Denny Indrayana Respons Kabareskrim Kasus Naik Penyidikan: Apa Saya Bikin Onar?
Menurut Denny Indrayana, informasi yang disampaikannya hingga diberitakan media massa secara masif terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.
Mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkum HAM) Denny Indrayana angkat bicara terkait peningkatan status kasus penyebaran informasi bohong atau hoaks kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang uji materi sistem pemilu yang kini naik penyidikan.
Denny Indrayana mempertanyakan apakah melakukan keonaran terkait informasi disampaikannya mengenai MK yang bakal memutuskan sistem pemilu proporsional tertutup alias coblos partai politik bukan calon legislatif (caleg).
-
Kenapa berita hoaks ini beredar? Beredar sebuah tangkapan layar judul berita yang berisi Menteri Amerika Serikat menyebut Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) bodoh usai Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 diserang hacker beredar di media sosial.
-
Kapan Denny Caknan lahir? Denny Setiawan, yang lebih dikenal dengan nama panggung Denny Caknan, adalah seorang penyanyi dangdut terkemuka asal Ngawi. Ia lahir pada 10 Desember 1993.
-
Mengapa video di Youtube yang menampilkan Erick Thohir dan DPR RI dikatakan Hoaks? Dari awal hingga akhir video tidak ada pembahasan soal Erick Thohir dan DPR sepakat untuk membongkar kasus-kasus dari Presiden jOkowi. Sehingga narasi tersebut adalah hoaks dan tidak dapat dibuktikan.
-
Siapa yang diklaim sebagai tersangka yang dilepaskan dalam berita hoaks? Berita yang beredar mengenai kepolisian yang membebaskan tersangka pembunuhan Vina Cirebon bernama Pegi karena salah tangkap adalah berita bohong.
-
Bagaimana Dek Cunda terlihat mirip dengan Denny Caknan? Dengan wajahnya yang mulai diperlihatkan sedikit demi sedikit, netizen mengatakan bahwa Dek Cunda adalah versi mini dari Denny Caknan.
-
Siapa yang diserang oleh hoaks selain Soeharto? Selain Presiden Soeharto, hoaks juga menimpa keluarganya.
"Nawaitu, saya memberikan warning agar MK tidak memutus berlakunya sistem proporsional tertutup, alhamdulillah telah terkabul. Apakah saya menghadirkan keonaran?" kata Denny Indrayana seperti dikutip dari akun twitternya @dennyindrayana, Selasa (27/6).
Pembelaan Denny Indrayana
Menurut Denny Indrayana, informasi yang disampaikannya hingga diberitakan media massa secara masif terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.
Dalam putusannya, MK diketahui menolak permohonan uji materiil Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum dan memutuskan sistem pemilu tetap proporsional terbuka atau coblos anggota legislatif.
Denny Indrayana melanjutkan, dengan perubahan status penyidikan menunjukkan Bareskrim Polri sudah menemukan tidak pidana, kendati belum menetapkan tersangka terkait kasus penyebaran hoaks kebocoran putusan MK. Menurut dia, tidak sulit menganalisis siapa yang bakal dijadikan tersangka dalam perkara tersebut.
"Meskipun belum ada tersangkanya, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim berpendapat sudah ada tindak pidananya. Bagi kita, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian," kata Denny Indrayana.
Singgung Penegakan Hukum di Indonesia
Lebih jauh, Denny Indrayana juga menyinggung penegakan hukum di Indonesia yang masih menjadi komoditas barang dagangan dan jauh dari rasa keadilan. Menurut dia, banyak rakyat kecil yang menjadi korban mafia hukum tersebut.
"Sayangnya, penegakan hukum kita tidak jarang masih menjadi barang dagangan, jauh dari keadilan. Tanyakanlah kepada kami rakyat kecil, yang banyak menjadi korban mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang, mafia narkoba, dan segala bentuk mafia lainnya," kata Denny Indrayana.
