Cerita di Balik Aksi Heroik Megawati Lilitkan Bendera Pusaka untuk Bung Karno di Wisma Yaso
Cerita itu disampaikan Guntur Soekarnoputra dalam buku berjudul 'Sang Saka Melilit Perut Megawati, Humaniora, Sejarah, dan Nasionalisme Internasionalisme'.
Putra pertama Presiden pertama Indonesia, Soekarno (Bung Karno), Guntur Soekarnoputra menulis buku berjudul 'Sang Saka Melilit Perut Megawati, Humaniora, Sejarah, dan Nasionalisme Internasionalisme'.
Guntur menceritakan awal mula menulis buku soal transisi dari Orde Dasar ke Orde Baru tersebut, di mana Bung Karno dikarantina di Wisma Yaso. Ketika itu, Guntur menuturkan, Bung Karno menitipkan bendera sang saka merah putih dijahit Fatmawati kepada salah satu staf pribadinya di kediaman Fatmawati.
- Guntur Bicara soal Kabar Bung Karno Punya Emas Berton-ton di Swiss dan Intan Kartika
- Megawati Cerita Pengalaman Puan saat ke IKN: Aduh Ma Air Susah, Mandi Cuma Lap-Lap Saja
- Cerita Megawati Setiap Malam Menangis: Negara Segede Gini Kenapa Tak Bisa Adil Makmur?
- 5 Novel tentang Perempuan Berlatar Sejarah seperti Gadis Kretek
"Ketika mau 17 Agustus 67, rupanya Pak Harto sudah jadi presiden atau apa lupa, kebingungan gimana enggak ada bendera pusaka yang mau dikibarkan. Kemudian mereka mencari. Satu-satunya jalan harus tanya Bung Karno. Bapak sendiri segan mau lepas bendera itu ke orde baru. Sama bapak dibilang saya enggak nyimpan," kata Guntur dalam acara peringatan ulang tahun ke-80 sekaligus membedah buku ditulisnya di Puri Agung Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Minggu (3/11).
Cerita di balik penulisan itu disampaikan Guntur di depan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri hingga Wakil Presiden ke-6 RIK Try Sutrisno yang menghadiri peluncuran buku tersebut.
"Tapi di situ tidak manusiawinya orde baru terhadap Bung Karno, setiap Bung Karno mengelak Bung Karno diberi tekanan psikologis agar kasih tahu di mana bendera," sambung Guntur.
Menurut Guntur, Bung Karno kemudian memanggilnya. Pemanggilan ini dilakukan untuk menyerahkan bendera pusaka tersebut.
"Pada suatu saat saya dipanggil Bung Karno. ‘Sudah To, ini demi kelangsungan persatuan dan kesatuan NKRI, bapak akan serahkan bendera ini kepada penguasa orde baru," ujar Guntur.
"Tapi masalahnya kalau kita nengok Bung Karno diistilahnya dikarantina, jangankan bawa benda-benda yang aneh atau bagaimana," tambah Guntur.
Karena itu, Guntur melanjutkan, ketika Fatmawati hendak mengirimkan sayur lodeh untuk Bung Karno, komandan di wisma tersebut dengan anggotanya langsung mengecek terlebih dahulu bekal dibawa tersebut.
Menurut Guntur, pengecekan itu dilakukan komandan wisma untuk mengantisipasi jika ada sesuatu di dalam sayur yang dibawa untuk Bung Karno. Sehingga, sulit untuk membawa bendera dan diserahkan kepada presiden pertama RI tersebut.
"Akhirnya ibu mempunyai ide kalau begitu, mula-mula Mega ditanya. Mega waktu itu manggilnya Adis. Adis ditanya ‘Dis, kamu kalau dapat tugas membawa bendera kamu sanggup enggak’, Adis bilang sanggup, berani. Padahal itu penuh risiko," ujar Guntur.
Karena Adis sapaan untuk Megawati itu berani untuk menjalankan perintah dari ibunya, Guntur menambahkan akhirnya Fatmawati mendapatkan ide bagaimana cara untuk bisa menyerahkan bendera sang saka itu kepada Bung Karno.
"Ada persoalan siapa yang bawa ini bendera, kemudian ibu memutuskan Adis waktu itu. Dengan jalan bendera pusakanya dililit di perutnya Adis, perut Mega. Dililit di situ, terus Mega pakai baju yang agak longgar," ucap Guntur.
"Ibu pesan, kalau ditanya kenapa gemuk atau gimana, bilang saja hamil muda," sambung Guntur.
Atas keberanian dan kesiapan Presiden ke-5 RI itu, membuat Guntur pun menjadi menggeleng-gelengkan kepala.
"Saya tanya Adis, ‘Dis kamu berani, siap? Aku siap mas’. Saya cuma bisa geleng-geleng kepala, ini kerjaan gila," papar Guntur.
"Akhirnya dilaksanakan Alhamdulillah sampai ke Bung Karno, dibawa ke kamar Bung Karno, di sana dibuka kemudian diserahkan kepada utusan Orde Baru," pungkasnya.