Disuruh minum darah pejuang, jiwa patriot Rusmina makin berkobar
Usai minum darah, tangan nenek Rusmina inginnya mengepal terus, geram dan haus menghabisi penjajah.
Secara luwes dan lantang, Rusmina (99) bercerita pahit getir pengalamannya saat turun ke medan perang melawan Belanda dan Jepang di era 1940-an. Rusmina merupakan saksi hidup betapa menderitanya pejuang Indonesia merebut kemerdekaan.
Dengan mata berkaca-kaca mengenang ingatannya, Rusmina berusaha tegar menceritakan kisah hidup. Betapa teguh pendiriannya meninggalkan orangtua dan sebelas saudaranya di Cirebon, Jawa Barat, untuk maju di medan tempur.
"Keluarga melarang, tapi saya sudah bulat, saya pingin jadi pejuang. Alhamdulillah diterima jadi tentara waktu itu," ungkap Rusmina saat ditemui di Panti Jompo Tresna Werdha Teratai Palembang, Kamis (13/8).
Dari sekian banyak pengalaman yang dialami, Rusmina tidak bisa melupakan suatu peristiwa yang secara naluri tak masuk akal dan menjijikkan. Peristiwa itu adalah meminum darah seorang pejuang Indonesia yang tewas.
Waktu itu, kata dia, seluruh pejuang sedang istirahat usai berperang. Banyak korban di pihak masing-masing. Tak lama, komandannya membawa sebuah wadah berisi darah. Mereka pun bertanya untuk apa darah tersebut. Darah itu adalah teman seperjuangannya yang tertembak.
Tanpa diduga, para pejuang disuruh meminum darah itu. Meski tak dipaksa, mereka menuruti perintah itu karena mendengar alasan bahwa dengan meminum darah teman sendiri jiwa patriot tentara akan semakin berkobar dan tanpa ada rasa takut.
"Jijik sekali minumnya. Saya cuma satu sendok. Dipaksain minum, tutup hidung langsung aja. Katanya biar lebih bersemangat lagi," ujarnya.
Secara kebetulan atau tidak, sehabis melakukan itu, di hati Rusmina dan para pejuang lain semakin besar kebencian akan keberadaan penjajah.
"Ya, memang beda. Tangan ini pinginnya mengepal terus," tuturnya.
"Bahkan, sampai sekarang emosi saya masih meledak-ledak. Mungkin karena minum itu ya," tutupnya.
Diketahui, Rusmina merupakan salah satu satu pejuang kemerdekaan yang terlibat banyak peperangan di Pulau Jawa. Terakhir, dia turun di perang lima hari lima malam di Palembang tahun 1947. Kini, Rusmina tinggal di sebuah panti jompo di Palembang.