetapi harus juga memperhatikan hal-hal yang memang kalau prinsipil saran yang dimaksudkan itu untuk membangun dan bagi memperbaiki peradaban ya semestinya dipertimbangkan," lanjutnya.
Untuk diketahui bahwa saat ini Komisi Yudisial sedang menggelar seleksi kepada Calon Hakim Agung, yang terbagi untuk Kamar Pidana terdapat 15 peserta yang lolos tahap tiga, yakni Achmad Setyo Pudjoharsoyo, Adly, Artha Theresia Silalahi, Aviantara, Catur Irianto, Dwiarso Budia Santiarto, Eddy Parulian Siregar, Hermansyah, Hery Supriyono, Jupriyadi, Prim Haryadi, Subiharta, Suharto, Suradi, dan Yohanes Priyana.
Selanjutnya, untuk Kamar Perdata terdapat enam peserta yang dinyatakan lolos, yakni Berlian Napitupulu, Ennid Hasanuddin, Fauzan, Haswandi, Mochammad Hatta, dan Raden Murjiyanto. Sedangkan untuk Calon Hakim Agung untuk Kamar Militer, yakni Brigadir Jenderal TNI Slamet Sarwo Edy, Brigjen TNI Tama Ulinta Boru Tarigan dan Brigjen TNI Tiarsen Buaton.
Baca juga:
Calon Hakim Agung Jupriyadi Tegaskan Hukum Tidak Boleh jadi Alat Politik
Pemerintah Disebut Langgar HAM saat Tangani Covid, Calon Hakim Agung Nilai Berlebihan
Calon Hakim Agung Ini Nilai Diskon Hukuman untuk Koruptor Hal yang Biasa
Seleksi Hakim Agung, Hakim Aviantara Dicecar Soal Pemotongan Hukuman Pinangki
Koalisi Pemantau Peradilan Ragukan Independensi 30 Persen Calon Hakim Agung
Komisi Yudisial Sebut Pendaftar Calon Hakim Agung 2021 Terbanyak Selama Seleksi