Dia mengaku pelaporan kasus dugaan hoaks putusan MK merupakan bagian risiko perjuangan. Tak lupa, Denny Indraya mengucapkan terima kasih terhadap pihak yang memberikan dukungan terkait masalah hukum dihadapinya.
"Kepada semuanya saya merasa terhormat dan berterima kasih," kata dia.
Berikut Pernyataan Lengkap Denny Indrayana
Hari ini saya mendapatkan banyak pertanyaan dari rekan-rekan media, terkait pernyataan Kabareskrim Polri, bahwa komentar kami soal putusan Mahkamah Konstitusi terkait sistem pemilu tertutup atau terbuka sudah dalam tahap penyidikan, meskipun belum ada tersangkanya. Atas pemberitaan demikian, berikut adalah tanggapan saya. 𝐌𝐨𝐡𝐨𝐧 𝐩𝐞𝐫𝐤𝐞𝐧𝐚𝐧 𝐫𝐞𝐤𝐚𝐧-𝐫𝐞𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐝𝐢𝐚 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐞𝐦𝐮𝐚𝐭𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐜𝐚𝐫𝐚 𝐤𝐞𝐬𝐞𝐥𝐮𝐫𝐮𝐡𝐚𝐧, 𝐚𝐠𝐚𝐫 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐢𝐦𝐛𝐮𝐥𝐤𝐚𝐧 𝐤𝐞𝐬𝐚𝐥𝐚𝐡𝐩𝐚𝐡𝐚𝐦𝐚𝐧.
1. Meskipun belum ada tersangkanya, menaikkan proses ke penyidikan menunjukkan Bareskrim berpendapat sudah ada tindak pidananya. Bagi kita, tidak sulit menganalisis, siapa yang akan dijadikan tersangka dalam konstruksi pemidanaan yang demikian.
2. Seharusnya, normalnya, proses hukum adalah jalan menghadirkan ketertiban dan keadilan di tengah masyarakat. Namun, itu baru bisa terjadi jika penegakan hukum dilakukan dengan profesional, bermoral, dan berintegritas. Pertanyaannya, apakah penegakan hukum kita sudah memenuhi syarat-syarat ideal tersebut? Apakah praktik mafia hukum, yang menjadikan hukum sebagai komoditas barang dagangan, dimana suap kepada oknum penegak hukum adalah praktik lazim, sudah berhasil dihilangkan? Apakah penegakan hukum kita sudah benar-benar bebas dari intervensi kekuatan kekuasaan, selain godaan sogokan uang? Maaf saya jawab dengan bahasa terang: 𝐬𝐚𝐲𝐚𝐧𝐠𝐧𝐲𝐚, 𝐩𝐞𝐧𝐞𝐠𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐡𝐮𝐤𝐮𝐦 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐣𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐚𝐬𝐢𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐣𝐚𝐝𝐢 𝐛𝐚𝐫𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐚𝐠𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧, 𝐣𝐚𝐮𝐡 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐤𝐞𝐚𝐝𝐢𝐥𝐚𝐧. Tanyakanlah kepada kami rakyat kecil, yang banyak menjadi korban mafia hukum, mafia tanah, mafia tambang, mafia narkoba, dan segala bentuk mafia lainnya.
