Diperiksa sepuluh jam oleh KPK, Damayanti bungkam ke media
Damayanti diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi tambahan dengan tersangka Abdul Khoir.
Selapas menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) selama hampir sepuluh jam lebih, anggota komisi V DPR RI fraksi PDIP, Damayanti Wisnu Putranti (DWP), enggan memberi pernyataan apapun kepada para awak media yang menantinya. Damayanti diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi tambahan dengan tersangka Abdul Khoir.
"(DWP) diperiksa sebagai saksi dengan tersangka Abdul Khoir (AKH) atas kasus Tindak Pidana Korupsi (TPK) penerimaan hadiah terkait proyek di Kemenpupera (kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat)," ujar kepala biro humas KPK, Yuyuk Andriati, Senin (18/1).
Ketika keluar dari gedung KPK sekitar pukul 22.15 WIB Damayanti bungkam saat para awak media memberondong pertanyaan kepadanya dan bergegas masuk ke mobil tahanan.
Diperiksanya Damayanti terkait dengan kasus Tindak Pidana Korupsi terkait proyek jalan di kementerian pekerjaan umum dan perumahan rakyat (Kemenpupera) tahun anggaran 2016. Damayanti ditetapkan tersangka pada hari Kamis (14/1) KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (13/1).
Pada operasi tersebut, KPK mengamankan 6 orang. Namun KPK membebaskan 2 orang sopir karena tidak terbukti melakukan unsur pidana, kemudian sisanya resmi ditetapkan tersangka setelah melakukan pemeriksaan hampir 24 jam.
Keempat tersangka adalah Damayanti Wisnu Putranti anggota komisi V DPR RI fraksi PDIP, Julia Prasrtyarini atau Uwi dan Dessy A. Edwin, dari pihak swasta yang menerima suap sedangkan Abdul Khoir selaku Dirut PT Windu Tunggal Utama (WTU) sebagai pemberi suap. Selain itu pula KPK mengamankan SGD 99.000 sebagai barang bukti.
Atas perbuatannya, Damayanti, Julia, dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.
Sementara Abdul Khoir dikenakan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.