Sengketa Pileg 2024, Hakim MK Cecar Ketua KPU soal Pelanggaran Etik KPPS
Ketua MK Suhartoyo menanyakan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari tentang dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran kode etik oleh petugas KPPS.
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Sengketa Pileg 2024, Hakim MK Cecar Ketua KPU soal Pelanggaran Etik KPPS
Mahkamah Konstitusi (MK) kembali melanjutkan sidang sengketa Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Dalam sidang, Ketua MK Suhartoyo menanyakan kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari tentang dampak yang ditimbulkan dari pelanggaran kode etik oleh petugas kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) selama proses pemilu.
Hasyim menjelaskan, pelanggaran kode etik oleh petugas KPPS tidak secara langsung berpengaruh terhadap proses pemungutan suara maupun hasil rekapitulasi penghitungan perolehan suara.
"Jadi, tidak ada pengaruh terhadap proses pemungutan suaranya kalau terhadap personal pelanggarannya itu?" tanya Suhartoyo dalam sidang lanjutan panel satu Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Pileg 2024 di Gedung I MK RI, Jakarta, Selasa (7/5).
"Betul, proses maupun hasil," jawab Hasyim.
Selain itu, Hasyim juga menjelaskan bahwa untuk memeriksa dampak pelanggaran kode etik oleh badan ad hoc, seperti KPPS, panitia pemilihan kecamatan (PPK), dan panitia pemungutan suara (PPS) terhadap hasil pemilu merupakan kewenangan KPU kabupaten/kota.
Mulanya, anggota Bawaslu Provinsi Riau Indra Khalid menyampaikan jawaban atas dalil permohonan dalam gugatan yang diajukan oleh Partai Golkar.
Partai tersebut mempersoalkan perselisihan suara Pemilihan Calon Anggota DPR RI, DPRD Provinsi Riau, dan DPRD Kabupaten Rokan Hulu.
Indra mengatakan Bawaslu setempat telah memeriksa dugaan kelalaian KPPS yang didalilkan oleh Partai Golkar.
Indra menjelaskan ada anggota KPPS yang terbukti lalai memberikan dua surat suara pemilihan DPRD kabupaten kepada salah seorang pemilih, tetapi tidak memberikan surat suara untuk pemilihan DPR RI.
"Sudah dinyatakan melakukan pelanggaran kode etik KPPS tersebut,"
kata Indra, dikutip dari Antara.
merdeka.com
Ketua MK mengulik lebih lanjut dampak dari pelanggaran kode etik tersebut kepada Ketua KPU RI.
Suhartoyo bertanya perihal nasib rekomendasi Bawaslu jika anggota KPPS yang terbukti melanggar etik telah berakhir masa jabatannya.
"Kalau untuk petugas KPPS yang telah berakhir masa jabatan, kemudian kalau ada perintah-perintah misalkan dari Bawaslu rekomendasi, tidak bisa lagi dilaksanakan oleh KPPS tersebut. Namun demikian, masih dapat dilaksanakan sekiranya petugas PPK masih dalam jabatan," ucap Hasyim.
Dijelaskan juga oleh Hasyim, rekomendasi Bawaslu dapat dijalankan sepanjang rekomendasi tersebut diputus ketika KPPS yang bersangkutan masih dalam masa jabatannya.
"Berarti mempunyai kekuatan hukum mengikat ya?" tanya Suhartoyo.
"Ya. Tapi kalau sudah selesai (masa jabatannya), nanti akan dipertimbangkan untuk tidak direkrut kembali pada kegiatan-kegiatan berikutnya," ujar Hasyim.