Demi nama baik hotel, pemerkosa gadis disabilitas dibebaskan
Kasus ini juga akan dilaporkannya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Riau.
Tak terima terduga pemerkosa anaknya dilepas Unit Perlindungan Anak dan Perempuan (PPA) Polresta Pekanbaru, Rosmaini mengamuk di ruang penyidik. Dia naik pitam lantaran penyidik menyebut pelaku berinisial DD yang diduga melakukan pemerkosaan terhadap gadis keterbelakangan mental tidak cukup bukti melakukan pidana. Padahal, hasil visum sudah keluar dan pelaku mengakui perbuatannya.
Terkait keputusan penyidik tersebut, Rosmaini dan keluarga lainnya berniat melaporkan Kasat Reskrim Polresta ke Bidang Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Riau. Kasus ini juga akan dilaporkannya ke Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Riau.
Rita Mariana, tante korban saat ditemui wartawan di Polda Riau mengatakan, kejadian berawal sewaktu keluarganya ada yang masuk rumah sakit, Selasa (7/10). Karena korban berinisial RS (30) menderita tuna graha ringan atau keterbelakangan mental, dia ditinggal bersama Siti di rumahnya di Jalan lembah Raya, Tangkerang Utara, Pekanbaru.
Setibanya di rumah sakit, Rita menelepon Siti dan menanyakan keberadaan korban. "Siti menjawab korban sudah tidak ada di rumah," jelas Rita.
Sewaktu dicari, terang Rita, Siti melihat korban berada di belakang rumah menemui pelaku. "Menurut pengakuan adek saya (RS), dia ditelepon pelaku. Keduanya saling kenal setelah ada telepon salah sambung. Belum sempat dilarang Siti, korban diajak pelaku naik motor," kata Rita.
Karena khawatir, Rita dan ibu korban mencari korban. Satu jam kemudian, korban pulang dengan wajah yang terlihat trauma.
"Abang itu jahat. Dia meminta membuka baju dan membuka kaki saya," ucap Rita menirukan pengakuan korban kepadanya.
Setelah diperiksa, korban mengalami luka lecet di kemaluan dan bagian duburnya. Tak terima dengan perbuatan pelaku, kejadian ini dilaporkan ke Polresta pada Kamis (9/10).
Setelah itu, Rita dan suaminya yang juga anggota polisi memancing pelaku keluar, Minggu (12/10). Rita menyamar dan mengajak pelaku bertemu di samping Hotel Arya Duta, tempat pelaku bekerja.
Di san, korban mengajak pelaku naik motor dan menuju ke depan Masjid Annur di Jalan Diponegoro untuk minum jus. "Pelaku mengaku kenal dengan korban. Kami pun mengobrol dan suami saya tetap mengikuti dari belakang," imbuh Rita.
Di tempat itu, pelaku mengelus tangan Rita dan berusaha merayunya. Tak lama kemudian, Rita menelepon suaminya dan pelaku-pun ditangkap oleh Tim Opsnal Polresta Pekanbaru.
"Setelah diperiksa, pelaku mengakui perbuatannya dan meminta maaf ke korban. Korban tidak mau dan berteriak histeris sambil mengatakan pelaku jahat," ucap Rita.
Keluarga yang mendatangi pelaku marah. Tidak ingin terjadi hal yang membahayakan pelaku, pihak keluarga diminta pulang oleh penyidik.
"Besoknya, Senin (13/10), pelaku menelepon dan meminta damai. Kami menolak. Setelah itu, giliran abang pelaku yang menelepon dan mengutarakan hal serupa. Kami tetap menolak," ucap Rita.
Tak lama setelah itu, keluarga Rita ditelepon penyidik dan menyebut pelaku sudah dibebaskan karena tidak cukup bukti. Menurut penyidik, keputusan membebaskan pelaku sudah disetujui Kasat Reskrim Polresta Kompol Hariwiawan Harun.
"Kemudian kami datang ke sana dan menanyakan pembebasan pelaku. Penyidik menyebut pembebasan itu demi menjaga nama baik hotel dan pekerjaan pelaku," terang Rita.
Mendengar alasan itu, keluarga mengamuk. Bukannya menenangkan pihak keluarga, penyidik malah mencaci maki ibu korban. Suami Rita yang juga polisi tidak dapat berbuat apa.
"Ini sudah keputusan organisasi (Polri). Jadi jangan membantah," kata Rita menirukan ungkapan penyidik ke suaminya.
Atas kejadian ini, pihak keluarga merasa tidak senang. Mereka kecewa dengan penyidik karena membebaskan pelaku.
"Padahal, hasil visum sudah ada. Disebutkan ada luka lecet di bagian kemaluan dan dubur adek saya. Pelaku juga mengakui perbuatannya. Terus bukti apalagi yang diinginkan Polresta," sesal Rita.
Kapolresta Pekanbaru dikonfirmasi wartawan mengaku kaget dengan pembebasan itu. "Laporan Kasat Reskrim belum saya terima, soalnya saya masih di Jakarta," kata Robert, Selasa (14/10).
Atas kejadian itu, Kapolresta meminta pihak korban yang tidak terima dengan pembebasan itu melapor ke Propam Polresta atau Polda Riau. "Kalau keluarga tidak menerima dan merasa janggal, sebaiknya lapor ke Propam,"kata Robert enteng.
Kasat Reskrim Polresta Pekanbaru Kompol Hariwiawan Harun dikonfirmasi membenarkan hal tersebut. "Bukan dibebaskan begitu saja, pelaku wajib lapor," katanya.
Menurut Hari, pelepasan pelaku karena penyidik tidak menemukan dua alat bukti cukup. "Bukti tindak pidananya belum mencukupi," ujarnya.