3. 𝑁𝑎𝑤𝑎𝑖𝑡𝑢 saya memberikan 𝑤𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 agar MK tidak memutus berlakunya sistem proporsional tertutup, alhamdulillah telah terkabul. Apakah saya menghadirkan keonaran? 𝐀𝐩𝐚𝐤𝐚𝐡 𝐭𝐢𝐝𝐚𝐤 𝐝𝐢𝐥𝐢𝐡𝐚𝐭 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐥𝐢𝐤𝐧𝐲𝐚, 𝐤𝐢𝐭𝐚 𝐣𝐮𝐬𝐭𝐫𝐮 𝐭𝐞𝐥𝐚𝐡 𝐦𝐞𝐧𝐜𝐞𝐠𝐚𝐡 𝐭𝐞𝐫𝐣𝐚𝐝𝐢𝐧𝐲𝐚 𝐩𝐨𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢 𝐤𝐞𝐤𝐚𝐜𝐚𝐮𝐚𝐧. 𝐊𝐚𝐥𝐚𝐮 𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐭𝐞𝐫𝐭𝐮𝐭𝐮𝐩 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐝𝐢𝐩𝐮𝐭𝐮𝐬𝐤𝐚𝐧, 𝐛𝐢𝐬𝐚 𝐦𝐮𝐧𝐜𝐮𝐥 𝐩𝐨𝐭𝐞𝐧𝐬𝐢 𝙙𝙚𝙖𝙙𝙡𝙤𝙘𝙠, 𝐛𝐚𝐡𝐤𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐧𝐮𝐧𝐝𝐚𝐚𝐧 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐮, 𝐤𝐚𝐫𝐞𝐧𝐚 𝐩𝐮𝐭𝐮𝐬𝐚𝐧 𝐌𝐊 𝐝𝐢𝐭𝐞𝐧𝐭𝐚𝐧𝐠 𝐨𝐥𝐞𝐡 𝟖 (𝐝𝐞𝐥𝐚𝐩𝐚𝐧) 𝐩𝐚𝐫𝐭𝐚𝐢 𝐝𝐢 𝐃𝐏𝐑. 𝐒𝐮𝐝𝐚𝐡 𝐚𝐝𝐚 𝐛𝐚𝐡𝐚𝐬𝐚 𝐚𝐤𝐚𝐧 𝐦𝐞𝐦𝐛𝐨𝐢𝐤𝐨𝐭 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐮, 𝐲𝐚𝐧𝐠 𝐦𝐮𝐧𝐜𝐮𝐥 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐩𝐚𝐫𝐥𝐞𝐦𝐞𝐧 . Kita semua, bukan hanya saya tentunya, bersama-sama dengan media yang memberitakan luas (memviralkan) komentar saya di 𝑠𝑜𝑐𝑚𝑒𝑑 , terbukti bisa menjadi kekuatan suara publik yang menyelamatkan suara dan mayoritas aspirasi masyarakat Indonesia.
4. 𝐉𝐢𝐤𝐚𝐥𝐚𝐮𝐩𝐮𝐧 𝐚𝐝𝐯𝐨𝐤𝐚𝐬𝐢 𝐩𝐮𝐛𝐥𝐢𝐤 𝐮𝐧𝐭𝐮𝐤 𝐦𝐞𝐧𝐞𝐠𝐚𝐤𝐤𝐚𝐧 𝐬𝐢𝐬𝐭𝐞𝐦 𝐩𝐞𝐦𝐢𝐥𝐮 𝐩𝐫𝐨𝐩𝐫𝐬𝐢𝐨𝐧𝐚𝐥 𝐭𝐞𝐫𝐛𝐮𝐤𝐚 𝐭𝐞𝐫𝐬𝐞𝐛𝐮𝐭 𝐤𝐞𝐦𝐮𝐝𝐢𝐚𝐧 𝐝𝐢𝐤𝐫𝐢𝐦𝐢𝐧𝐚𝐥𝐤𝐚𝐧, 𝐭𝐞𝐧𝐭𝐮 𝐬𝐚𝐲𝐚 𝐡𝐚𝐫𝐮𝐬 𝐦𝐞𝐦𝐚𝐧𝐝𝐚𝐧𝐠𝐧𝐲𝐚 𝐬𝐞𝐛𝐚𝐠𝐚𝐢 𝐛𝐚𝐠𝐢𝐚𝐧 𝐝𝐚𝐫𝐢 𝐫𝐢𝐬𝐢𝐤𝐨 𝐩𝐞𝐫𝐣𝐮𝐚𝐧𝐠𝐚𝐧. Dalam suatu sistem penegakan hukum yang sedang tidak baik-baik saja, perjuangan melawan kedzaliman, menegakkan keadilan, tidak jarang justru membawa risiko yang tidak kecil, termasuk dikriminalkan. Untuk itu, saya meminta doa dan dukungan dari seluruh rakyat Indonesia yang bersama-sama merindukan hukum yang lebih adil, Indonesia yang lebih sejahtera. Saya menerima banyak pesan moral dan dukungan, termasuk ucapan terima kasih atas hasil akhir putusan MK. Kepada semua perhatian dan dukungan demikian, saya ucapkan banyak terima kasih.
