Cerita Pak Pong Barongsai dari Kampung Pajeksan Yogyakarta
Persinggungan awal Pak Pong dengan kesenian Barongsai dimulai sejak tahun 1995 atau semasa Orde Baru. Kala itu, Pak Pong yang tinggal di Kampung Pajeksan di kawasan Malioboro, kerap melihat orang-orang berlatih Barongsai.
Namanya Slamet Hadi Prayitno (75) atau akrab disapa Pak Pong, bukanlah nama asing di dunia kesenian Barongsai Yogyakarta. Pak Pong selain dikenal sebagai pemain, juga pembuat Barongsai.
Persinggungan awal Pak Pong dengan kesenian Barongsai dimulai sejak tahun 1995 atau semasa Orde Baru. Kala itu, Pak Pong yang tinggal di Kampung Pajeksan di kawasan Malioboro, kerap melihat orang-orang berlatih Barongsai.
-
Apa yang viral di Babelan Bekasi? Viral Video Pungli di Babelan Bekasi Palaki Sopir Truk Tiap Lima Meter, Ini Faktanya Beredar video pungli di Babelan Bekasi. Seorang sopir truk yang melintas di kawasan Jalan Raya Babelan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat merekam banyaknya aktivitas pungli baru-baru ini.
-
Kolak apa yang viral di Mangga Besar? Baru-baru ini ramai di media sosial war kolak di kawasan Mangga Besar, Jakarta Barat. Sebagaimana terlihat dalam video yang tayang di akun Instagram @noonarosa, warga sudah antre sejak pukul 14:00 WIB sebelum kedainya buka.
-
Kenapa Hanum Mega viral belakangan ini? Baru-baru ini nama Hanum Mega tengah menjadi sorotan hingga trending di Twitter lantaran berhasil membongkar bukti perselingkuhan suaminya.
-
Apa yang viral di Bangkalan Madura? Viral video memperlihatkan seekor anjing laut yang tidak sewajarnya dikarenakan berkepala sapi yang berada di Kabupaten Bangkalan, Provinsi Jawa Timur.
-
Apa yang sedang viral di Makassar? Viral Masjid Dijual di Makassar, Ini Penjelasan Camat dan Imam Masjid Fatimah Umar di Kelurahan Bangkala, Kecamatan Manggala, Kota Makassar viral karena hendak dijual.
-
Mengapa kejadian ini viral? Tak lama, unggahan tersebut seketika mencuri perhatian hingga viral di sosial media.
Kawasan Malioboro memang dikenal dengan entitas Tionghoa yang sudah ada sejak lama. Kondisi ini membuat budaya Tionghoa seperti Barongsai tetap lestari meskipun di masa Orde Baru sempat mendapatkan larangan.
"Dulu mau mengadakan pawai (Barongsai) aja enggak berani. Dulu latihan Barongsai ya sembunyi-sembunyi," kata Pak Pong, Senin (16/1).
Dia mengenang saat awal latihan Barongsai, berlatih di sebuah lapangan tertutup yang saat ini sudah menjadi swalayan di kawasan Malioboro. Dari latihan itulah dirinya mulai suka dengan Barongsai.
"Awalnya ya cuma nonton orang latihan. Lalu diajak gabung. Ya terus jadi senang. Saya ikut main juga. Ikut main Liong, terus main musik untuk pentas Barongsai juga bisa. Terus buat Barongsainya juga bisa," ungkap Pak Pong.
Keterampilannya membuat Barongsai didapat saat belajar kepada Pak Doel Wahab, salah seorang pembuat Barongsai generasi awal di Yogyakarta.
"Dulu belajar bikin Barongsai dari Pak Doel Wahab. Rumahnya di Pasar Pathuk. Dulu bikin tapi sekarang beliau sudah enggak bikin lagi, sudah sepuh sekarang umurnya sudah lebih dari 80 tahun," ucap Pak Pong.
Pak Pong menuturkan ada dua versi Barongsai yang dibuatnya yaitu dari cetakan dan dari rakitan rotan. Untuk Barongsai cetakan berbahan kertas ini, dirinya menjual seharga Rp75 ribu hingga Rp100 ribu per satunya. Barongsai cetak ini berukuran kecil dan biasanya dipakai oleh anak-anak bermain.
"Kalau yang cetak ini biasanya yang beli anak-anak. Dipakai buat main-main. Jadi ada cetakan dari semen kemudian nanti dikasih kertas sesuai cetakan. Harganya biasanya Rp75 ribu sampai Rp100 ribu. Kalau model cetakan ini saya bisa bikin banyak karena tidak sulit prosesnya," tutur Pak Pong.
"Kalau yang rakitan pakai rangkanya dari rotan. Ukurannya juga besar. Nanti bulu-bulunya itu pakai bulu domba asli. Harganya sekitar Rp 5 juta. Ini sudah banyak yang pesan buat dekorasi di hotel-hotel," sambung Pak Pong.
Mendirikan Grup Barongsai Singa Mataram
Kecintaan Pak Pong pada kesenian Barongsai tidak berhenti pada pembuatan saja. Pak Pong juga menginisiasi pendirian kelompok Barongsai bernama Singa Mataram. Uniknya, kelompok Barongsai ini berisikan warga keturunan Jawa dan tidak ada yang berasal dari etnis Tionghoa.
"Ya pemainnya orang-orang kampung sini dan sekitarnya. Ada sekitar 60 orang lebih. Saya kebetulan pendirinya. Nama grupnya Singa Mataram," ungkap Pak Pong.
Grup Barongsai Singa Mataram ini cukup banyak menerima order untuk tampil di perayaan Tahun Baru Imlek 2023. Hal ini dibuktikan dengan deretan nama lokasi tempat pentas Singa Mataram baik itu hotel hingga klenteng yang ditempel di depan rumah Pak Pong.
"Ya sudah banyak yang mesan jadwal ke kami. Beberapa kami tolak karena kebetulan jamnya bersamaan. Itu jadwalnya saya tempel, kayaknya seminggu udah full," terang Pak Pong.
(mdk/cob)