Diperiksa KPK, Setya Novanto klarifikasi soal pembahasan e-KTP
Diperiksa KPK, Setya Novanto diklarifikasi soal pembahasan e-KTP. Ketua DPR Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menjelaskan beberapa hal terkait proyek e-KTP. Salah satunya adanya pertemuan antara pemenang konsorsium dengan beberapa pihak.
Ketua DPR Setya Novanto usai menjalani pemeriksaan sebagai saksi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku menjelaskan beberapa hal terkait proyek e-KTP. Salah satunya adanya pertemuan antara pemenang konsorsium dengan beberapa pihak.
Dia menuturkan kapasitasnya dalam menyampaikan keterangan di hadapan penyidik sebagai ketua fraksi Golkar periode 2009-2014.
"Iya itu hanya klarifikasi yang berkaitan saya sebagai ketua fraksi. Tentu ada pertemuan dengan pimpinan komisi II. Tentu komisi II menyampaikan tetapi tentu yang disampaikan normatif," ujar Novanto seusai menjalani pemeriksaan, Jakarta, Selasa (10/1).
Dia juga menampik mengetahui secara detil pembahasan yang dilakukan saat pertemuan tersebut. Menurutnya, komisi II DPR selaku mitra kerja Kementerian Dalam Negeri yang menggarap proyek tersebut hanya menyampaikan pernyataan normatif saja.
"Itu semua komisi II dan departemen itu saya tahu normatif saja," tukasnya sambil berlalu pergi.
Pemeriksaan Setya Novanto hari ini juga diikuti oleh M Nazaruddin dan Anas Urbaningrum namun keduanya hingga saat ini belum terkonfirmasi kehadirannya. Baik Setya Novanto, Nazaruddin, dan Anas Urbaningrum diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Sugiharto.
Seperti diketahui, tersangka dalam kasus ini ada 2 tersangka yang ditetapkan oleh KPK. Mereka adalah mantan Dirjen Dukcapil Irman yang juga Kuasa Pengguna Anggaran proyek pengadaan e-KTP dan mantan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Ditjen Dukcapil sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen proyek e-KTP Sugiharto.
Berdasarkan perhitungan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), kerugian negara akibat kasus korupsi e-KTP itu adalah Rp 2 triliun karena penggelembungan harga dari total nilai anggaran sebesar Rp 6 triliun.
Irman dan Sugiharto disangkakan pasal ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun denda paling banyak Rp1 miliar.
Irman diduga melakukan penggelembungan harga dalam perkara ini dengan kewenangan yang ia miliki sebagai Kuasa Pembuat Anggaran (KPA).