Dewas KPK Tak Temukan Unsur Gratifikasi Helikopter untuk Firli Bahuri
Dewas KPK memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II karena menggunakan helikopter bersama dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang.
Dewan Pengawas KPK menyatakan tidak menemukan adanya dugaan penerimaan gratifikasi atau diskon dari helikopter yang digunakan Ketua KPK Firli Bahuri saat perjalanan di Baturaja, Palembang hingga tiba di Jakarta.
"Semua yang disampaikan sudah diperiksa dalam klarifikasi tidak ditemukan adanya pembuktian tentang pertemuan antara yang bersangkutan dengan seseorang dari pihak penyedia jasa penerbangan. Pun pihak penyedia sudah memberikan keterangan yang jelas bahwa semua itu tidak ada pemberian atau fasilitas yang diberikan termasuk diskon," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Kamis.
-
Bagaimana Firli Bahuri bisa menjadi Ketua KPK? Seperti diketahui, Firli terpilih secara aklamasi sebagai ketua KPK oleh Komisi III DPR pada 2019 lalu.
-
Kapan Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? "Saya laporkan pada tanggal 6 Mei 2024 ke Bareskrim dengan laporan dua pasal, yaitu Pasal 421 KUHP adalah penyelenggara negara yang memaksa untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. Kedua, pencemaran nama baik, Pasal 310 KUHP, itu yang sudah kami laporkan," ungkap Ghufron di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (20/5).
-
Kenapa Nurul Ghufron melaporkan Dewan Pengawas KPK? Wakil ketua KPK itu menyebut laporannya ke Bareskrim Mabes Polri sehubungan dengan proses etik yang tengah menjerat dirinya karena dianggap menyalahkan gunakan jabatan.
-
Bagaimana Nurul Ghufron merasa dirugikan oleh Dewan Pengawas KPK? "Sebelum diperiksa sudah diberitakan, dan itu bukan hanya menyakiti dan menyerang nama baik saya. Nama baik keluarga saya dan orang-orang yang terikat memiliki hubungan dengan saya itu juga sakit," Ghufron menandaskan.
-
Siapa yang menggantikan Firli Bahuri sebagai Ketua KPK sementara? Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara Nawawi Pomolango berpose sesaat sebelum memberi keterangan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (27/11/2023). Sebelumnya Presiden Joko Widodo, melantik Nawawi Pomolango sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sementara.
-
Siapa yang melaporkan Dewan Pengawas KPK ke Mabes Polri? Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara perihal Nurul Ghufron yang melaporkan Dewan Pengawas (Dewas) KPK ke Bareskrim Mabes Polri dengan dugaan pencemaran nama baik.
Dalam sidang tersebut, Dewas KPK memutuskan Ketua KPK Firli Bahuri melakukan pelanggaran kode etik dan dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II karena menggunakan helikopter bersama dengan istri dan dua anaknya untuk perjalanan dari Palembang ke Baturaja dan Baturaja ke Palembang, Sumatera Selatan pada Sabtu, 20 Juni 2020 dan perjalanan dari Palembang ke Jakarta pada Minggu, 21 Juni 2020.
"Dari itulah fakta dan juga karena Dewas mempunyai keterbatasan-keterbatasan karena berbeda bila ini dilakukan di tahap penyelidikan dan penyidikan sementara Dewas hanya membahas atau mengadili berhubungan pedoman perilaku itulah yang disebut insan KPK harus memposisikan diri bahwa dia adalah insan KPK," tutur Tumpak menambahkan.
Dalam pertimbangan majelis etik Dewas, disebutkan bahwa bukan Firli yang menginisiasi penyewaan helikopter, tapi ia hanya menyampaikan informasi soal helikopter.
"Tidak ada perintah langsung ke Kevin (ajudan Firli) terkait penyewaan heli, tapi secara implisit terperiksa minta Kevin untuk mencari informasi maka Kevin selaku ajudan pun mencarikan informasi tersebut," ungkap Tumpak.
Kevin lalu mengatakan ada helikopter yang disewakan PT Air Pasifik Utama dengan sewa Rp7 juta per jam. "Lalu terperiksa menyampaikan 'coba cek betul harga sewanya berapa dan berapa lama penerbangan sampai ke sana?' Setelah itu Kevin mengatakan lebih cepat durasi waktu perjalanan dari Palembang ke Baturaja dibanding hanya menggunakan mobil yang butuh waktu lebih kurang 5 jam," ujar Tumpak.
Namun, uang sewa sebesar Rp7 juta/jam menurut Firli tidak diketahui apakah diskon atau bukan. "Terperiksa mengaku penggunaan helikopter itu bukanlah menunjukkan kesombongan atau 'life sytle', bukan bertujuan tidak menunjukkan gaya hidup terperiksa yang berlebih-lebihan, beda cerita kalau seminggu sekali sewa pesawat dan makan di restoran mewah dan itu tidak pernah dilakukan terperiksa," ungkap Artidjo.
Artidjo juga membacakan keterangan Firli yang menilai bahwa tidak ada hal yang dilanggar dengan menggunakan helikopter tersebut. Firli tidak tahu salahnya di mana.
"Tidak pernah berpikir oleh terperiksa naik helikopter akan ada yang banyak menyoroti dan ternyata banyak yang menyoroti namun hal itu tidak merugikan kelembagaan KPK, namun terperiksa mohon maaf kepada majelis," kata Artidjo dalam sidang.
Firli akhirnya diberi sanksi ringan berupa teguran tertulis II yaitu agar Firli tidak mengulangi perbuatannya. Dan agar Firli sebagai Ketua KPK senantiasa menjaga sikap serta perilaku dengan menaati larangan dan kewajiban yang diatur dalam Kode Etik dan pedoman perilaku KPK.
Dalam pasal 10 ayat 2 huruf c disebutkan teguran tertulis II masa berlaku hukuman adalah selama 6 bulan dan pada pasal 12 ayat 1 disebutkan insan Komisi yang sedang menjalani sanksi ringan, sedang, dan/atau berat tidak dapat mengikuti program promosi, mutasi, rotasi dan/atau tugas belajar/pelatihan baik yang diselenggarakan di dalam maupun di luar negeri.
(mdk/ray)