Cegah kerusuhan, pemerintah didesak tak penjarakan pengguna narkoba
Hal itu buat mencegah penjara terlalu padat dan rawan konflik.
Kerusuhan lembaga pemasyarakatan (Lapas) khusus tahanan narkoba Banceuy, Bandung, tidak lepas dari kelebihan penghuni. Hal ini diakui Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna Hamonangan Laoly, usai meninjau Lapas Banceuy pasca kerusuhan, Sabtu (23/4) lalu.
Kelebihan kapasitas menunjukkan pentingnya pemerintah menjalankan Undang-Undang (UU) 35/2009 Tentang Narkotika. dalam Pasal 53 dan 54 beleid itu mewajibkan pecandu atau pengguna narkoba direhabilitasi, bukan dipenjara.
Dokter spesialis kejiwaan yang juga kerap menangani pasien narkoba Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung, Teddy Hidayat mengatakan, selama pemerintah tidak menjalankan amanat undang-undang itu, maka sampai kapan pun penjara di Indonesia akan selalu kelebihan kapasitas, dan sangat berpotensi memicu kerusuhan.
"Solusinya harus menegakkan Undang-Undang 35/2009. Bahwa pengguna dan pecandu itu direhab, bukan dipenjara. Hanya pengedar dan produsen saja yang dipenjara. dengan begitu pasti tidak akan overcapacity," kata Teddy, saat dihubungi, Senin (25/4).
Teddy melihat, kebijakan rehabilitasi bagi pengguna atau pecandu masih belum jalan. Padahal, pengguna narkoba di Indonesia sangat banyak. Jika mereka semua dipenjarakan, lapas di seluruh Indonesia tidak akan sanggup menampungnya.
"Pengguna narkoba di kita ini sangat besar. Seberapa banyak dan besar pun penjaranya tidak akan sanggup menampung pengguna dan pecandu," ucap Teddy.
Penjara yang kelebihan penghuni pun kondisi sosialnya akan berbeda. Di sana, narapidana akan berperilaku agresif, mudah tersinggung, dan gampang memicu amuk massa.
Yasonna mengakui Lapas Banceuy memang kelebihan muatan, yakni mencapai 794 tahanan. Di saat yang sama, fasilitas umum di Lapas juga terbatas, bangunannya sudah uzur, dan jumlah petugas juga tak seimbang.
Kondisi Lapas Banceuy tidak jauh beda dengan kondisi Lapas narkoba lainnya di Indonesia, yang kelebihan muatan.
"Tahanan terbesar kita ini narkoba, hampir 60 ribu. Kalau mereka tinggal itu menjadi frustasi. Apa saja pemicu bisa menjadi meledak. Di beberapa tempat pertamanya gini. Overcapacity, frustasi, ada info bohong, sudah cukup jadi pemicu," kata Yasonna.
Bahkan Rencana pemerintah meningkatkan fasilitas dan kapasitas lembaga pemasyarakatan (lapas) khusus narkoba, dinilai tidak menyentuh persoalan mendasar. Teddy melanjutkan, memenjarakan pecandu bersamaan dengan pengedar atau produsen malah akan membuat pengguna makin terjerumus ke dalam narkoba.
"Kalau pengguna tetap dipenjara malah akan menjadi masalah baru, karena mereka akan bertemu satu sama lain, bertukar informasi, membuka akses baru pada narkoba. Jadi makin pada pintar di situ," ujar Teddy.