Dampak kebakaran hutan ganggu santap sahur warga Pekanbaru
Asap pekat bersumber dari kebakaran cagar biosfer yang telah menyelimuti wilayah udara di Pekanbaru.
Sejumlah warga Kota Pekanbaru mengaku menghirup udara yang tidak sehat karena bercampur dengan asap kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau terutama terjadi pada saat menyantap hidangan makan sahur hingga berakhirnya subuh.
"Biasanya begitu memanaskan hidangan sahur, saya buka pintu jendela dapur. Tetapi sewaktu sahur tadi, udara sepertinya tidak sehat karena bercampur dengan asap dari kebakaran," kata Rika (29), seorang warga yang tinggal di kawasan Panam, Pekanbaru, seperti dikutip Antara, Jumat (25/7).
Menurut dia, karhutla yang terjadi di Riau dibawa oleh angin yang mengarah ke Kota Pekanbaru, sehingga menumpuk di wilayah udara tersebut yang menyebabkan kualitas udara dihirup warga menjadi menurun akibat tercemar dengan asap dan tercampur embun.
Seperti diketahui, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebutkan kebakaran hutan dan lahan di Riau terakhir kali terjadi pada Februari-April 2014 telah menghanguskan 2.398 hektare termasuk kawasan Cagar Biosfer Giam Siak Kecil 21.914 hektare.
Asap pekat bersumber dari kebakaran cagar biosfer yang telah menyelimuti wilayah udara di Pekanbaru termasuk melumpuhkan aktivitas Bandara Internasional Sultan Syarif Kasim II dan tercatat api yang membakar kawasan konservasi dunia itu cukup sulit dipadamkan.
Kawasan konservasi dunia Giam Siak Kecil-Bukit Batu atas inisiatif perusahaan Sinar Mas, ditetapkan menjadi cagar biosfer oleh UNESCO tahun 2009 dan tercatat Asia Pulp and Paper mendukung penuh reservasi pada kawasan seluas 178.000 hektare tersebut.
"Kalau bisa, peristiwa pada awal tahun ini jangan terulang kembali. Apalagi kita sebentar lagi mau memasuki hari Lebaran yang dalam waktu hitungan hari. Jadi, kepada pemerintah kami minta segera bertindak untuk melakukan antisipasi karhutla," katanya.
Budi (35), warga Pekanbaru lainnya mengatakan, udara bercampur asap dirasakannya tidak hanya pada saat makan sahur, tetapi sampai waktu subuh berakhir atau setelah terbit fajar hingga menjelang matahari terbit.
"Embun bercampur asap perlahan mulai berganti dengan terbitnya matahari di ufuk timur. Namun kondisi itu menandakan bahwa provinsi ini kembali dalam bahaya karhutla jilid dua tahun 2014," katanya.
Pada hari yang sama BNPN menyatakan, Satelit Terra dan Aqua mendeteksi 346 titik panas tersebar di Pulau Sumatera, mayoritas berada di Riau yang mengindikasikan ancaman kebakaran hutan dan lahan makin nyata jelang Idul Fitri 1435 Hijriah.
"Berdasarkan satelit Terra dan Aqua dari laporan BMKG, ada 346 titik panas di Sumatera dimana 148 titik berada di Riau," kata Kepala Divisi Data dan Informasi BNPB, Agus Wibowo.
Jumlah "hotspot" tersebut merupakan data terbaru pada tanggal 25 Juli 2014 pukul 05.00 WIB, dimana jumlah titik panas melonjak drastis dari pantauan pada Kamis (24/7) petang, dengan jumlah yang terdeteksi sebanyak 87 titik di Riau.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Pekanbaru pada bulan lalu telah mengingatkan, bahwa potensi bahaya kebakaran hutan dan lahan di Riau akan terjadi pada bulan Agustus sampai September 2014.
"Kita prediksi dari kondisi cuaca dan puncak keringnya itu terjadi di bulan Agustus sampai September tahun ini," ujar Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Stasiun Meteorologi Pekanbaru, Slamet Riyadi.