Diduga Mark Up Dana Bantuan Pemprov DKI, 3 Pejabat Bekasi dan Kontraktor Ditahan
Masih Yadi, kerugian negara sekitar Rp5 miliar sudah dikembalikan oleh tersangka.
Ditemukan kerugian negara dari pembelanjaan alat berat ini sekitar Rp5 miliar.
Diduga Mark Up Dana Bantuan Pemprov DKI, 3 Pejabat Bekasi dan Kontraktor Ditahan
- Mark Up Belanja DPRD Kota Kupang Capai Rp6,5 Miliar, Kejati Sebut Rp4,23 Miliar Belum Dikembalikan
- Kebakaran Mal Ciputra Diduga Dipicu Korsleting Listrik, Kerugian Ditaksir Capai Rp5,6 Miliar
- Anggota DPR Minta Penegak Hukum Usut ‘Mark Up’ Impor Beras
- Diduga Terdampak Pembangunan Tol Japek 2, Belasan Rumah Warga Bekasi Amblas
Tiga pejabat Pemerintah Kota Bekasi serta satu orang kontraktor ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan excavator dan buldozer pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) tahun anggaran 2021.
Ketiga pejabat yang ditetapkan sebagai tersangka saat itu seluruhnya berdinas di DLH. Mereka adalah T sebagai PPK, DA sebagai PPTK dan YY sebagai KPA atau kepala DLH. Sementara kontraktor yang menjadi tersangka berinisial IP.
Tiga pejabat dan satu kontraktor itu diduga melakukan mark up anggaran pembelanjaan enam unit excavator standar dan dua unit buldozer. Anggaran pengadaan alat berat tersebut berasal dari dana bantuan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan pagu sebesar Rp22.937.500.000.
"Istilahnya bisa dikatakan mark up, (dasarnya) atas laporan masyarakat, (laporannya) kurang lebih tahun 2022," kata Kasie Intel Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, Yadi Cahyadi, Jumat (5/1).
Yadi mengatakan, berdasarkan hasil audit Inspektorat Daerah Kota Bekasi, ditemukan kerugian negara dari pembelanjaan alat berat ini sekitar Rp5 miliar.
"Adapun kerugian negara di dalam perkara ini berasalkan laporan hasil audit penghitungan kerugian keuangan negara oleh Inspektorat Daerah Kota Bekasi, kerugian negara yaitu sebesar Rp5.184.214.545," katanya.
Selama proses penyidikan, lanjut Yadi, kejaksaan telah memeriksa 40 saksi dan tiga orang ahli. Setelah mendapat keterangan saksi dan mengumpulkan bukti-bukti, tiga pejabat dan satu kontraktor itu langsung dinaikan statusnya menjadi tersangka.
"Jadi tersangka ini (sebelumnya) dipanggil sebagai saksi, langsung berdasarkan alat bukti kita tingkatkan jadi TSK, jadi bukan ditangkap," ucapnya.
Masih Yadi, kerugian negara sekitar Rp5 miliar sudah dikembalikan oleh tersangka. Meski begitu, dia memastikan proses hukum tetap berlanjut sesuai dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
"Sudah dilakukan pengembalian, itu sudah penuh baru kemarin-kemarin, last minute sudah lunas. Namun dalam hal ini pengembalian tersebut dilakukan pada saat penyidikan, jadi berdasarkan Undang-Undang Tipikor Pasal 4 pun andai ada pengembalian tidak menghapus sifat pelakunya, proses itu (hukum) tetap berlanjut," ungkapnya.
Keempat tersangka dijerat Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP. (Enriko)