5. Terakhir, saya mendapatkan banyak dukungan dari rekan-rekan sejawat advokat dari berbagai latar belakang pengalaman kerja seperti mantan komisioner KPK, aktivis antikorupsi, Forum Pengacara Konstitusi, LBH Muhammadiyah, pengacara publik, serta elemen lain, yang ingin bergabung mendampingi saya berjuang bersama. Lagi, kepada semuanya saya merasa terhormat dan berterima kasih.
Kabareskrim: Kasus Denny Indrayana Naik ke Penyidikan, Proses Ditangani Cepat
Kabareskrim Polri Komjen Agus Andrianto mengatakan, kasus yang menyeret nama Denny Indrayana terkait kasus ucapan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah naik pada tahap penyidikan.
Mantan Wamenkumham itu membuat kontroversi dengan pernyataannya mendapatkan 'bisikan; putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal gugatan Pemilu Sistem Proporsional Tertutup.
"(Kasus Denny Indrayana) Sudah ditangani oleh Pak Dirsiber, sudah tahap penyidikan, masih berproses ya, masih berproses dan kemarin sempat terjadi beberapa lokasi unjuk rasa. Apakah itu masuk dalam lingkup menimbulkan keonaran atau tidak, nanti keterangan ahli yang menentukan, jadi masih berproses," kata Agus kepada wartawan, Senin (26/6).
Oleh karena itu, pihaknya memerintahkan anak buahnya untuk segera menangani perkara tersebut dengan melakukan pemeriksaan saksi dan ahli.
Untuk kasus ini, nantinya tidak hanya Direktorat Tindak Pidana Siber (Dit Tipidsiber) Bareskrim Polri saja yang menanganinya. Melainkan juga Direktorat Tindak Pidana Umum (Dir Tipidum).
"(Pemeriksaan saksi atau ahli) Ya semakin cepat semakin bagus, saya rasa ini karena sudah menimbulkan keresahan di masyarakat, saya minta kepada Pak Dirtipidum dan Dirsiber untuk menangani kasus ini secara cepat," tegasnya.
"Sehingga, bisa menjawab dan menjawab tuntutan masyarakat agar kasus ini segera diselesaikan," sambungnya.
Dilaporkan ke Bareskrim
Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait polemik dugaan kebocoran putusan Mahkamah Konstitusi (MK) soal sistem Pemilu 2024, yang dikembalikan menjadi sistem proporsional tertutup atau coblos partai.
Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho menyampaikan, aduan tersebut dibuat oleh pelapor inisial AWW dan tercantum dalam Laporan Polisi (LP) Nomor: LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI tertanggal Rabu, 31 Mei 2023.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri," tutur Sandi kepada wartawan, Jumat (2/6/2023).
Menurut Sandi, ada dua terlapor dalam aduan tersebut, yaitu pemilik atau pengguna atau penguasa akun Twitter @dennyindrayana, dan pemilik atau pengguna atau penguasa akun Instagram @dennyindrayana99.
"Adapun uraian kejadian yaitu pada tanggal 31 Mei 2023, pelapor melihat postingan di media sosial Twitter dengan nama akun @dennyindrayana dan media sosial Instagram dengan nama akun @dennyindrayana99 yang memposting tulisan yang diduga mengandung unsur ujaran kebencian atau SARA, berita bohong alias hoaks, penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara," jelas dia.
Denny Indrayana dilaporkan dengan dugaan tindak pidana ujaran kebencian atau SARA, berita bohong alias hoaks, penghinaan terhadap penguasa dan pembocoran rahasia negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat (2) Jo Pasal 28 Ayat (2) UU No 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU No 11 tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 Ayat (1) dan Ayat (2) dan Pasal 15 UU No 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP.
(mdk/gil)