Dianggap provokator, Taufik Ismail diusir peserta simposium nasional
Hal itu terjadi saat tampil dan langsung membacakan sebuah puisi di hadapan para peserta simposium.
Dalam gelaran simposium nasional 'Membedah Tragedi 1965, Pendekatan Kesejarahan', saat akan memasuki sesi terakhir dari rangkaian acara, tiba-tiba penyair Taufik Ismail tampil dan langsung membacakan sebuah puisi di hadapan para peserta simposium.
Sebagian hadirin langsung riuh, dan beberapa di antaranya meneriakkan ketidaksukaan mereka atas penampilan Taufik yang diketahui tak tercantum di dalam susunan acara tersebut.
Selama membacakan puisinya, Taufik diiringi oleh sejumlah sorakan dan teriakan cemoohan dari beberapa peserta simposium, yang ditanggapi Taufik dengan mengikuti kalimat-kalimat sorakan tersebut di sela-sela bait puisi yang sedang dibacakannya.
Hingga sampai pada suatu bait puisi Taufik yang menceritakan mengenai orang-orang yang membantai saudara sebangsanya sendiri, maka timbul lah suara protes yang lebih lantang dari arah para peserta simposium, dengan menggunakan pengeras suara.
"Berhenti! Itu provokator, itu provokator!" teriak seorang peserta melalui pengeras suara.
Tanpa menghiraukan mereka, Taufik terus membacakan puisinya walau suasana sudah semakin riuh dengan suara-suara protes dari para peserta simposium.
"Itu bukan puisi, itu provokasi," teriak salah seorang peserta simposium lainnya.
"Biar saya selesaikan puisinya..." ujar Taufik yang langsung dihentikan oleh salah seorang panitia simposium, demi menyudahi kegaduhan yang terjadi.
Tanpa sepatah kata, Taufik pun akhirnya pergi diiringi riuh sorakan dan teriakan dari peserta simposium yang mencemoohnya dengan berbagai kalimat cemoohan.
Diketahui, Taufik Ismail merupakan salah satu punggawa dari kelompok Manifestasi Kebudayaan (Manikebu), yang pasca G30S dinilai cukup vokal menyerang Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra) sebagai basis kesenian dan onderbouw Partai Komunis Indonesia (PKI).
Sentimen para peserta simposium yang sebagian besar merupakan para korban dan penyintas Tragedi '65 nyatanya masih cukup besar kepada penyair tersebut, hingga kehadirannya yang tidak ada di dalam rundown acara berbuah protes dan cemoohan dari para peserta simposium tersebut.
Baca juga:
Tokoh Tritura, Savrinus Suardi meninggal
Berdamai dengan masa lalu, kebenaran tragedi 65 harus diungkap
Fadli Zon sebut Soeharto tidak bikin sejarah palsu demi orde baru
Fadli Zon nilai diskusi Tragedi 65 akan ciptakan konflik horizontal
Tragedi 1 Oktober 1965 adalah tragedi kemanusiaan yang harus dibuka
Narasi Tragedi 1965 dibangun Orba untuk sah kan rezim
Ngototnya pemerintah takkan minta maaf soal kasus '65
-
Mengapa G30S PKI menjadi salah satu peristiwa kelam dalam sejarah Indonesia? Bagaimana tidak, G30S PKI dikenal sebagai salah satu upaya penghianatan besar yang pernah terjadi di Indonesia.
-
Apa yang dibahas Indonesia di Sidang Umum ke-44 AIPA di Jakarta? “AIPA ke-44 nanti juga akan membahas persoalan kesejahteraan, masyarakat, dan planet (prosperity, people, and planet),” kata Putu, Rabu (26/7/2023).
-
Mengapa Brigjen Soepardjo terbang ke Jakarta jelang G30S/PKI? Jelang Pecahnya G30S/PKI, Soepardjo Mendapat Radiogram: Anak Sakit Dia terbang ke Jakarta. Tak cuma menemui keluarganya, Ternyata Soepardjo juga menemui tokoh-tokoh Gerakan 30 September.
-
Apa yang diresmikan oleh Jokowi di Jakarta? Presiden Joko Widodo atau Jokowi meresmikan kantor tetap Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) Asia di Menara Mandiri 2, Jakarta, Jumat (10/11).
-
Siapa yang memimpin pasukan yang menculik para jenderal pada peristiwa G30S/PKI? Doel Arif mendapat tugas menculik para Jenderal Angkatan Darat di malam kelam itu. Doel Arif menjadi Komandan Pasukan Pasopati dalam Gerakan 30 September.
-
Kapan peristiwa G30S/PKI terjadi? Tanggal 30 September sampai awal 1 Oktober 1965, menjadi salah satu hari paling kelam bagi bangsa Indonesia.