Singapura Hukum Gantung Tiga Penyelundup Narkoba dalam Sepekan, Tak Gubris Permohonan Grasi PBB
Pakar PBB telah meminta pihak berwenang Singapura untuk menyelamatkan terdakwa penyelundupan narkoba tersebut.
Singapura melaksanakan hukuman gantung ketiga terhadap seorang terpidana penyelundup narkoba dalam sepekan meskipun ada permohonan grasi dari PBB.
Badan pemberantasan narkoba Singapura (CNB) menyampaikan pada Jumat (22/11), Rosman Abdullah (55) dieksekusi karena menyelundupkan 57,43 gram heroin ke negara kota tersebut.
CNB mengatakan, terdakwa yang merupakan warga negara Singapura “sepenuhnya menjalani proses hukum, dan diwakili oleh penasihat hukum selama proses tersebut".
“Hukuman mati hanya dijatuhkan untuk kejahatan yang paling serius, seperti penyelundupan narkoba dalam jumlah besar yang menyebabkan kerugian yang sangat serius, tidak hanya bagi individu penyalahguna narkoba, namun juga bagi keluarga mereka dan masyarakat luas,” papar CNB, seperti dikutip dari Al Jazeera, Sabtu (23/11).
Pakar PBB telah meminta pihak berwenang Singapura untuk menyelamatkan Rosman, dengan alasan hukuman mati tidak banyak mencegah kejahatan dan pihak berwenang tidak memberikan akomodasi yang tepat untuk disabilitas intelektualnya.
“Kami sangat prihatin Pak Rosman bin Abdullah tampaknya tidak memiliki akses terhadap akomodasi prosedural, termasuk bantuan individual, atas kecacatannya selama interogasi atau persidangannya,” kata para ahli dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Kantor Komisaris Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia pada Rabu.
Rosman dieksekusi di Penjara Changi, terjadi tepat sepekan setelah Singapura mengeksekusi warga Malaysia berusia 39 tahun dan warga Singapura berusia 53 tahun karena penyelundupan narkoba.
Singapura di antara beberapa segelintir negara, termasuk China dan Korea Utara, yang menerapkan hukuman mati untuk pelanggaran narkoba. Berdasarkan undang-undang negara tersebut, siapa pun yang memperdagangkan lebih dari 500 gram ganja atau 15 gram (0,5 ons) heroin akan menghadapi hukuman mati wajib.