Cerita lucu TNI-Polri razia pemuda berambut gondrong
Soekarno marah lihat penampilan pemuda yang kebarat-baratan. Barat dianggap imperialis, dan tak berjiwa revolusioner.
Apa yang terbesit dalam pikiran anda ketika melihat pria berambut gondrong? Sosok pria cool, jantan atau malah menyeramkan?
Tak ada definisi pasti soal sosok pria gondrong. Tapi dalam kenyataannya, banyak yang menganggap pria gondrong sebagai sosok urakan yang punya semangat kebebasan. Dia tak ingin ada yang mengekangnya termasuk soal penampilan sekalipun di pandang menyeramkan.
Cerita soal pria gondrong menyeramkan rupanya sudah terjadi sejak tahun 1960 silam. Itu pula yang menyebabkan pria gondrong di masa itu dirazia.
Salah satu gerakan pembasmian pria berambut gondrong pernah terjadi di Jakarta tepat pada Desember 1966. Dihimpun dari berbagai sumber, saat itu pemerintah sampai membuat tim gabungan dari TNI dan Polri untuk merazia pria berambut gondrong.
Mereka yang kedapatan berambut gondrong bakal ditangkap dan kemudian rambutnya dipotong. Untuk lokasi pemotongan tak ada tempat khusus. Di jalanan pun jadi lokasi pemotongan paksa rambut pria gondrong.
Saat itu pria berambut gondrong resah berjemaah. Meski bukan pelaku kriminal, mereka ikut resah karena bisa saja diperlakukan yang sama hingga pasrah.
Apa yang menyebabkan pemuda berambut gondrong itu dimusuhi?
Presiden Soekarno kala itu sangat kesal bila melihat penampilan pemuda yang kebarat-baratan. Barat dianggap imperialis, dan tak berjiwa revolusioner.
"Beri aku sepuluh pemuda yang membara cintanya kepada Tanah Air, dan aku akan mengguncang dunia," kata Soekarno, kala itu.
Sebagai bentuk ketegasan, dia meminta TNI dan Polri merazia besar-besaran pada pemuda yang bergaya kebarat-baratan apalagi yang menjiplak penampilan grup musik The Beatles yang sedang mewabah kala itu.
Soekarno kala itu meminta semua anak muda yang menggunakan celana ketat hingga berambut gondrong ditangkap dan ditindak. Menindaklanjuti perintah Sang Presiden, polisi kemudian membawa botol kecap, jika ternyata botol itu tidak bisa masuk ke dalam celana, maka celana dianggap celana ketat dan harus digunting.
"Kresss!!" celana pun digunting sampai paha tanpa ampun. Masyarakat yang melihat akan tertawa-tawa melihat pemandangan lucu itu.
Tak cuma menindak pemuda bercelana ketat, mereka yang berambut gondrong ikut diburu. Soekarno memerintahkan untuk digunting di tempat umum. Sialnya, polisi akan menggunting rambut para pemuda asal-asalan. Jika ada pemuda yang kena razia, maka masyarakat akan ramai-ramai bersorak dan menertawakan sang korban.
Rupanya kebencian pemerintah pada pemuda berambut gondrong bukan terjadi di Orda Lama, memasuki Orde Baru pria berambut panjang juga masih dicari-cari. Rambut gondrong dianggap tidak sesuai dengan kepribadian nasional bahkan dianggap sebagai dekadensi moral.
Bahkan di Orde Baru, aturan soal rambut gondrong dibuat lebih ketat. Di tahun 1971, stasiun televisi TVRI sampai memboikot seniman berambut gondrong.
Tak cuma itu, di masa Orde Baru sekitar tahun 1972 sampai dibuat larangan rambut gondrong secara tertulis. Lagi-lagi pemuda khususnya kalangan mahasiswa menolak larangan rambut gondrong. Di Sumatera Utara sampai dibentuk badan pemberantas rambut gondrong.
"Reaksi mahasiswa Bandung paling keras," ujar Hariman, aktivis Universitas Indonesia
kala itu.
Protes pemuda soal rambut gondrong yang dilarang kala itu sampai membuat penulis muda Aria Wiratma Yudhistira menuliskan dalam buku berjudul Dilarang Gondrong! Praktik Kekuasaan Orde Baru terhadap Anak Muda Awal 1970-an.
Cerita pemuda dilarang gondrong kini hilang seiring tenggelamnya rezim Orde Baru. Kini, pemuda gondrong bebas memanjangkan rambut mereka sesuka hati tanpa ada yang melarang. Kesan urakan pemuda gondrong juga kini mulai hilang, sebab banyak pula kini pemuda gondrong yang menorehkan prestasi.