Demo pemilihan rektor UGM ricuh
Kericuhan pecah saat mahasiswa memaksa masuk ke ruang Majelis Wali Amanat (MWA) UGM di Balairung, Yogyakarta.
Demonstrasi puluhan mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) terkait pemilihan rektor diwarnai kericuhan. Kericuhan pecah saat mahasiswa memaksa masuk ke ruang Majelis Wali Amanat (MWA) di Balairung UGM, Yogyakarta, Rabu (14/3).
Para mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Aliansi Peduli UGM (Garpu) itu dihadang oleh Satuan Keamanan Kampus. Mahasiswa ingin menemui anggota MWA karena kebijakan yang dibuatnya terkait pemilihan rektor dinilai tidak adil.
Koordinator aksi, Pandhuri Jayadi, menuturkan pihaknya menentang aturan pemilihan rektor yang dibuat MWA. Aturan itu menyebutkan calon harus maksimal berumur 60 tahun pada saat dilantik. Belum lagi, terjadi pengunduran waktu pemilihan rektor.
"Ini membuktikan bahwa MWA tidak dapat menjalankan tugasnya dengan baik. Kondisi ini juga diperparah dengan kepemimpinan ketua MWA yang tidak kredibel," tegas Pandhuri.
Sebelumnya, demonstrasi mahasiswa di Bundaran UGM disertai dengan aksi bakar ban. Mereka juga membawa sejumlah spanduk yang salah satunya bertulis 'Senat Akademik UGM Kok Seperti Ayam Sayur????'
Sekretaris MWA yang juga Ketua Panitia Ad Hoc penjaringan calon rektor UGM, Dr Supama mengungkapkan, pendaftaran rektor yang sempat diperpanjang dilakukan sebagai upaya komunikasi dan sosialisasi dengan warga kampus.
"Kami waktu itu menunggu calon yang diajukan mahasiswa tetapi ternyata anda tidak mengajukan," ungkap Supama.
Terkait batasan umur yang banyak diprotes, Supama menjelaskan, pemilihan rektor periode 2012-2017 memakai PP 153 sesuai amanat transisi, sebagaimana disebut dalam pasal 226 ayat 1 dan 2 PP 66. Karena saat ini merupakan masa transisi, katanya, maka PP 153 dianggap tidak relevan lagi.
"Persyaratan usia 60 akan lebih kecil memiliki risiko terkena komplikasi hukum," tegas Supama.